Pesona senja di Uluwatu. Foto: Dok. Pribadi |
Uluwatu, salah satu tempat yang berada di ujung selatan-barat Bukit Peninsula Bali. Merupakan rumah bagi para leluhur Uluwatu, selain itu sebagai daerah atau tempat tujuan nomor empat berselancar para peselancar di dunia.
Uluwatu penjejak waktu. Foto: Dok. Pribadi |
Bukit Peninsula Uluwatu sebagai lapisan kapur tersier yang berasal dari subduksi tektonik Lempeng Indo-Australia di bawah Lempeng Eurasia dan membawanya ke atas permukaan laut. Uluwatu berbatasan langsung dengan Samudra Hindia di Selatan.
Uluwatu sebagai tempat berselancar "ditemukan" pada 1972 dari pembuatan satu film klasik surfing di tahun 1971 oleh Albu Falzn dan David Elfick. Tujuan sebenarnya dari film itu untuk mempertunjukkan gelombang di sekitar Kuta. Setelah beberapa hari pengambilan gambar di sekitar Kuta, mereka mendapati Uluwatu.
Untuk sampai ke Uluwatu, perlu turun ke bawah kuil dan munculnya melalui dua batu di dasar gua, di pantai Uluwatu. Ketika itu tidak ada jalan menuju pantai, artinya, peselancar harus membawa semua perlengkapan yang mereka perlukan sendiri. Dalam sejarah Gelombang Uluwatu, Steve Cooney adalah orang yang pertama kali berselancar di pantai Uluwatu. Hal itu untuk kepentingan film Morning Earth di usianya yang baru 15 tahun.
Setelah peluncuran film pada 25 Pebruari 1972, Uluwatu semakin dilirik para peselancar dunia. Sekarang, Uluwatu menjadi salah satu tujuan surfing paling populer di Bali. Pun, dengan kemajuan teknologi, telah ada beberapa cuplikan video yang diambil dari udara yang menampilkan keindahan Uluwatu.
Tari Kecak
Siapa yang tak
kenal tari kecak. Tari ini sungguh sangat mendunia. Wisatawan asing datang
jauh-jauh ke Bali hanya untuk menyaksikan pertunjukkannya di Uluwatu. Ini,
sebuah tari pertunjukkan yang sangat melegenda dan dikenal di seluruh lapisan
masyarakat Indonesia khususnya.
Pria-pria Kecak. Foto: Dok. Pribadi |
Kesempatan untuk
menyaksikannya secara langsung merupakan momen yang sangat jarang. Selama ini
hanya ditonton lewat layar kaca, tetapi beberapa waktu lalu saya diberi
kesempatan untuk dapat menyaksikan secara langsung di Uluwatu. Sebuah pertunjukkan
tari yang sangat dramatis magis. Terpesona dan bangga!
Tari kecak
merupakan ritual Sang Hyang, tarian masal atau hiburan, yaitu sebuah tari
tradisi yang para penari berada dalam keadaan tidak sadarkan diri, melakukan
komunikasi dengan Sang Hyang Widi (Tuhan) atau roh lantas disampaikan kepada
masyarakat. Tari ini menggambarkan seni peran dari pewayangan Rama dan Sinta.
Tari kecak atau tari Cak (api) diciptakan oleh Wayan Limbak dan Walter Spies,
seorang pelukis Jerman sekitar 1930.
Kecak, identik dengan tari Sang Hyang. Foto: Dok. Pribadi |
Bila diperhatikan
secara saksama, tarian ini berbeda dari jenis tari Bali lainnya. Tidak
menggunakan alat musik. Alunan musik tercipta dari bunyi, “cak… cak… cak...”
dan membentuk alunan khas dari kincringan yang ada di kaki penari. Suara anggota
cak yang berjumlah sekitar 70 orang akan membuat musik akapela. Salah satu dari
mereka sebagai pemimpin yang memberika nada mula, seorang lagi bertindak
sebagai penekan yang bertugas memberikan tekanan nada tinggi atau rendah,
seorang bertindak sebagai penembang solo, dan seorang lagi bertindak sebagai
dalang yang mengantarkan alur cerita.
Penari tari kecak
dalam gerakannya tidak harus mengikuti pakem-pakem tari yang diiringi oleh
gamelan. Jadi, dalam tari kecak gerak tubuh penari lebih santai karena yang
diutamakan adalah jalan cerita dan perpaduan suara.
Lemah gemulai liukan jari penari Kecak. Foto: Dok. Pribadi |
Uluwatu, tempat
yang tepat dan eksotis menyaksikan pertunjukkan ini. Bagaimana tidak,
pertunjukkan yang dimulai pada pukul 17.00 waktu setempat hingga menjelang
malam, meninggalkan jejak semburat rona jingga di atas cakrawala. Semburat warna
indah dari langit Uluwatu membuat kaki tak ingin beranjak pergi. Dari sini
pulalah Jero Wacik membesarkan pariwisata Bali hingga melanglang ke mancanegara.
Hanoman dalam kurungan api, sebuah simbolisasi. Foto: Dok. Pribadi |
Kecak dan Jero
Wacik menjadi satu bagian kehidupan yang tak dapat dipisahkan. Ada dalam nadir
kehidupan yang saling terkait satu sama lain. Indahnya Kecak dalam balutan
semburat warna senja menjadi penanda akhir pertunjukkan.
Semburat jingga mulai merekah, penanda waktu akan berlalu. Foto: Dok. Pribadi. |
0 comments:
Post a Comment