“If a child can’t learn the way we teach, maybe we should teach the way they learn.” — Ignacio Estrada
Kalau
ada yang bilang, “Anak itu hanya titipan”, itu kalimat perlu digarisbawahi dan
ditebalkan. Juga hampir seluruh orang tua di dunia bilang, bahwa anak itu harta
yang tak ternilai harganya. Benar! Tetapi, untuk saya, ada pengecualian. Anak
yang bagaimana yang menjadi “Titipan” dan “Tak Ternilai” itu?
Sepak
terjang fase kehidupan anak-anak Anda atau tumbuh kembang anak-anak Anda
ditentukan dari hunian tempat tinggal orang tuanya, dengan kata lain faktor
lingkungan memberi peran besar terhadap perkembangan tingkah laku, bagaimana
anak berkomunikasi, bergaul, bersemangat, termasuk juga menjadi kreatif.
Jangan heran,
tatkala anak-anak yang tinggal di pemukiman dengan orang tua yang berbicara
keras anak-anaknya pun suka membantah dan bicara keras. Pun sebaliknya,
anak-anak yang tinggal dan bermain sendiri dalam rumahnya cenderung menjadi
anak introvert (tidak bergaul).
Pernahkah
Anda melihat atau perhatikan anak-anak yang hidup dan besar di jalanan?
Perhatikan cara mereka bicara dan perilakunya. Boleh dibilang kasar. Ini bisa
jadi faktor didikan orang tua dan lingkungan yang membesarkannya. Jalanan sebagai
garis keras kehidupan anak-anak bukan tempat layak untuk tumbuh kembang menjadi
anak-anak yang tumbuh secara baik, namun bertolak belakang.
Tempat
tinggal memegang peranan penting dalam
kehidupan mereka. Selayaknyalah orang tua mencari, memilih, dan menetapkan
mereka dalam lingkungan yang “beradab” dengan pola asuh terkontrol. Dari lingkungan
tempat tinggalnyalah semua bermula. Kompleksitas tugas orang tua tidak bisa
diindahkan.Anda sebagai orang tua tidak saja membesarkan, tetapi bagaimana
mendidik mereka secara tepat.
Kalau
kedua orang tua punya cara tepat mendidik anak-anaknya, Insya Allah, anak-anak
hasil didikan itu tumbuh dan berkembang dengan masa depan yang lebih baik.
Norma kesopanan dari keluarga dan lingkungan yang membesarkannya pun dijunjung
tinggi.
Rumah
atau hunian menjadi tempat pertama anak-anak saya, kita, dan Anda dididik. Karakter
mereka terbentuk dari rumah. Karakter itu tercipta dari kedua orang tuanya. Desain
anak-anak itu hasil desain kedua orang tuanya. Apalagi, seumuran mereka adalah
masa-masa semua ditiru, ingin dicoba. Ya, mereka ingin menirukan segala hal
yang Anda, orang tua, dan saya lakukan.
Dalam proses
pengamatannya anak-anak mencerap, lantas mencoba menerapkan dalam kehidupan
dengan teman-temannya. Apapun yang keluar dari mulut kedua orang tuanya,
terserap dalam ingatannya. Apapun yang orang tuanya lakukan, semua diamati. Suatu
saat akan keluar kata-kata yang pernah Anda ucapkan padanya hasil dari meniru.
Juga melakukan perbuatan yang orang tuanya pernah lakukan.
Bicara tumbuh
kembang anak semakin seru dibahas lebih
lanjut. Sabtu (22/09/2018) bersama rekan-rekan Blogger BCC dan Familia Urban,
Hunian Asri Ramah Anak, saya menghadiri Parenting Talkshow bertemakan “Pengaruh
Tempat Tinggal Terhadap Tumbuh Kembang Anak” dan subtema: Lingkungan Buruk
Memicu Stress Pada Anak? Pada @Booth Timah Property Indonesian Properti Expo
2018 JCC Senayan, Jakarta.
Hadir
di tengah-tengah diskusi tersebut Psikolog Klinis Reynitta Poerwito,Bach. Of Psych.,
M.Psi Eka Hospital BSD, Zata Ligouw, Editor In Chief Lolamagz.id, serta Teguh
Suhanta, Manager Realty Familia Urban.
