Thursday, May 19, 2016

How Do We Make A Good Communication

Elisa Koraag menyampaikan materi "Komunikasi yang Baik Meningkatkan Percaya Diri"
untuk Komunitas Tau Dari Blogger
Foto: Dok. TDB
"Proses komunikasi itu lahir karena ada kesepakatan".

Saat kita masih dalam bentuk janin yang belum ditiupkan ruh sekalipun ke dalamnya, Sang Ibu telah bertutur kepada calon bayinya. Artinya, komunikasi itu dibangun sudah dari awal sebelum kita mampu berbicara atau mengungkapkan dalam bentuk kata-kata. Ya, komunikasi menjadi bagian yang sangat berperan penting sebagai bentuk keterampilan yang dimiliki setiap orang.

Menurut KBBI, komunikasi  sebagai bentuk pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami; hubungan; kontak; atau ada perhubungan.

Komunikasi dibagi menjadi beberapa bagian, antara lain, komunikasi dua arah, komunikasi yang komunikan dan komunikatornya dalam satu saat bergantian memberikan informasi. Komuniaksi formal, komunikasi yang memperhitungkan tingkat ketepatan, keringkasan, dan kecepatan komunikasi. Komunikasi massa, penyeberan informasi yang dilakukan oleh suatu kelompok sosial tertentu kepada pendengar atau khalayak yang heterogen serta tersebar di mana-mana, serta komunikasi sosial yaitu komunikasi antarkelompok sosial dalam sebuah masyarakat.

Komunikasi yang dilakukan seseorang dengan orang lain, itu sebagai satu keterampilan. Keterampilan yang seperti apa? Keterampilan yang memiliki intelegensia. Intelegensia komunikasi sebagai salah satu bentuk dari kecerdasan beraksara. Menurut saya, seseorang yang tak dapat membaca (buta aksara) sekalipun mampu berkomunikasi, akan tetapi mungkin dari sisi intelegensia, penyampaian atau keberaksaraan yang digunakan tidak/kurang sistematis.  

 Seseorang yang membangun komunikasi, menurut Elisa Koraag, harus memiliki intelegensia. Menurutnya juga, agar terampil dalam berkomunikasi ada tiga hal penting yang harus diperhatikan bahkan ditanamkan dalam diri seseorang, yaitu:

1.       Rasa percaya diri
2.       Punya kemampuan berbicara
3.       Selalu update informasi

Orang yang tidak memiliki rasa percaya diri untuk bicara, tentu akan merasa malu bahkan minder dan enggan berkomunikasi. Dia merasa rendah diri bahkan beranggapan dan berkecamuk dalam pikiran, “mampu tidak, mampu tidak”, hal itu yang ditancapkan dalam benak. Alhasil, yang keluar adalah rasa ketidakmampuan.
Gita Siwi dalam paparannya lebih kepada Praktik Komunikasi
Foto: Dok. TDB
“Gestur tubuh seseorang dalam berbicara, itu sebagai pembangun kepercayaan diri”, tutur Gita Siwi.

Kemampuan bicara seseorang berbeda dengan orang lain. Sebagai contoh, Soekarno dijuluki Bapak Orator Indonesia, mengapa? Itu terkait kemampuannya dalam berkomunikasi, bertutur secara runut/sistematis tanpa menggunakan teks sekalipun. Beliau mampu berbicara berjam-jam di depan rakyatnya dengan kalimat-kalimat verbal yang sangat produktif dan membangkitkan semangat. Artinya, itulah kemampuan intelegensia dan keberaksaraan yang dimiliki Soekarno dalam berkomunikasi.
Praktik Komunikasi, ternyata perlu latihan secara kontinu.
Foto: Dok. TDB
Untuk dapat berkomunikasi secara lancar dan gamblang, mustahil seseorang tidak mengikuti perkembangan berita. Jika kita berkumpul dengan teman-teman atau lingkungan sosial, si A dan si B bicara topic X, tetapi si C planga plongo bahkan seolah mencari tahu, “Eh, si A dan si B bicara apa sih?”. Apa artinya? Si C tidak mengikuti perkembangan berita atau informasi yang sedang dibicarakan A dan B. C tidak kekinian terhadap berita yang sedang terjadi.

Oleh karena itu, apabila ketiga hal tersebut atau salah satunya tidak ada, seseorang tidak akan mampu (atau mampu tetapi “pincang”) dan kurang terampil untuk melakukan komunikasi.  
Untuk membangun sebuah komunikasi harus ada elemen-elemen berikut:

1.       Komunikator, orang yang akan menyampaikan atau memberi pesan
2.       Pesan, informasi yang akan disampaikan kepada penerima
3.       Media, sarana atau tempat komunikasi
4.       Komunikan, orang-orang yang berkepentingan yang akan menerima pesan
5.       Umpan balik, tanggapan dari komunikan mengenai pesan yang diterima

“Komunikasi itu lakukan dengan ketulusan”, ucap Gita Siwi.

Sebagai contoh, ketika kita bicara kepada anak kita atau anak-anak kecil yang ada di lingkungan sekitar, tentu tidak akan keluar kata-kata kasar. Justru yang keluar kata-kata dengan kalimat menghibur, lemah lembut, penuh penekanan yang membuat mereka (anak-anak) merasa dekat dan dilindungi. Ini menunjukkan ketulusan kita kepada lawan bicara (anak). Kita tulus melakukannya. Bahkan tulus dan setia mendengar setiap celotehan mereka.

Semua itu perlu berlatih dan dengan teknik yang benar. Sama halnya seperti kita melakukan warming up (pemanasan) menjelang olahraga, vokal (vocalizing) seseorang ketika berkomunikasi perlu dilatih dengan teknik-teknik tertentu.

“Latihan yang dilakukan secara berkesinambungan dalam berkomunikasi  akan membuat kita dapat menguasai pendengar atau audiens. Semakin sering kita tampil di hadapan orang banyak semakin tumbuh rasa percaya diri kita”, jelas Gita Siwi dalam paparannya mengenai “Komunikasi yang Baik Meningkatkan Rasa Percaya Diri” kepada teman-teman Tau Dari Blogger di Gedung Sapta Pesona Kementerian Pariwisata RI (11/5/2016).

Sementara, Kepala Biro Hukum dan Komunikasi, Bapak Muhammad Iqbal Alamsyah mendukung sepenuhnya untuk kegiatan yang dilakukan Komunitas Tau Dari Blogger ini. Juga dapat bersinergi dalam melakukan kegiatan penulisan mengenai pariwisata di Indonesia.
Kepala Biro Hukum dan Komunikasi Kemenpar RI, Bapak Iqbal Alamsyah.
Foto:Dok.TDB

Teman-teman Tau Dari Blogger, bangunlah komunikasi secara baik, benar, dan efektif dari sekarang, karena di balik itu semua banyak kebermanfaatan yang dapat dipetik.

Teman-teman Komunitas Tau Dari Blogger berfoto bersama dengan narasumber
Foto:Dok.TDB

#Tau Dari Blogger