Selain sekolah di sekolah SD umum, saya juga sempat
mengenyam sekolah agama (Madrasah Ibtidaiyah) setara juga dengan SD dan
langsung kelas dua saat itu, hanya beda nama saja. Kalau di sekolah umum,
pelajaran agama yang diperoleh, materinya hanya begitu-begitu saja. Nah, di
Madrasah itu, ada pengembangan materi pelajaran.
Saya harus cari bahan pendamping lainnya.
Pengetahuan umum digenjot, tetapi terutama hal-hal yang
berkaitan dengan keagamaan lebih ditekankan. Mungkin nih ya, mungkin, karena saya anaknya juga
ogah-ogahan kalau disuruh sekolah tapi ya tetap saya paksakan untuk berangkat. Apalagi
soal mengaji. Mulai dari panggil guru ngaji ke rumah, sampai saya datang ke
masjid belajar sama ustaz.
Maklum saja kali ya, waktu itu masih kecil, umur masih
delapan tahun, pikirannya masih main melulu. Kalau pulang mengaji bukannya
pulang, tapi main dulu sama teman-teman hingga menjelang magrib. Ya, saya
mengaji hampir setiap hari. Bosan juga pikir saya. Mengaji itu saya lakukan
setelah lepas sekolah umum.
Akhirnya, mengaji saya berhenti karena masuk sekolah
madrasah sehabis sekolah umum. Di madrasah ini, ada pula pelajaran mengaji
setiap sorenya. Melatih tajwid (bacaan benar Al Quran-panjang pendek)
pengucapan.
Duh, saya tak habis pikir, bolak-balik ngaji, tapi
satupun tak nyangkut di otak saya. Semuanya lewat begitu saja. Mungkin juga
karena jarang-jarang diulang akhirnya lupa. Waktu mulai mengaji itu kelas dua
sekolah dasar. Masuk ke madrasahnya saat saya di kelas empat.
Alhasil, orang tua saya cari cara untuk saya tetap bisa
mengaji. Dipanggil guru ngaji ke rumah. Tapi, itu hanya bertahan tiga bulan. Lagi-lagi
saya bosenan. Apalagi yang dikaji hanya itu-itu saja materinya. Orang tua saya
masih tetap cari cara-cara lain. Nah, saya diikutkan dalam satu pengajian,
tetapi itu hapalan semua. Artinya, saya tidak tahu mana itu huruf alif, ba, ta,
tsa, dan sebagainya. Pokoknya, setelah hapal semua, baru dikenalkan ke
hurufnya.
Lhaaa… saya jadi bingung sendiri kan. Saya sempat bengong
juga pas sudah hapal semua, kemudian baru dikasih buku juz amma, diperlihatkan
seluruh huruf-huruf. Lha, mana saya tahu yang mana alif, yang mana ba. Itu
artinya, ya sama saja saya harus belajar mengenal huruf lagi dari awal. Sabar… sabar… sabar…
Pikir saya, “Kenapa tidak langsung saja dikenalkan dengan
huruf-huruf hijaiyah itu dari awal ya?”. Hadeeeh… ini mah belajar berkali-kali.
Hahaha… jadi ga efisien dan efektif. Buang waktu saja.
Mau tidak mau ya saya harus melakukannya. Tetap saja,
tidak ada satu huruf pun yang nyangkut di kepala saya. Entah kenapa ya. Itu
sudah terjadi berkali-kali selama mengaji. Alhasil, pindah dari satu guru ngaji
ke guru ngaji yang lain. Orang tua saya tetap tidak jera juga untuk mencarikan
saya guru ngaji.
Mungkin ini kali ya namanya cocok-cocokkan. Akhir dari
perjalanan mengaji ini, akhirnya tertambat di salah satu guru ngaji yang tak
jauh dari rumah. Saya, oleh orang tua
dimasukkan mengaji ke guru itu. Setiap pukul tujuh malam, saya wajib
datang. Sebelum mengaji pun saya diajari baca doa untuk dilancarkan juga
dimudahkan urusan mencari ilmu dunia dan akhirat.
Entah mengapa, di satu guru ngaji yang tak jauh dari
rumah ini, saya begitu antusias. Semangat saya timbul untuk mengaji. Jika tak hadir satu malam, serasa saya
ketinggalan pelajaran berates-ratus halaman. Semangat saya didorong juga oleh
guru ngajinya, jadi makin tambah semangat.
Huruf-huruf pun cepat saya hapal dan lafazkan. Menurut
pendengaranny itu sudah baik. Tambah semangatlah saya. Dari malam ke malam,
pelajaran mengaji saya terus mengalami peningkatan. Pindah dari satu halaman ke
halaman lain. Selain dikenalkan huruf, tajwid, oleh guru ngaji baru saya ini,
saya juga diminta menghapal surat-surat pendek, sedang, dan panjang.
Itu dapat saya lakukan dengan baik dan benar. Nah, akhir
dari pengajian saya itu, saya tamatkan juz amma sekitar enam bulan. Ada satu
tradisi yang membuat saya senang ketika kami menamatkan juz amma. Masing-masing
kami membawa aneka kue untuk dibagi dan makan bersama-sama sembari membaca
salawat nabi. Kami juga melakukan pawai obor dan berhenti pada satu tempat,
kemudian mengaji bersama-sama.
Setelah menamatkan juz amma itu, berlanjut ke Al Quran. Di
sinilah mengaji Al Quran yang benar-benar belajar untuk segala hal. Banyak
banget aturan bacaannya. Bukan berarti saya tidak suka baca Al Quran. Sempat
juga saya berkeluh kesah, kenapa tidak bisa dan tidak ada satu pun huruf dari
bacaan Juz Amma yang nyangkut di otak saya.
