Setiap pekerjaan atau aktivitas selalu ada risiko kegagalan atau
ketidakberhasilan. Salah satu risiko
pekerjaan tersebut berupa kecelakaan kerja (work
accident). Hal itu akan mengakibatkan kerugian (loss). Oleh karena itu, diperlukan K3 (Keselamatan dan Kesehatan
Kerja) yang rigid dan terpadu untuk semua orang yang berada dalam lingkungan
perusahaan atau tempat pekerjaannya.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3): Sangat penting untuk pekerja seperti yang disampaikan Dr.Ir. Darda Daraba, M.Si. Direktur Bina Penyelenggaraan Jasa Konstruksi |
Hal yang paling mendasar mengenai filosofi Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) adalah memberikan perlindungan keselamatan dan kesehatan untuk para
pekerja ketika menjalankan pekerjaannya, melalui upaya-upaya pengendalian semua
bentuk potensi bahaya yang berada di lingkungan tempat seseorang bekerja.
Apabila seluruh potensi bahaya sudah dikendalikan dan memenuhi batas standard
aman, maka akan memberikan kontribusi terciptanya kondisi lingkungan kerja yang
aman dan sehat. Begitu pula dengan proses produksi akan berjalan lancar. Hingga
akhirnya, risiko kerugian dapat ditekan sekecil mungkin yang dapat berdampak
pada peningkatan produktivitas.
Menurut Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, hingga
akhir tahun 2015 tercatat, terjadi kecelakaan kerja mencapai 105.182 kasus.
Degradasi keselamatan terjadi karena adanya transisi dari masyarakat agraris (low risk society) kepada masyarakat yang
industrial (high risk society).
Kecelakaan kerja tersebut akan memberi dampak kepada daya saing di tingkat
global. Untuk sebagian masyarakat, K3 dianggap tidak diperlukan, bahkan mereka
cenderung mengatakan K3 sebagai barang yang sangat luar biasa mewah.
Jika melihat kasus kecelakaan berat yang terjadi selama kurun waktu 2015,
kecelakaan berat yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang mencapai jumlah
2.375 kasus dari jumlah keseluruhan kecelakaan kerja yang terjadi. Beberapa
sumber menyatakan bahwa jumlah kecelakaan kerja mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun. Total kecelakaan kerja setiap tahun mencapai 5%, sedangkan
kecelakaan kerja berat peningkatannya cukup besar sekitar 10% setiap tahun.
Kita tak perlu heran dengan besarnya
angka-angka kecelakaan kerja tersebut karena penerapan K3 di Indonesia masih
jauh dari kata “baik”. Di Indonesia, satu pengawas ketenagakerjaan harus
mengawasi 110 perusahaan. Sementara, jumlah perusahaan yang sudah menerapkan
Sistem Manajemen K3 baru 2.1% dari sekitar 15.000 perusahaan. Tetapi, tidak
bisa juga kita bicara wajar akan hal tersebut. Semua menjadi tanggung jawab
bersama, antara pemerintah dengan pihak pengguna jasa tenaga kerja (pekerja-red).
Ada banyak kecelakaan kerja yang cukup berat terjadi di Indonesia
akhir-akhir ini. Terutama dalam pekerjaan konstruksi. Seperti jatuhnya lift
yang korbannya pekerja PT Nestle Indonesia, Crane roboh di gedung Mitra I
Malang, kecelakaan kerja di Alfamart Pekanbaru, runtuhnya Fly Over Grogol,
runtuhnya Crane di Pacific Place SCBD Jakarta, runtuhnya rukan Samarinda
Kaltim, jatuhnya Girder Jembatan Banyumulek 2 Lombok-NTB, dan masih banyak
lagi.
Kecelakaan kerja Atas: Runtuhnya crane di Pacific Place Bawah: Runtuhnya Grogol Fly Over Foto: Dok. Kementerian PU dalam Foto Penulis |
Penyebab utama terjadi kecelakaan kerja itu adalah rendahnya kesadaran
pentingnya penerapan K3 di kalangan industri dan masyarakat. Sejauh ini,
penerapan K3 seringkali dianggap sebagai beban biaya bukan sebagai investasi
untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang tidak diinginkan.
Jatuhnya Girder Jembatan Banyumulek 2 Lombok-NTB Foto: Dok Kementerian PU dalam Foto Penulis |
Berdasarkan sumber International Labor Organization (2003), bahwa dampak
kecelakaan kerja memiliki tiga aspek tingkatan. Pertama, tingkatan makro. Kita
ketahui bersama bahwa competitiveness
index Indonesia rendah, hanya menempati
peringakt ke-37 pada 2015. Artinya apa? Kemampuan negara dalam menyediakan
kemakmuran tingkat tinggi untuk warga negaranya menurun. Semua bergantung dari
seberapa produktif satu negara menggunakan sumber daya yang tersedia. Indeks
ini sangat memberikan pengaruh kepada negara-negara yang menjadi tolok ukur
kemakmuran rakyatnya, utamanya pekerja. Sementara itu, biaya kecelakaan kerja
hanya 4% PDB pada tahun 2013.