Membuat
anak menjadi anak berkualitas bukan perkara mudah. Banyak hal yang mesti orang
tua lakukan. Namun, banyak pula yang mesti orang tua pahami dan mengerti. Agar
orang tua tidak salah langkah mendidik dan anak-anak tumbuh dan berkembang
secara optimal, faktor tumbuh kembang anak menjadi perhatian lebih.
Zata Ligouw, salah satu narasumber di Familia Urban: Parenting Talkshow: Pengaruh Tempat Tinggal Terhadap Tumbuh Kembang Anak [Foto: Dok Pri] |
Zata
berbagi pengalaman ketika dulu orang tuanya pernah memilih tinggal di satu
pemukiman dekat bengkel, banyak polusi, dan berisik, anak-anak orang tuanya
sangat tidak nyaman. Secara fisik menurut Zata belum terlihat efeknya, tetapi
secara psikis hal itu membuat Zata tidak nyaman.
Kondisi
ini yang memutuskan kedua orang tuanya harus kembali mencari tempat tinggal
tidak seperti yang semula ditempati. Memilih tempat tinggal dengan tingkat
kenyamanan lebih, lingkungan baik, dikelilingi dengan kebun beragam buah yang
Zata sendiri bisa bermain puas dengan teman-temannya.
Ya,
menurut saya lingkungan yang tidak nyaman, kondisi banyak polusi, padat
penduduk, ditambah lagi orang-orang sekitar yang tidak ramah, menambah beban
hidup anak-anak Anda. Apalagi untuk mereka yang tinggal di kota besar seperti
Jakarta. Sepertinya, ruang bermain untuk
mereka pun sangat terbatas.
Pilihan
tepat orang tua Zata pindah dengan lingkungan yang mendukung seluruh aktivitas
anak-anak orang tuanya. Hal-hal seperti ini yang terkadang orang tua luput dari
perhatian karena mementingkan dan memaksakan kehendak. “Terpenting punya tempat
tinggal dulu”. Tidak seperti itu. Kenyamanan menjadi kunci utama anak-anak
bertumbuh dan bersosialiasi dengan sekitar.
Nah,
orang tua perlu belajar banyak mengenai perubahan sikap dan perilaku pada
anak-anaknya. Menurut Psikolog Klinis, Reynitta Poerwito, biasa disapa Rey,
masalah anak ini meliputi anak aktif dalam berpikir dan bertindak, anak cepat
bosan, sulit fokus, merusak barang-barang di rumah, bahkan sulit tidur atau
istirahat.
Oleh
Rey diungkap,”Lingkungan yang buruk memang dapat memengaruhi besar kecilnya
tekanan/stress yang dirasakan anak. Karena anak-anak banyak belajar dari
lingkungan sekitarnya dan perkembangan mental anak sangat dipengaruhi oleh
mendukung atau tidaknya lingkungan tempat anak tersebut tinggal.”
Apa penyebab sehingga anak-anak bermasalah seperti tersebut? Lebih jauh
diungkap Rey, tidak adanya fasilitas yang menunjang kecerdasan anak, orang tua
sibuk memahami kebutuhan mental anak, bahkan orang tua ingin hasil yang instant.
Hal-hal seperti inilah yang mestinya mulai disadari orang tua, bahwa anak-anak
berhak menuntut apa yang menjadi hak mereka.
Stres
pada anak ternyata tidak saja dari faktor lingkungan, tetapi juga dipengaruhi cara orang tua
mengasuh (pola asuh). Pola asuh yang tidak cocok dengan karakter anak, kondisi
lingkungan sekitar yang tidak mendukung kebutuhan fisik serta mental anak-anak,
dan masalah yang tidak teratasi dengan baik. Lebih lanjut dikatakan Rey
tanda-tanda seorang anak mengalami stress seperti tidak percaya diri, mudah
cemas, daya tangkap kurang, dan tidak seimbangnya penerimaan stimulus dan
reaksi emosi.