Untuk itu saya punya tips sendiri agar baca kitab suci
yang saya yakini menyenangkan.
1. Kalau tidak bisa, teruslah berusaha dan jangan bersedih
Ya, kesedihan itu merusak jiwa dan mencegah saya sebagai
seorang muslim enggan melanjutkan perjalanan atau melakukan yang terbaik.
Prinsip saya, sebagai muslim saya harus mampu melewati ketidakbisaan dan
mencari perlindungan Allah SWT karena kegelisahan dan kesedihan tidak. Hal ini
juga dapat melemahkan hati, malas, dan ada dapat menyebabkan penurunan tekad
untuk maju dan bisa.
Jangan lemah (lawan musuhmu) dan juga jangan bersedih
[Quran 3: 139]. Jangan bersedih hati atas mereka dan jangan merasa tertekan
karena hal-hal yang mereka tancapkan [Quran 16: 127]. Rasulullah SAW berkata: “Dunia
ini bahkan tidak sepadan dengan sayap seekor nyamuk, mengapa harus berduka
untuk itu? Jangan bersedih, Allah beserta kita [ Quran 9:40].
2. Selalu ada solusi
Saat ketidakbisaan saya membaca dan mengingat huruf-huruf
Al Quran, panggilah Allah SWT dan berserulah untuknya. Di situ saya menemukan
kedamaian dan ketenangan jiwa. Kan sudah disebutkan juga, “Wahai orang beriman,
carilah bantuan dalam kesabaran dan doa [Quran 2: 153]. Saya telah tanamkan,
Allah SWT-lah satu-satunya tempat saya memohon dan meminta dan menjadi satu-satunya jalan
keluar. Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat [Quran 19: 65].
3. Tunjukkan kesabaran ketika menghadapi kesulitan
Kesabaran membantu saya
untuk memunculkan diri menjadi manusia yang lebih kuat. Dengan kesabaran
itu, saya mendapatkan kemenangan yang akhirnya bisa saya pelajari dan baca itu
Al Quran. Sejarah menjadi saksi untuk orang-orang yang hebat berlatar belakang
sulit, tetapi mereka berhasil karena kepercayaannya kepada Allah dan
kekuatanNYA. “Sesungguhnya, di balik
kesulitan ada kemudahan [Quran 94: 6].
Bahwa Allah SWT akan mencoba kita, dari sisi mana atau
bagian mana yang terbaik untuk kita dalam perbuatan [Quran 11: 7].
4. Selalu mengucap syukur kepada Allah SWT
Allah SWT itu membantu saya dari atas, bawah, dan dari
segala penjuru. Membuat saya sangat senang ketika saya membaca kitab suci itu
dalam keadaan tenang, damai, dan nyaman. Di situ, saya bisa mengkaji hal-hal lebih jauh. Membaca setiap
artinya dan mencoba menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, ayat-ayat
kitab suci yang berkaitan dengan rezeki dan nikmat Allah, sedikit banyak saya
mesti berbagi untuk yang lain. Jangan pernah menghitung-hitung nikmat Allah. “Dan
jika kalian menghitung rahmat Allah, tidak akan pernah dapat kalian hitung.
[Quran 14:34]
5. Mengkaji bersama-sama
Belajar kitab suci bersama-sama dengan ahlinya di masjid,
itu membuat saya semakin tahu keberadaan diri. Ada pengetahuan baru jika kita
mau mengkaji lebih dalam. Kebersamaan mengkaji kitab suci ini sebagai salah
satu yang membuat saya senang. Bisa bertemu orang-orang yang sepemahaman. Berbagi
informasi dan menjalin silaturahmi.
6. Ikhlas
Membaca kitab suci dalam keterpaksaan, tentunya tak ada
hasil yang diperoleh. Pastinya ga nyangkut-nyangkut di otak. Mesti ikhlas.
Belajar dan membaca kitab suci itu tidak ada maksud apa-apa, itu dilakukan
untuk Sang Pencipta. Keikhlasan membaca dan mengkaji kitab suci ini bukan ingin
dilihat orang banyak, juga ingin dibangga-banggakan ke hadapan orang, atau
ingin mendapat imbalan. Semua itu dilakukan hanya untuk Allah. Niatnya memang
untuk Allah, dan semua kembalikan ke Allah. Jadi, untuk saya, menyenangkan baca
kitab suci itu tanpa beban dan pamrih.
Jadi, kitab suci itu sebagai pedoman dan pegangan hidup,
apalagi saya sebagai muslim. Rasulullah bilang kan ya, “Aku tinggalkan dua
pusaka, yang apabila kalian pakai, akan selamat dunia akhirat”. Yang dimaksud
itu tadi Al Quran (kitab suci) dan Sunnah Rasulullah. Kitab suci kita kaji, dan
terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dari hal-hal tersebut, Insya Allah, kajian di kitab suci
bisa kita aplikasikan nyata di kehidupan. Banyak kan ya contohnya. Misalnya,
berbagi rezeki. Kalau saya punya prinsip, di dalam harta saya, itu ada harta
orang lain. Jadi, seberapa pun hasil yang saya dapat, ada hak orang lain meski
satu rupiah pun. Semoga, kitab suci yang saya baca tak sekadar saya baca tanpa
bisa menerapkannya dalam kehidupan nyata. Tetapi, sedapat mungkin saya terapkan
untuk kehidupan saya dan keluarga. Aamiin.