Friday, January 12, 2018

Dari Buaian, Negeri China, hingga Liang Lahat



Saya, Anda, Kamu, dan Kita akan terus belajar [Foto: Dok https://cdn.drawception.com]

Saya yakin, di antara kita pernah disuruh belajar oleh orang tua kita hingga dipaksa-paksa. Orang tua saking kesalnya sampai-sampai pegangi rotan atau kayu panjang agar kita mau belajar. Hal itu dilakukan ortu tak lain agar anak-anaknya punya bekal untuk masa depan. Tak salah sih. Orang tua mana yang tak ingin anaknya jadi pandai karena belajar. 

Mungkin nih ya (IMHO), orang tua punya cara tersendiri agar anaknya mau mengikuti kata-katanya. Terkadang yang jadi anak mungkin salah terima hingga bentak-bentak ortunya. Hal-hal  seperti inilah yang perlu dikomunikasikan dua arah, orang tua dengan caranya dan anak pun dengan caranya pula. 

Masing-masing punya argue. Sudah semestinya orang tua memberikan semacam stimulasi untuk meningkatkan diri sang anak untuk terus belajar. Jadi, tidak memaksa anak untuk belajar. Cara anak belajar itu berbeda-beda dan tidak bisa disamakan satu dengan yang lain. 

Saya pun dulu begitu. Belajar untuk saya bukan tugas. Belajar itu banyak hal. Bisa saja saya haru menghapal fakta atau hanya memahami dasar-dasarnya saja. Bisa juga saya hanya memerlukan basis konseptual yang relatif luas atau hanya keterampilan. Untuk menambah variasi lebih dalam belajar, setiap orang punya gaya dan preferensi belajar yang berbeda-beda. 

Tidak ada alat yang tepat untuk hal ini. Nah, makanya saya pribadi perlu menguasai konsep pembelajaran khusus untuk saya. Atau saya sebut dengan kategori pembelajaran, pencapaian konsep, dan pembinaan konsep. Sebagai mana yang dibuat oleh Bruner, Goodnow, & Austin (1967) sebagai “Pencarian dan daftar atribut yang dipakai untuk membedakan contoh dari beragam kategori.

Nah, lebih sederhananya lagi konsep itu sebagai kategori mental yang membantu  kita membuat klasifikasi objek, kejadian, atau gagasan, membangun pemahaman bahwa setiap objek, acara, atau gagasan punya seperangkat fitur relevan yang sama. 

Dengan begitu, pembelajaran konsep sebagai strategi yang mengharuskan pembelajar membandingkan dan membedakan kelompok atau kategori yang mengandung fitur sesuai konsep dengan kelompok atau kategori yang tidak mengandung fitur yang sesuai dengan konsep pula.

Konsep ini juga mengacu pada tugas belajar, ketika pembelajar manusia dilatih untuk mengklasifikasi objek dengan ditunjukkannya seperangkat benda (contoh) beserta label kelas mereka. Sebagai pembelajar menyederhanakan apa yang sudah diamati dengan mengkondensasinya dalam bentuk  contoh. 

Versi sederhana dari apa yang telah dipelajari kemudian diaplikasikan untuk dijadikan contoh masa depan. Pembelajaran konsep mungkin sederhana, bisa jadi juga rumit karena pembelajaran itu berlangsung di banyak bidang. Jika satu konsep sulit, kecil kemungkinan pembelajar akan dapat menyederhanakannya. Oleh karena itu akan cenderung untuk belajar. 

Dalam bahasa sehari-hari, tugasnya dikenal sebagai belajar (pembelajaran dari contoh). Sebagian besar teori pembelajaran konsep didasarkan pada contoh dan dan menghindari summarization atau abstraksi terbuka dalam bentuk apa pun.

Sejak dari dalam kandungan kita sudah belajar. Bagaimana seorang calon bayi belajar menghisap, jungkir balik dalam rahim, belajar menendang, dan sebagainya. Ya, otak calon bayi atau bayi itu merupakan tabula rasa yang mengumpulkan ragam informasi. Seiring kelahirannya ke dunia, perkembangan otaknya semakin luas dan cerdas, lama kelamaan dapat melakukan aktivitas yang sebelumnya tak dapat dilakukan. Dari mulanya melihat lantas meniru dan mencoba. 
 