Hal ini
semua terkait dengan hormon kortisol anak, The Journal Pcychosomatic Medicinie
mengungkapkan, lingkungan buruk seperti sumpek, sedikit ruang terbuka hijau,
juga kualitas udara yang buruk meningkatkan kortisol pada anak. Kortisol ini
sejenis hormon yang dikeluarkan ketika seseorang menderita stress dengan besaran
hingga 75%. Diketahui pula, kortisol ternyata bisa menekan sistem kekebalan
tubuh seseorang, menaikkan tekanan dan gula darah, bahkan membuat seseorang
bisa menjadi gemuk.
Nah, hormon kortisol pada anak yang
sehat levelnya meningkat di pagi hari, lantas menurun secara bertahap di siang
dan malam hari. Anak-anak yang mengalami stress bisa jadi jumlah waktu bermain
di luar berpengaruh terhadap tinggi rendahnya stress pada mereka. Stress pada
anak-anak ini meliputi Anxiety, Depresi, Penyimpangan Perilaku, dan Gangguan
Psikotik.
Sudah
seharusnya, menciptakan lingkungan yang minim stress untuk anak penting banget.
Selain punya hunian yang menunjang anak untuk belajar dan bermain di luar,
orang tua juga perlu menciptakan lingkungan di dalam rumah yang minim stress, meliputi:
1.
Memberikan
waktu tidur yang cukup untuk anak-anak.
2.
Orang
tua menjadi rule model yang baik
3.
Membiasakan
untuk mengomunikasikan perasaan
4.
Mendukung
kebutuhan mentalnya, seimbangkan dengan ekspektasi
5.
Meluangkan
waktu untuk olahraga bersama-sama
6.
Memberikan
perhatian yang tidak terbagi
Menurut Teori Nativisme yang
dipelopori seorang ahli filsafat Schopenhauer, manusia lahir sudah membawa
potensi-potensi tertentu yang tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan.
Berdasarkan teorinya, taraf kecerdasan sudah ditentukan sejak anak dilahirkan.
Para ahli psikologi Loehlin, Lindzey dan Spuhler berpendapat bahwa taraf
intelegensi 75% – 80% merupakan faktor keturunan.
Nah, dalam paparannya, Rey
menyampaikan, ada tiga faktor penunjang
kecerdasan anak dari orang tua.
1.
Observasi
Mengamati
kegiatan dan memperkenalkan aktivitas yang dapat mengidentifikasi kecerdasan.
Di sini, orang tua mesti paham, kira-kira aktivitas yang cocok untuk anak-anak
itu seperti apa. Orang tua juga bisa melihat atau mengidentifikasi kecerdasan
anak dari cara anak memainkan aktivitas yang diberikan.
2.
Stimulasi
Memberikan
kesempatan pada anak untuk melakukan berbagai kegiatan yang disukainya. Biarkan
anak-anak bermain sepuasnya. Kasih kesempatan anak-anak untuk terus melakukan
kegiatan yang memang benar-benar disukai. Jangan pernah menghambat kebebasannya
untuk bereksplorasi dan merangsang seluruh
anggota tubuhnya.
3.
Evaluasi
Mengevaluasi
potensi dan kemampuan anak dari pencapaian yang diraihnya, serta
hambatan-hambatan yang ditemuinya selama proses pembelajaran.
Orang
perlu memberikan evaluasi kepada anaknya. Anak tidak dijejali dengan hal-hal
yang membuat dia bosan dan tidak suka, tetapi setelah diberikan ‘tugas” lihat,
apakah hasilnya sesuai dengan yang diharapkan atau justru anak-anak mengalami
kesusahan? Kembali lagi ke orang tuanya.
