Wednesday, January 6, 2016

JAMBI: TANAH PILIH PESAKO BETUAH


“Lain lubuk lain ikan, lain padang lain belalang”. Kiranya, peribahasa itu tepat menggambarkan keberagaman wilayah negeri tercinta ini, salah satunya Tanah Pilih Pesako Betuah. Anda tentu penasaran kan, apa dan siapa  Tanah Pilih Pesako Betuah tersebut?

Frasa “Tanah Pilih Pesako Betuah” tertulis di lambang Kota Jambi sekarang. Menurut orang tua pemangku adat Melayu Jambi, dulunya Tuanku Ahmad Salim dari Gujarat berlabuh di selat Berhala dan mengislamkan orang Melayu di daerah itu. Lantas, ia membangun pemerintahan baru berdasarkan Islam bergelar Datuk Paduko Berhalo yang menikahi putri dari Minangkabau bernama Putri Selaras Pinang Masak. Dikaruniai empat anak yang  menjadi datuk di wilayah itu.

Adapun putra bungsunya yang bernama Orang Kayo Hitam ingin meluaskan wilayah hingga ke pedalaman. Jika ada tuah, membangun kerajaan baru. Ia menikahi anak Temenggung Merah Mato bernama Putri Mayang Mangurai. Temenggung Merah Mato lantas memberi mereka sepasang Angsa dan Perahu Kajang Lako. Kepada anak dan menantunya, Temenggung berpesan agar menghiliri Sungai Batanghari untuk mencari tempat mendirikan kerajaan yang baru ketika sepasang angsa yang dibawa akan naik ke tebing dan berhenti di tempat itu selama dua hari dua malam.

Setelah beberapa hari menghiliri Sungai Batanghari, sepasang angsa itu naik ke darat di sebelah hilir (kampung Jambi), Kampung Tenadang dahulu namanya. Sesuai amanah mertuanya maka Orang Kayo Hitam dan istrinya mulai membangun kerajaan baru yang disebut “Tanah Pilih”, dijadikan sebagai pusat pemerintahan kerajaan (Kota Jambi) sekarang.

Ketahuilah, nama Jambi itu berasal dari kata ‘Jambe’ di bahasa Jawa artinya ‘pinang’. Kemungkinan besar Tanah Pilih dijadikan tapak pembangunan kerajaan baru, pohon pinang banyak tumbuh di sepanjang aliran Sungai Batanghari, karenanya nama itu dipilih oleh Orang Kayo Hitam.


Liku-Liku Sejarah Jambi
Di awal abad ke-7 di dekat muara Sungai Batanghari muncul kerajaan Melayu Tua. Kerajaan tersebut punya kuasa terhadap pelabuhan tua yang ada di muara sungai. Berdasarkan literatur China, kerajaan Melayu Tua terdapat sekitar 5.000 pasukan. Perdagangan di sekitar wilayah itu berkembang pesat dan dapat menarik perhatian kerajaan besar Sriwijaya yang berada di Palembang. Pada 686 Masehi, kerajaan Sriwijaya berhasil menundukkan kerajaan Melayu Tua dan mengambil alih pelabuhan. Ahli sejarah memperkirakan, Muara Jambi sebagai ibukota kerajaan Melayu Tua yang berada di bawah pengawasan Kerajaan Sriwijaya.

Ketahuilah, agama Islam masuk ke Jambi pada abad ke-16. Itu bersamaan dengan datangnya orang-orang Belanda. Pada 1616, perusahaan perdagangan Belanda yang bernama The Dutch East India Company, membuka kantor di Jambi yang lantas mengadakan kerjasama dengan penguasa Melayu, Sultan Muhammad Nakhrudin. Belanda juga berhasil memperoleh hak monopoli dalam perdagangan lada yang banyak dihasilkan di negeri tersebut. Pada 1901, Belanda memindahkan kantor dagangnya ke Palembang, Sumsel dan melepaskan pengawasannya dari Jambi.

Dari berbagai buku sejarah dan literatur yang diperoleh dari situs Provinsi Jambi, cikal bakal Provinsi ini  dimulai dari Karesidenan. Jambi ditetapkan sebagai Karesidenan pada tanggal 27 April 1904, setelah gugurnya Sultan Thaha Saifuddin dan berakhirnya masa Kesultanan Jambi.

Ketika itu Belanda berhasil menguasai wilayah wilayah Kesultanan Jambi. Awalnya, Karesidenan Jambi masuk ke dalam wilayah Nederlandsch Indie. Residen Jambi yang pertama, O.L Helfrich yang diangkat berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal Belanda No. 20 tanggal 4 Mei 1906 dan pelantikannya dilaksanakan tanggal 2 Juli 1906. Kekuasaan Belanda atas Jambi berlangsung ± 36 tahun, karena pada tanggal 9 Maret 1942 terjadi peralihan kekuasaan  kepada Pemerintahan Jepang. Pada 14 Agustus 1945 Jepang menyerah pada Sekutu.

