Elisa Koraag menyampaikan materi "Komunikasi yang Baik Meningkatkan Percaya Diri" untuk Komunitas Tau Dari Blogger Foto: Dok. TDB |
"Proses komunikasi itu lahir
karena ada kesepakatan".
Saat kita masih
dalam bentuk janin yang belum ditiupkan ruh sekalipun ke dalamnya, Sang Ibu
telah bertutur kepada calon bayinya. Artinya, komunikasi itu dibangun sudah
dari awal sebelum kita mampu berbicara atau mengungkapkan dalam bentuk
kata-kata. Ya, komunikasi menjadi bagian yang sangat berperan penting sebagai
bentuk keterampilan yang dimiliki setiap orang.
Menurut KBBI,
komunikasi sebagai bentuk pengiriman dan
penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang
dimaksud dapat dipahami; hubungan; kontak; atau ada perhubungan.
Komunikasi dibagi
menjadi beberapa bagian, antara lain, komunikasi dua arah, komunikasi yang
komunikan dan komunikatornya dalam satu saat bergantian memberikan informasi.
Komuniaksi formal, komunikasi yang memperhitungkan tingkat ketepatan,
keringkasan, dan kecepatan komunikasi. Komunikasi massa, penyeberan informasi
yang dilakukan oleh suatu kelompok sosial tertentu kepada pendengar atau
khalayak yang heterogen serta tersebar di mana-mana, serta komunikasi sosial
yaitu komunikasi antarkelompok sosial dalam sebuah masyarakat.
Komunikasi yang
dilakukan seseorang dengan orang lain, itu sebagai satu keterampilan.
Keterampilan yang seperti apa? Keterampilan yang memiliki intelegensia.
Intelegensia komunikasi sebagai salah satu bentuk dari kecerdasan beraksara.
Menurut saya, seseorang yang tak dapat membaca (buta aksara) sekalipun mampu
berkomunikasi, akan tetapi mungkin dari sisi intelegensia, penyampaian atau
keberaksaraan yang digunakan tidak/kurang sistematis.
Seseorang yang membangun komunikasi, menurut
Elisa Koraag, harus memiliki intelegensia. Menurutnya juga, agar terampil dalam
berkomunikasi ada tiga hal penting yang harus diperhatikan bahkan ditanamkan
dalam diri seseorang, yaitu:
1.
Rasa
percaya diri
2.
Punya
kemampuan berbicara
3.
Selalu
update informasi
Orang yang tidak
memiliki rasa percaya diri untuk bicara, tentu akan merasa malu bahkan minder
dan enggan berkomunikasi. Dia merasa rendah diri bahkan beranggapan dan
berkecamuk dalam pikiran, “mampu tidak, mampu tidak”, hal itu yang ditancapkan
dalam benak. Alhasil, yang keluar adalah rasa ketidakmampuan.
Gita Siwi dalam paparannya lebih kepada Praktik Komunikasi Foto: Dok. TDB |
“Gestur tubuh
seseorang dalam berbicara, itu sebagai pembangun kepercayaan diri”, tutur Gita
Siwi.
Kemampuan bicara
seseorang berbeda dengan orang lain. Sebagai contoh, Soekarno dijuluki Bapak Orator
Indonesia, mengapa? Itu terkait kemampuannya dalam berkomunikasi, bertutur
secara runut/sistematis tanpa menggunakan teks sekalipun. Beliau mampu
berbicara berjam-jam di depan rakyatnya dengan kalimat-kalimat verbal yang
sangat produktif dan membangkitkan semangat. Artinya, itulah kemampuan
intelegensia dan keberaksaraan yang dimiliki Soekarno dalam berkomunikasi.
Praktik Komunikasi, ternyata perlu latihan secara kontinu. Foto: Dok. TDB |
Untuk dapat
berkomunikasi secara lancar dan gamblang, mustahil seseorang tidak mengikuti
perkembangan berita. Jika kita berkumpul dengan teman-teman atau lingkungan
sosial, si A dan si B bicara topic X, tetapi si C planga plongo bahkan seolah mencari tahu, “Eh, si A dan si B bicara
apa sih?”. Apa artinya? Si C tidak mengikuti perkembangan berita atau informasi
yang sedang dibicarakan A dan B. C tidak kekinian terhadap berita yang sedang
terjadi.
Oleh karena itu,
apabila ketiga hal tersebut atau salah satunya tidak ada, seseorang tidak akan
mampu (atau mampu tetapi “pincang”) dan kurang terampil untuk melakukan
komunikasi.
Untuk membangun
sebuah komunikasi harus ada elemen-elemen berikut:
1.
Komunikator,
orang yang akan menyampaikan atau memberi pesan
2.
Pesan,
informasi yang akan disampaikan kepada penerima
3.
Media,
sarana atau tempat komunikasi
4.
Komunikan,
orang-orang yang berkepentingan yang akan menerima pesan
5.
Umpan
balik, tanggapan dari komunikan mengenai pesan yang diterima
“Komunikasi itu
lakukan dengan ketulusan”, ucap Gita Siwi.
Sebagai contoh,
ketika kita bicara kepada anak kita atau anak-anak kecil yang ada di lingkungan
sekitar, tentu tidak akan keluar kata-kata kasar. Justru yang keluar kata-kata
dengan kalimat menghibur, lemah lembut, penuh penekanan yang membuat mereka
(anak-anak) merasa dekat dan dilindungi. Ini menunjukkan ketulusan kita kepada
lawan bicara (anak). Kita tulus melakukannya. Bahkan tulus dan setia mendengar
setiap celotehan mereka.
Semua itu perlu
berlatih dan dengan teknik yang benar. Sama halnya seperti kita melakukan warming up (pemanasan) menjelang
olahraga, vokal (vocalizing) seseorang ketika berkomunikasi perlu dilatih
dengan teknik-teknik tertentu.
“Latihan yang
dilakukan secara berkesinambungan dalam berkomunikasi akan membuat kita dapat menguasai pendengar
atau audiens. Semakin sering kita tampil di hadapan orang banyak semakin tumbuh
rasa percaya diri kita”, jelas Gita Siwi dalam paparannya mengenai “Komunikasi
yang Baik Meningkatkan Rasa Percaya Diri” kepada teman-teman Tau Dari Blogger
di Gedung Sapta Pesona Kementerian Pariwisata RI (11/5/2016).
Sementara, Kepala
Biro Hukum dan Komunikasi, Bapak Muhammad Iqbal Alamsyah mendukung sepenuhnya
untuk kegiatan yang dilakukan Komunitas Tau Dari Blogger ini. Juga dapat
bersinergi dalam melakukan kegiatan penulisan mengenai pariwisata di Indonesia.
Kepala Biro Hukum dan Komunikasi Kemenpar RI, Bapak Iqbal Alamsyah. Foto:Dok.TDB |
Teman-teman Tau
Dari Blogger, bangunlah komunikasi secara baik, benar, dan efektif dari
sekarang, karena di balik itu semua banyak kebermanfaatan yang dapat dipetik.
Teman-teman Komunitas Tau Dari Blogger berfoto bersama dengan narasumber Foto:Dok.TDB
#Tau Dari Blogger
|
0 comments:
Post a Comment