Kapan dan di manapun, kita tetap belajar [Foto: Dok https://data.whicdn.com]
Belajar itu kita lakukan sejak dari dalam buaian hingga ke liang lahat. Pepatah pun mengatakan, “Tuntutlah ilmu hingga ke negeri China.” Kenapa China? 

Nah, sesungguhnya, maksud pepatah itu adalah tidak untuk belajar Al Quran ke China, tetapi kita belajar bagaimana mempraktikkan cara-cara bersyukur untuk karunia juga rezeki yang diberikan Allah SWT kepada manusia menurut agama Islam sesuai petunjuk yang ada di dalam Al Quran.

Belajar bisa di mana dan kapan saja. Metode belajar dulu dengan sekarang sudah sangat jauh berbeda. Dulu, belajar masih dipaksa-paksa juga secara konvensional. Kini, belajar lebih canggih, berbagai tempat dari lorong/gang sempit hingga café elit bisa dijadikan tempat belajar. Belajar pun tak kenal usia. Mau berapapun usia Anda, belajar tetap dilakukan. 

Belajar sekarang itu lebih mudah dan jauh lebih simpel. Jadi, tak ada unsur paksaan pun belajar bisa dilakukan. Beberapa di bawah ini, mungkin bisa menjadi pelecut untuk kita memegang konsep belajar dan belajar seperti apa yang kita inginkan agar tetap senang.  

1) Visualisasi
Idenya di sini adalah kita ingin memasukkan informasi abstrak ke dalam gambar. Jika kita sedang berjuang untuk memahami sebuah konsep, visualisasi menjadi teknik yang bagus untuk memulai belajar.

2) Hapalan Rote
Metode ini saat SMA pernah saya lakukan, tapi terkadang dibutuhkan kerja keras. Menghapal itu  melibatkan percampuran informasi ke otak kita dengan cara mengulang terus-menerus.

3) Interlinking
Mengambil dua gagasan dan tanyakan pada diri kita bagaimana gagasan itu saling berhubungan. Mereka bisa menjadi ide dalam bidang tertentu (jalan pintas) atau di antara dua bidang yang berbeda (jalur bebas). Dengan melakukan ini, kita membuat peta jalan untuk bepergian di antara beragam informasi di otak kita. 

4) Metafora
Mengambil ide yang lebih kompleks dan membandingkannya dengan yang lebih sederhana. Ketia seorang belajar pemrograman komputer, dia merasa terbantu melihat fungsi seperti rautan pensil. Parameternya adalah pensil kusam, di dalam prosesnya, pensil kusam dipertajam dan mengembalikan menjadi pensil tajam. Metafora punya keterbatasan.

5) Diagram
Saat SMA, saya suka menggunakan diagram untuk menyortir potongan informasi yang luas. 

6) Catat apa yang didengar dan dikatakan
Kebanyakan orang mencatat secara linier, menulis satu pernyataan setelahnya. Mencatat apa yang didengar mungkin terlihat kurang terorganisir, namun melibatkan kita untuk menarik koneksi antara gagasan dan tulisan ke segala arah dalam satu halaman. Ingatlah pokok bahasannya adalah untuk mendorong belajar, tidak hanya mencatat apa yang dikatakan.

7) Akronim
Sedikit lebih efisien daripada menghapal dengan menggunakan mnemonik. Akronim menyederhanakan informasi. Ketika saya dulu belajar kimia dari golongan II, saya menghapal dengan cara akronim atau jembatan keledai. Juga membuat kalimat dari unsur, seperti Heboh (He) Negara (Ne) Argentina (Ar) Karena (Kr) Serangan (Se) Radon (Rd).

8) Metode Tautan
Ini adalah teknik mengingat yang sudah lebih maju dalam proses belajar saya. Tapi butuh waktu lebih lama untuk menyiapkannya juga perlu latihan jika kita ingin melakukannya dengan cepat. Ide dasarnya adalah bahwa kita menghubungkan dua gagasan bersama-sama dengan membentuk gambar aneh yang melibatkan keduanya.

Kalau sekarang saya menghapal daftar belanjaan seperti kol, kentang, wortel, apel, susu, dan kacang-kacangan, tujuan saya menciptakan dua gambar yang menghubungkan apel dengan susu dan susu ke kacang. Yang pertama bisa jadi gambar apel raksasa yang memerah susu sapi. Yang kedua bisa jadi wadah susu yang dituang kacang panggang.

