Monday, December 1, 2014

Bulan di Ranting Cemara

Saat senja mulai melepas, suasana remang-remang mulai melingkar langit. Seandainya duduk berdua dengannya semua jadi tak berasa. Tak terasa, rinduku mulai bangkit. Menggelepar bak sayap merpati kecil yang baru belajar terbang.

Ketika alam mulai berjanji untuk mempertemukan aku dan dirinya di malam itu, aku sudah membayangkan, diterangi di bawah sinar rembulan. Sabda alam terkadang membawa suka pula duka. Rinduku yang teramat, semakin menyengat. Aku melihat, ada bulan bundar sempurna yang menyembul dari balik ranting cemara.

Rindu yang kurasakan makin membara. Riak-riak kecil tirta pantai seolah bercakap-cakap mengajak diriku untuk bersamanya. Canda ria gemerisik Kelomang berlalu lalang di atas butiran silika pantai seolah memberi tanda padaku untuk segera bertemu dengannya. Jujur, aku ingin dia ada di sisiku.

Malam mulai menyinggah semakin pekat. Perlahan-lahan purnama mulai menggantung. Kartika bertebaran tak terhitung jumlahnya. Gravitasi bumi tak mampu menarik menjatuhkan satu dari miliran mereka ke dalam pelukanku. Saat esok hari setelah dirinya kembali, mungkin saja aku akan