Bermain
di Luar Rumah Menambah Kreativitas
Tak bisa dipungkiri, melihat
perkembangan anak-anak dewasa ini, sudah sangat jarang terlihat mereka bermain
di luar ruangan bersama teman-temannya. Justru, gadget yang semakin mendekat
dengan diri mereka. Gerak fisik pun sudah sangat jarang dilakukan karena mereka
duduk di satu tempat saja tanpa bergerak. Pun begitu mereka kurang sosialisasi.
The American Academy of
Pediatrics menyebutkan, permainan
jasmani di lingkungan terbuka justru memberikan manfaat untuk kesehatan mental
dan perkembangan psikososial anak. Dalam laporannya pun University of Illinois
melaporkan, selama 30 menit anak berkegiatan di luar ruangan justru dapat
membantu anak dengan gangguan perhatian dan hiperaktivitas lebih berkonsentrasi
di sekolah dan tenang di rumah.
Nah… nah… ngaku hayo… siapa di antara
Anda--orang tua--yang melarang anak-anaknya bermain di luar rumah? Bermain di
luar ruangan/rumah justru memberikan anak-anak kita keleluasaan dalam berpikir.
Mereka tahu mengantisipasi keadaan dan bersikap terbuka dalam bertindak.
Ternyata
ya, anak-anak itu punya yang namanya kebutuhan dari tempat dia tinggal. Misalnya
nih, apakah lingkungan tempat dia tinggal sudah mendukung dan memenuhi
kebutuhannya dalam belajar dan mengeksplorasi, atau malah ruang geraknya
terbatas selama masa pertumbuhan. Sebagai orang tua, harus berpikir juga untuk
anak-anak kita belajar mengenal dunia luarnya. Oleh karenanya, hunian yang
memberikan ruang gerak secara luas untuk
anak-anak dalam mengeksplorasi banyak hal
sangat membantu mereka untuk mencapai tumbuh kembang optimal, seperti yang
disampaikan Reynitta.
Nah,
sama halnya dengan Zata, rumah tapak (landed house) jadi pertimbangan
pilihannya. Mengingat, ada banyak hal yang bisa ia lakukan bersama
anak-anaknya. Semisal jalan pagi, jemur baju, dan lainnya. “Untuk saya pribadi,
‘menapak di tanah’ bikin saya serasa hidup dan lebih aktif. Dari pengalaman
punya tiga orang anak yang sejak kecil sudah dibiasakan beraktivias fisik di
ruang terbuka (halaman dan taman), otomatis kemampuan motorik kasarnya
juga akan berkembang lebih cepat,”
tandasnya.
Menurut
Rey lingkungan punya peran terhadap tumbuh kembang anak, bisa positif juga
negatif. Lingkungan baik, tentunya akan menghasilkan anak-anak dengan tumbuh
kembang baik. Lingkungan buruk akan menghasilkan anak-anak dengan perilaku
buruk. Oleh karena itu, fungsi atau peran lingkungan dalam proses perkembangan
disebut sebagai faktor ajar. Nah, faktor ini yang memengaruhi perwujudan suatu
potensi secara baik atau tidak baik.
Jadi,
tugas orang tua, pengasuh, atau pendidik untuk menciptakan atau menyediakan
lingkungan positif agar dapat menujang perkembangan anak dan berusaha mengawasi
serta menghindari pengaruh negatif yang
dapat merusak sekaligus menghambat perkembangan potensi anak.
Biarkan
anak-anak Anda bermain di luar ruangan semau yang mereka inginkan. Hal ini
menurut Frontier in Psych dapat meningkatkan motivasi mereka dalam
belajar, membangun rasa percaya diri terutama dalam bersosialisasi, dan melatih
sensor motorik yang mereka miliki. Dan orang tua perlu tahu juga bahwa
anak-anak belajar dari semua kegiatan yang mereka lakukan. Perlu diingat untuk
Anda sebagai orang tua bahwa anak-anak melakukan segala sesuatu itu karena mereka
mau/ingin. Namun, menurut saya tetap dalam pengawasan.