9) Metode Peg
Variasi dari metode link yang satu ini membantu kita menghapal angka. Alih-alih menghubungkan dua gambar bersama-sama, kita menggunakan sistem fonetik untuk mengingat semua digitnya. Dari situ kita membuat kata-kata dan kalimat pendek untuk menyandikan nomor. 

10) Zoom dan Cek
Skim melalui materi apapun yang harus kita pelajari. Tujuan kita bukan untuk mempelajari informasi tapi untuk memperhatikan apa yang belum kita ketahui. Jika lebih dari satu atau dua gagasan muncul dalam sebuah bab, kita mungkin harus berhenti dan kembali.

Sepuluh hal ini yang pernah saya coba terapkan dalam proses belajar saya selama ini. Masih ada beberapa lainnya lagi, nanti akan saya bagi lagi untuk kalian semua.
 
Sakit belajar hanya sementara, tetapi sakit karena ketidaktahuan itu akan berlangsung selamanya [Foto: Dok https://previews.123rf.com]
Bicara apa yang ingin ditingkatkan dan dipelajari di 2018 ini, tentunya banyak. Akan tetapi, saya tetap fokus pada satu pilihan untuk terus  tingkatkan dan perdalam, yaitu kulinari. Alhamdulillah, awal 2018 ini ada salah satu tempat makan (Resto) yang telah bersedia menerima saya magang berapa lama pun yang saya inginkan. Semoga ini menjadi cambuk untuk saya terus belajar dan tak pernah berhenti belajar. Dan harapan-harapan doa saya perlahan-lahan dijawab oleh Allah SWT, dilancarkan dan dimudahkan. Alhamdulillah. Semoga!  

"Ilmu dunia-akhirat, wajib dituntut dipelajari."

Traveling Sekaligus Ibadah, Kenapa Tidak?


Danau Beratan, Ulun Danu Bedugul Bali [Foto: Dok Pri]

Yang namanya traveling itu capek tapi mengasyikan. Meski capek, tapi terbayar dengan hal-hal yang diinginkan. Membayangkan keluar negeri untuk bersenang-senang saja tidak pernah. Eeh, tetiba ada tawaran untuk keluar negeri yang semuanya ditanggung. Siapa yang ga loncat-loncat kegirangan. Tentunya ngucap Alhamdulillah dulu sebelumnya, donk.
 
Gerbang menuju Pantai Pandawa, Bali [Foto: Dok Pri]
Traveling bagi saya tak sekadar traveling. Akan tetapi, ada nilai, kearifan, dan pelajaran yang mesti saya ambil. Indonesia saja tak cukup satu dua hari untuk dikunjungi. Apalagi keluar dari Indonesia. Ya, kalau ada kesempatan untuk traveling keluar negeri, kenapa tidak dilakukan.
 
Salah satu tempat menginap [Foto: Dok Pri]
Traveling, untuk saya sama seperti membolak-balikin lembaran buku (= baca buku tepatnya). Setiap jejak langkah saya memberi waktu untuk berpikir, memberi ide, mengamati dan belajar hal-hal baru termasuk budaya, kuliner, bahkan sejarah. 
 
Menapaki Ulun Danu Beratan [Foto: Dok Pri]
Hal itu memberi begitu banyak waktu untuk melakukan introspeksi dan memahami bagaimana hal-hal tertentu dapat saya lakukan untuk hari-hari berikutnya. Saya seperti memperoleh standar dalam kehidupan. Inspirasi untuk hidup lebih baik atau mungkin senang dapat menjalani kehidupan yang lebih baik, dan merasakan kembali apa yang orang-orang perlukan. 
 
Bersama Si Kecil di Pantai Pandawa [Foto: Dok Pri]
Traveling itu penting lho guys. Kenapa penting? Di Traveling itulah kita bisa menemukan hal baru. Kita akan bertemu dengan orang-orang dari budaya yang berbeda. Kita akan melihat bagaimana kehidupan mereka sehari-hari.

Bertemu keluarga baru, Julian Cortezs (San Fransisco-Perancis) saat di Bali yang hingga hari ini masih terus berkomunikasi [Foto: Dok Pri]

Komunikasi secara langsung dapat kita lakukan dan bertanya tentang banyak hal. Mungkin inilah yang disebut pembagian budaya, menemukan budaya baru. Hal ini dapat membantu dan memperluas wawasan dan pikiran kita.
 
