Friday, November 25, 2016

Disabilitas Tak Ingin Ditindas

Disabilitas sebagai bentuk ketidakmampuan yang menggambarkan adanya hambatan dalam diri seseorang untuk dapat berpartisipasi secara penuh dalam masyarakat. Orang-orang dengan disabilitas justru akan mengembangkan kemampuannya dengan cara lain. Jadi, salah jika memandang mereka sebelah mata. Tuhan telah memberikan anugerah terindah yang dimiliki setiap orang. Tinggal bagaimana caranya dia memanfaatkan anugerah tersebut.

Disabilitas pun mampu melakukan seperti orang normal lainnya
Foto: Dok. http://cpccorkaccountants.com
Peran keluarga sangat penting untuk keberlangsungan kehidupan mereka kelak. Oleh karena itu,  penyediaan bantuan profesional atau informasi yang terpercaya dan mudah diakses untuk membantu keluarga disabilitas dalam mengambil keputusan yang tepat tanpa buang waktu percuma sangatlah penting.

Membantu keluarga untuk mendapatkan dukungan kelompok agar belajar dari orang tua lainnya mengenai anak yang memiliki kebutuhan khusus sangat dianjurkan. Penyediaan tempat belajar dan bermain yang bersifat inklusif sehingga anak dengan disabilitas terbiasa bergaul dengan anak-anak lainnya.

Sesungguhnya, pemerintah sudah jauh-jauh hari sejak merdeka berupaya meningkatkan pemahaman dan kesadaran bahwa disabilitas sejajar dan sama dengan masyarakat lainnya. Mereka berhak memperoleh pelayanan publik, pendidikan, pekerjaan, dan tidak boleh ada stigma dan diskriminasi.

Kembali lagi kepada disabilitas itu sendiri sebagai bentuk keterbatasan atau kekurangan kemampuan untuk melakukan aktivitas dalam lingkup wajar bagi manusia yang diakibatkan oleh impairment. Adanya kehilangan atau ketidaknormalan kondisi psikologis, fisiologis, atau struktur anatomi atau fungsi dari seseorang.
Tarian persembahan dari Santi Rama dan YPAC
Foto: Dok. Pribadi
Dalam hal ini pemerintah dengan masyarakat melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan akses penyandang disabilitas pada pelayanan kesehatan yang komprehensif dan bermutu, termasuk pelayan publik lainnya. Hal itu diperkuat dengan penanggulangan penyakit untuk mencegah terjadinya gangguan fungsional dan disabilitas lanjut. Oleh karenanya, perlu mengupayakan promotif-preventif serta meningkatkan upaya kuratif-rehabilitatif penderita.

Kecacatan sebagai bentuk  hambatan dalam individu yang diakibatkan oleh hendaya dan disabilitas, yang membatasi terhadap pemenuhan peran wajar seseorang sesuai faktor umur, seks, sosial, dan budaya menjadi pekerjaan rumah bersama, khususnya Kementerian Kesehatan.

Oleh karenanya, seorang penyandang disabilitas, perlu mendapat penanganan rehabilitasi bersumberdaya masyarakat (RBM). RBM sebagai bentuk strategi dalam pembangunan masyarakat agar lebih berperan aktif untuk mengupayakan deteksi dan mengatasi masalah kecacatan melalui rehabilitasi, persamaan kesempatan, integrasi sosial dari seluruh individu difabel dalam aspek kehidupan dan penghidupan mereka.

RBM menjadi upaya rehabilitasi sederhana dan pencegahan kecacatan yang dilakukan di dalam keluarga dan masyarakat melalui perubahan perilaku individu difabel. Keluarga dan masyarakat lebih berperan aktif secara optimal untuk membuat penyandang disabilitas lebih mandiri, termasuk menggunakan sumber daya dan sumber dana yang ada di dalam masyarakat.