Jambi dalam Sketsa
Nah, kini saatnya saya memperkenalkan objek-objek wisata yang bisa  keluarga kunjungi saat berlibur ke kota ini.

Taman Rimba
Taman ini memiliki luas 24 hektar sekitar 400 meter dari Bandara. Dapat ditempuh dalam waktu 30 menit dengan kendaraan pribadi dan umum dari pusat kota Jambi. Di taman ini kita akan mendapati beragam satwa hutan dan bentuk beragam rumah adaat di setiap kabupaten di Jambi.

Sungai Batanghari
Sungai ini memiliki lebar lebih kurang 300 meter. Bisa menjadi pilihan wisata alam bebas kita dan keluarga. Kita bisa menaiki perahu Pompong (orang Jambi biasa menyebutnya) dari Tanggo Rajo kota Jambi sembari melihat rutinitas masyarakat di pinggiran sungai. Juga bisa melihat kesibukan pagi hari di Pasar Angso Duo yang bisa dilihat dari pinggiran Sungai Batanghari. Hal yang lebih menarik lagi, kita dapat menikmati wisata malam makan jagung bakar di “Ancol” Jambi sambil melihat kerlap-kerlip lampu kapal dan rumah-rumah penduduk dari tepian sungai.

Perkebunan Nenas Tangkit
Dari proses tanam, panen, hingga membuat dodol dan selai nenas ada di kebun dengan luas 4.000 hektar di atas lahan gambut. Tepatnya berada di Desa Tangkit Baru menjadi keasyikan baru. Sekitar 30 menit dari pusat Kota Jambi, kita dapat menikmati indahnya kebun ini.

Selat Berhala
Menyusuri lebih jauh lagi Sungai Batanghari menuju ke laut, kita akan menjumpai satu selat, yaitu Selat Berhala. Di sana terdapat pulau kecil dengan pemandangan yang sangat indah. Memiliki luas 200 hektar dengan hamparan pasir putih yang tak tersentuh pencemaran di huni beragam batu karang. Selat Berhala dikelilingi tiga pulau yang memiliki pantai sebagian berbatu dan berpasir putih. Sebagian pulau tanpa penghuni dan sedikit pohon kelapa.


Candi Muaro Jambi
Mungkin lebih tepat  disebut kompleks percandian. Karena  di area ini terdapat beberapa candi, mulai Candi Gumpung, Candi Tinggi, Candi Astano, juga beberapa makam kerabat kerajaan. Saat saya datang ke tempat ini sedang berlangsung Festival Muara Jambi. Festival itu mengetengahkan kebudayaan Jambi secara menyeluruh. Saya ditemani dua anak penduduk setempat sebagai pemandu wisata menuju ke sana. Perjalanan kami tempuh dengan mengendarai sepeda motor lebih kurang 1.5 jam dari pusat kota Jambi. Mereka menunjukkan beberapa candi yang punya nilai sejarah tinggi. Saya mengabadikan mereka dalam bingkai jepretan kamera saku dengan kualitas gambar yang cukup bagus. Setiap candi jelas menggambarkan kisah-kisah pada masa kejayaan kerajaan dahulu.


Taman Budaya-Sungai Kambang
Taman ini berada di daerah Sungai Kambang Telanaipura di tengah kota Jambi. Di tempat ini ada banyak pertunjukkan sering dilakukan. Termasuk pagelaran seni tradisional dan modern. Di tempat ini terdapat galeri seni rupa dan perpustakaan yang punya koleksi dokumentasi beragam kegiatan kesenian kota Jambi.

Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS)
Luas arealnya mencapai 1,5 juta ha dengan gunung tertinggi di pulau Sumatera, gunung Kerinci (3.805 meter). TNKS ada di empat wilayah perbatasan antara Jambi, Sumbar, Bengkulu, dan Sumsel. Wilayah kerinci adalah daerah lembah yang subur berbatasan dengan bukit barisan. Kawasan ini kaya dengan flora dan fauna termasuk bunga terbesar di dunia, Rafllesia arnoldi.

Batu Gong
Batu  ini memiliki ukiran yang dulunya tempat hidup manusia purba. Berada di Desa Muak, sekitar 25 km dari Sungai Penuh. Diperkirakan batu itu diukir oleh manusia purba yang hidup sekitar 2.000 tahun lalu. Di sekitar Danau Kerinci itu juga ditemukan genderang yang diperkirakan berasal dari zaman besi dan tembaga.

Gua Tiangko
Terletak di Desa Sengering sekitar 9 km dari Sungai Manau yang berada di pinggir jalan raya menuju ke bangko. Di dalamnya terdapat stalaktit dan stalagmite. Gua ini paling terkenal karena ditengarai tempat hidup manusia purba sekitar 9.000 tahun lalu.