Sebaiknya,
Anda sebagai orang tua tidak usah membatasi ruang gerak mereka dalam belajar,
di manapun itu (apalagi di dalam ruang
kelas). Wajar ya, anak-anak itu punya rasa ingin tahu yang sangat besar. Memang
dunianya.Ya, mereka baru hidup beberapa tahun saja dibandingkan kita orang tuanya. Dulunya juga kita sama seperti mereka, kan?
Nah,
hunian yang menunjang tumbuh kembang anak dan asri dipenuhi oleh Familia Urban,
salah satu kawasan hunian di Timur Jakarta. Familia Urban memberi jawaban atas
kebutuhan masyarakat. Lokasinya
strategis, dekat dengan tol Bekasi Timur dengan luas 176 hektar, pun tak
sekadar untuk hunian, lebih dari itu.
Familia
Urban ini memberikan hunian asri ramah anak yang sebenarnya dicari, mengapa?
Keluarga bisa menyatu dengan alam lho dengan ruang terbuka hijau yang
menyejukkan, ada juga jalur pedestrian aman, dan tempat tinggal yang punya
halaman untuk anak-anak melakukan aktivitas fisik juga bersosialisasi
antar-penghuni (lingkungan).
Konsep
yang diusung Familia Urban pun menyejukkan, yaitu “Green Spaces” dan “Walkable
Neighbourhood”. Maksud dari Green Spaces ini punya area hijau dengan beragam
fungsi, seperti untuk penghijauan area agar Familia Urban punya kualitas udara
baik. Sementara Walkable Neighbourhood diwakili karena banyaknya pedestrian dan
brand gang.
Melalui
kedua konsep itu penghuni bisa melakukan beragam kegiatan dengan jalan kaki dan
bisa bersosialisasi antara satu penghuni dengan penghuni lainnya. Hal ini
seperti yang Pak Teguh Suhanta selaku Manager Realtu Familia Urban sampaikan.
Nah,
bagian ini yang memang cocok banget untuk keluarga yang punya anak-anak. Hanya 28%
saja lho untuk kawasan tempat tinggal, sedangkan sisanya 11% untuk CDB, 5%
Ruko, 3% Fasum –Fasos, 11% Greenery, 9% Pond, 11% Main Boulevard dan jalan,
serta 22% kawasan. Rumah tapak atau landed house Familia Urban ini dikembangkan
oleh PT Timah Karya Persada Properti (Timah Properti) anak Timah (Persero) Tbk. Jadi, status tanahnya
sangat clear ya.
Untuk
yang mau ambil hunian di Familia Urban ga usah ragu or bimbang, harganya
terjangkau banget. Mulai 460 juta dan bisa diakses dari empat tol. “Hunian ini
bisa diakses melalui jalan tol Jatiasih, Bekasi Timur, Bekasi Barat, dan Tambun”,
ucap Pak Teguh.
Nah,
Timah Properti, selain mengembangkan Familia Urban juga punya hunian lain,
yaitu Payon Ponca-Pondok Cabe, Cirendeu; Payon Kaladia-Kelapa Dua, Depok, dan
kawasan Industri Berikat Yogyakarta (dalam rencana). So, untuk Anda yang tak
ingin ketinggalan informasi mengenai Timah Properti, mumpung masih digelar nih Indonesia Properti Expo 2018 dari
tanggal 22-28 September 2018. Timah Properti ambil bagian dalam pameran ini,
tempatnya di Hall B, No. 39-40 JCC, Senayan Jakarta. Jangan sampe kehabisan
gaes.
“A child can ask a thousand questions that the wisest man cannot answer.” — Jacob Abbott
“A child can ask a thousand questions that the wisest man cannot answer.” — Jacob Abbott
Jadi,jangan lupa bahagai ya orang tua bersama anak-anak Anda.