Apa yang disampaikan Menkes bahwa upayan kesehatan komprehensif dan bermutu itu, baik promotif, preventif, kuratif, juga rehabilitatif bagi penyandang disabilitas memiliki tujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan para penyadnang disabilitas yang sangat tinggi. Tujuan itu dapat dilakukan jika upaya  pemerintah dilakukan bersama masyarakat, akademisi, organisasi profesi, organisasi keagamaan, organisasi kemasyarakatan, swasta, dan dunia usaha.

Individu disabilitas harus mengambil peran dalam pengambilan keputusan di semua lini. Karena main goal –nya adalah terjadi peningkatan kualitas hidup disabilitas itu sendiri, maka RBM harus  fokus untuk menghapus stigma jelek dan meningkatkan partisipasi masyarakat, membuat lingkungan  dan sistem layanan yang mudah dijangkau serta mendukung semua keperluan khususnya.

“Upaya pemerintah meningkatkan aksesibilitas pelayanan kesehatan dan rehabilitasi bersumber daya masyarakat pada penyandang disabilitas perlu dukungan dari seluruh pihak pemerintah dan lapisan masyarakat,” ucap Menkes.

Pengalaman Panji Surya Putra (Surya Sahetapy) sebagai penyandang disabilitas tak menyurutkan langkahnya untuk maju dan mandiri. Pada dasarnya, semua sama. Atas apa yang dilakukannya memang perlu dukungan keluarga. Mulanya, akses bahasa isyarat agak sulit diterima keluarga, “Dulu, orang tua saya tidak menerima saya menggunakan bahasa Isyarat, tapi kini justru mendukung”, ucapnya.

Panji Surya Putra (Surya Sahetapy), salah seorang penyandang disabilitas
Foto: Dok. Pribadi
Untuk menumbuhkan kepercayaan diri, dirinya harus bertemu orang. Itu melatih dan membantu dalam berkomunikasi. Berorganisasi sebagai salah satu contoh agar kekurangan yang ada dalam diri dapat diterima oleh orang lain.

“Saya masuk TK normal selama tiga tahun, tapi apa yang saya peroleh? Tidak ada. Begitu pun di sekolah dasar biasa. Saya sekolah di SD selama delapan tahun, tapi tidak memperoleh apa-apa. Akhirnya, saya memilih untuk home schooling. Enak, gurunya satu untuk satu orang. Saya juga bisa lebih banyak bicara kepada guru saya itu,” tutur Surya panjang lebar.

Kebanggaan diri terhadap identitas itu diperlukan. Terkadang orang merasa minder dengan kekurangan yang dimiliki. Disabilitas bisa sama dengan yang lain-lainnya. Tak perlu malu mengakui apa yang  menjadi kekurangan diri. Teks bahasa Indonesia yang diperolehnya dalam mengais ilmu menjadi pembelajaran berharga. Dan terpenting, pendidikan menjadi nomor satu.”Pendidikan menjadi investasi nomor satu untuk hidup saya” jelas Surya.

Sebagaimana kita ketahui, berdasarkan data WHO tahun 2010 lebih dari satu miliar masyarakat dunia sebagai penyandang disabilitas. Lima belas dari setiap 100 orang di dunia sebagai penyandang disabilitas. Diperkirakan 50% penyandang disabilitas tidak mampu membiayai pelayanan kesehatannya sendiri. Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi disabilitas pada penduduk yang berusia lebih dari sama dengan 15 mencapai angka 17%.

Upaya penanggulan gangguan fungsional dapat dilakukan melalui pencegahan, pengendalian, dan penanganan. Promosi kesehatan harus terus dilakukan, kasus-kasus harus ditemukan, termasuk tata laksana dini, penguatan akses pelayanan kesehatan, tata laksana kasus komprehensif, juga rehabilitasi.

Untuk itu, di masa mendatang pemerintah perlu berusaha memastikan seluruh pelayanan kesehatan terjangkau untuk penyandang disabilitas dengan menghilangkan setiap hambatan masyarakat untuk menjangkau faskes, melatih tenaga kesehatan agar dapat memahami masalah disabilitas termasuk hak penyandang disabilitas, juga melakukan investasi pada pelayanan khusus seperti rehabilitasi.  


“Disability is NOT inability…”