Danau Kerinci
Terletak di kaki Gunung Raja (2.543 m sekitar 20 km sebelah selatan Sungai Penuh. Di sekitar danau ini terdapat batu berukir  berasal dari manusia megalit yang hidup ribuan tahun lalu. Luar biasa!
Rasanya tidak pas ya wisata tidak bicara kuliner setempat. Jambi, hampir mirip dengan provinsi tetangganya seperti Sumsel dan Bengkulu. Makanan khas pempek dengan kuah ‘cuko’, burgo dari tepung beras yang diberi kuah ikan bersantan gurih, lempok (dodol durian), rambutan goreng, dodol nenas, juga tekwan.

Jambi termasuk provinsi yang banyak menghasilkan durian, tak heran jika tempoyak (asam durian) bertebaran di pasar tradisional dengan bau yang khas. Gulai asam tempoyak bagi yang suka durian tentu menjadi kenikmatan tersendiri. Dimasak bersama ikan patin, gabus, bujuk, atau nila semua terasa nikmatnya. Tergiur? (Jun Winanto).

 Informasi
Tiket Pesawat JKT-JBI: IDR 480.000 exclude airport tax (tergantung Maskapai)
Taksi Bandara ke Penginapan: IDR 60.000
Menala Gentala Arasy
Menara penanda waktu salat di Provinsi Jambi
Hotel: IDR 300.000 s.d. 500.000 tergantung kamar
Sewa mobil/hari: IDR 350.000 exclude bensin dan makan driver
Sewa Sepeda Motor/hari: IDR 100.000 exclude bensin

Cinderamata: Kisaran IDR 5.000 s.d. IDR 500.000,00

Petani dan Burung Emprit

Kangen pengen mosting cerita-cerita anak yang pernah dibuat di blog tercintah ini. Rasa-rasanya sudah lamaaaa bangeet ga nyentuh-nyentuh ini laman. Keasyikan ngurusin "halaman tetangga". . Alhamdulillah, Ada banyak hasilnya. Bisa ke sana ke sini dengan legaaaaaaaaaa. Oiya... ini mula minggu pertama di Januari 2016. Semoga banyak berkah rezeki yang melimpah menyinggahi diriku di tahun ini. Semakin merunduk dengan ilmu dan pengetahuan yang diperoleh untuk bekal di akhirat nanti. Semoga semua semakin berjaya, berjaya untuk menggapai maghfirahNYA, tentunya. Anyway... cukup dulu preambule-nya, saatnya mosting cerita-cerita itu.


Di sebuah desa yang bernama Kuwu hidup seoran petani yang sudah renta. Meskipun sudah tua renta, tetapi tenaganya masih kuat. Dia memiliki sawah yang cukup luas. Sawah itu sering disinggahi burung-burung emprit dan memakan padi-padi yang mulai menguning. Hal itu sering kali terjadi jika akan panen.


Suatu hari, petani tua itu memikirkan, kira-kira apa yang akan dia lakukan terhadap burung-burung emprit itu agar tidak memakan padi yang mulai menguning. Akhirnya, dia menemukan cara yang cukup cerdas. Petani tua itu akan menggunakan selendang kain yang diisi batu-batu kerikil.


“Jika  aku meletakkan batu-batu kerikil itu dalam selendang kain lalu aku putar-putar dan lontarkan, burung-burung emprit itu tentunya akan terluka dan pergi. Aku hanya akan berpura-pura menghalau atau menyerang mereka agar pergi”, pikir petani tua yang sebenarnya sangat baik hati.


Semua jenis burung melihat petani tua renta itu memutar-mutar selendang kainnya. Burung-burung emprit itu pun satu per satu pergi. Akan tetapi, suatu hari seekor burung emprit berkata, “Aku  telah memerhatikan petani itu, dan dia tidak membawa batu kerikil dalam selendang kainnya. Dia hanya berpura-pura menyerang kita. Sebaiknya kita tidak usah gubris apa yang akan dilakukan  petani  renta itu”.


Saat burung-burung emprit itu tidak juga pergi, petani renta itu sangat sadar bahwa usaha pendekatannya yang sebenarnya tidak membahayakan itu tidak mendapatkan hasil. dia berpikir lagi, “Jika aku tidak mengambil langkah-langkah  serius sekarang ini, burung-burung emprit itu akan menghabiskan padi-padiku yang telah menguning. Hasil kerja kerasku selama ini akan sia-sia”.


Lantas, petani tua renta itu mengisi selendang kainnya dengan batu-batu kerikil dan benar-benar menyerang burung-burung emprit yang sedang memakan padi di sawahnya. Begitu burung-burung emprit itu menyadari petani tidak sedang menyerang dengan selendang kain  kosong, mereka beterbangan kocar-kacir dan tidak pernah kembali lagi.

Akhirnya, usaha petani renta untuk menghalau burung-burung emprit itu tidak sia-sia. Kini, dia pun dapat menikmati jerih payah yang selama ini telah dia lakukan.