Coba kuliner baru super jumbo, Bali (Gurame saus mangga) [Foto: Dok Pri]

Ayam Kopi [Foto: Dok Pri]

Mie Seafood yang rasanya aduhai [Foto: Dok Pri]

Salah satu keuntungan traveling itu juga kita bisa tahu banyak tentang kuliner daerah/negeri setempat. Bahkan menemukan masakan baru. Siapa coba yang tak suka sama makanan? Tentunya, kalau kita mampir ke resto di daerah setempat, bisa ngobrol-ngobrol sama Chef-nya, bagaimana dia membuat makanan itu. Bisa jadi kita bertanya tentang resep dan bahan. Hal ini tentunya menakjubkan. Kalau tidak melakukan traveling, mustahil bisa mencicipi langsung menu makanan khas dari daerah tersebut. 
 
Melepas penat di Pandawa [Foto: Dok Pri]

Ketenangan itu hadir di Ulun Danu, super cantik [Foto: Dok Pri]

Menjejak di tepian Tanah Lot [Foto: Dok Pri]

Pergi traveling itu benar-benar  mengasyikan. Kita akan menjumpai orang baru bahkan mengajaknya bercakap-cakap. Bisa jadi, saat traveling ketemu jodoh, who knows, kan? Kalau pun belum ketemu yang spesial, minimal ada kriteria yang dicari. Mendapati teman baru saat traveling akan membantu kita dalam belajar banyak hal juga budaya baru.

Traveling membebaskan diri dari rutinitas sehari-hari. Tubuh kita punya hak untuk bersenang-senang, bukan? Kita perlu istirahat sejenak. Menyegarkan pikiran dengan mengunjungi beberapa tempat yang sebelum tidak pernah disambangi. Dengan begitu, kita akan kembali memperoleh energi baru. Tinggalkan ponsel sejenak di rumah. Ambil kamera dan temukan hal-hal baru yang bisa dibuat cerita di blog pribadi kita.
 
Sabina & Krishna merupakan teman lama saya di Jakarta yang kini menetap di Bali. Komunikasi kami tak pernah putus, meski sekadar say hello. Mereka berdua sebagai pasangan suami-istri. [Foto: Dok Pri]
Salah satu cara menghadapi ketakutan dengan traveling. Traveling menghadapi rasa takut bisa kita lakukan dengan bermain arung jeram, menyelam, juga kano. Bahkan, untuk menguji seberapa besar kadar ketakutan kita, bungee jumping bisa jadi solusi, atau sky dive bahkan giant swing… hahaha. Mencoba semua hal tak ada salahnya lho.  

Traveling itu membangun kenangan. Ya, perjalanan yang kita lakukan akan memberi kita beberapa catatan kenangan indah yang mungkin sulit untuk dilupakan. Mungkin, di saat usia menapaki 60 tahun (semoga masih diberikan umur), kita bisa bercerita kepada anak-anak tentang perjalanan yang kita lakukan. Memperlihatkan pada mereka foto-foto indah kita. Tanpa traveling, ingatan seperti itu tidak akan pernah terbangun.

Akhir traveling saya tak muluk-muluk. Bagaimana bepergian saya bisa meningkatkan status perbaikan ketaatan ibadah kepada Allah SWT. Ada keseimbangan kehidupan dunia dan akhirat yang sudah seharusnya saya tancapkan dalam diri. Satu tujuan saya, traveling sekaligus ibadah ke rumah Allah SWT yang dibangun Nabi Ibrahim as. Ya, rencana mengunjungi Kakbah untuk umrah, beribadah khusyuk. 
 
Inilah akhir dari semuanya, semoga terwujud [Foto: Dok http://cdn2.tstatic.net]
Berkeluh kesah di depan kabah mohon ampunan kepadaNYA. Oleh karenanya, menabung sedikit  demi sedikit untuk mewujudkan, tak lebih tak kurang. Niat ini sudah saya tanamkan jauh-jauh hari dengan terus menyisihkan pendapatan. Insya Allah, niat baik dan benar dengan doa dan usaha di-ijabah Allah SWT.



#ODOPJanuari2018 #13Januari #Day4