Indonesia sekarang berada pada level efficiency-driven
Fondasi
|
Ranking
Indikator Tertinggi
|
Ranking Indikator Terendah
|
Kelembagaan
|
Halangan dari Regulasi pemerintah
[31]
|
Biaya Terorisme terhadap bisnis [119]
119
|
Infrastruktur
|
Ketersediaan penerbangan km/minggu
[15]
|
Kualitas infrastruktur pelabuhan
[89]89
|
Kondisi Ekonomi makro
|
Tabungan Nasional Bruto [19]
|
Inflasi [80]
|
Pendidikan dasar dan kesehatan
|
Angka partisipasi pendidikan dasar
[56]
|
Dampak TBC terhadap bisnis [131]131
|
Pendidikan tinggi dan pelatihan
|
Pembiayaan Perusahaan untuk Pelatihan
pegawai [25]
|
Angka partisipasi pendidikan menengah
[92]
|
Efisiensi Pasar Barang
|
Dampak pajak terhadap insentif
berinvestasi [28]
|
Prosentase nilai impor dalam PDRB
[134]
|
Efisiensi Pasar Tenaga Kerja
|
Pengupahan dan produktivitas [29]
|
Redundancy cost [141]
|
Perkembangan Pasar Finansial
|
Kemudahan akses dalam meminjam [16]
|
Indeks hak perlindungan hukum [118]
|
Kesiapan teknologi
|
FDI dan transfer teknologi [39]
|
Pengguna Internet [113]
|
Ukuran pasar
|
Indeks ukuran pasar asing > indeks
ukuran pasar lokal
|
|
Praktek bisnis yang canggih
|
State of cluster dev [29]
|
kualitas supplier lokal
[66]
|
Inovasi
|
Investasi perusahaan untuk inovasi
[23]
|
Jumlah aplikasi paten [103]103
|
[Diolah
dari berbagai sumber]
Pada level meso dapat diketahui performance corporate. Seberapa baik
organisasi mengeksekusi terhadap parameter yang paling penting, biasanya
keuangan, pasar dan kinerja pemegang saham. Analisis kinerja perusahaan adalah
bagian dari analisis bisnis atau
intelijen bisnis (BA/BI) yang peduli dengan "kesehatan" dari
organisasi, yang secara tradisional telah diukur dalam hal kinerja keuangan.
Kesehatan perusahaan sekarang dianggap tidak hanya melibatkan pertimbangan
keuangan tetapi juga faktor-faktor lain termasuk tanggung jawab sosial dan
reputasi, inovasi, moral karyawan, dan produktivitas. Dengan demikian, kinerja
tidak lagi diukur hanya pada indikator kinerja utama (KPI) seperti pendapatan,
laba atas investasi (ROI), overhead, dan biaya operasional.
Manajemen kinerja perusahaan (BPS) telah berkembang di luar perkiraan,
penganggaran dan perencanaan dan kinerja hasilnya sering dibagikan secara
publik daripada hanya dengan pemangku kepentingan keuangan dan investor,
seperti sebelumnya terjadi. daerah non-keuangan dipantau untuk manajemen
kinerja perusahaan dan pelaporan meliputi perencanaan strategis, efisiensi
proses, ekuitas merek, manajemen risiko, dan manajemen sumber daya manusia
(SDM).
Pada level mikro, terdapat project delay, cost over run, human aspect; dan
juga injury fatality. Apabila, perusahaan tidak cepat, tepat, dan tanggap
menghadapi hal ini, maka otomatis keselamatan dan kesehatan kerja tidak akan
berjalan mulus seperti yang diharapkan.
Ada dua faktor penyebab utama kecelakaan kerja pada pekerja konstruksi,
yaitu pertama, perilaku yang tidak aman dan berbahaya untuk pekerja (unsafe
action).
·
Tidak melaksanakan prosedur kerja dengan
baik. (contoh: pekerja tukang las tidak memakai kaca mata pelindung sehingga
percikan api mengenai mata dan menyebabkan kebutaan);
•
Mengerjakan pekerjaan yang tidak sesuai dengan skill/keterampilan
(contoh: pekerja yang tidak terampil salah tekan tombol kerja alat);
•
Bekerja sambil bercanda
•
Membuang sampah (seperti: oli bekas dan kulit pisang) di
sembarang tempat.
Kedua adalah kondisi tidak aman (unsafe condition), meliputi:
•
Alat pelindung diri (APD) tidak sesuai dengan standar
(contoh: helm pekerja tidak kuat menahan benturan benda keras);
•
Kebisingan di tempat kerja;
•
Tempat kerja yang tidak memenuhi standar keselamatan dan
kesehatan kerja (contoh: kurangnya ventilasi udara membuat para pekerja
kekurangan oksigen dan dapat mengakibatkan pingsan).
Kebijakan Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat
Ada tujuh butir kebijakan yang dikeluarkan Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat yang harus dilakukan
oleh perusahaan dan siapapun yang mempekerjakan seseorang tak hanya untuk
konstruksi, yaitu:
1. Memastikan semua
peraturan perundangan tentang keselamatan dan kesehatan kerja ditegakkan secara
konsisten oleh semua pihak.
2. Memastikan keselamatan
dan kesehatan kerja menjadi nilai utama pada setiap penyelenggaraan kegiatan.
3. Memastikan setiap orang
bertanggung jawab atas keselamatan dan kesehatan kerja masing-masing orang yang
terkait dan orang yang berada di sekitarnya.
4. Memastikan semua potensi
bahaya di setiap tahapan pekerjaan baik terkait dengan tempat, alat, maupun
proses kerja telah diidentifikasi, dianalis, dan dikendalikan secara efisien
dan efektif guna mencegah kecelakaan dan sakit akibat kerja.
5. Memastikan penerapan
sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja guna mengeliminasi, mengurangi
dan menghindari resiko kecelakaan dan sakit akibat kerja.
6. Memastikan peningkatan kapasitas keselamatan
dan kesehatan kerja para pejabat dan pegawai sehingga berkompeten menerapkan
SMK3 di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
7. Memastikan kebijakan
keselamatan dan kesehatan kerja ini disosialisasikan dan diterapkan oleh para
pejabat, pegawai dan mitra kerja Departem Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Oleh karenanya, penting mengingat kembali apa
yang ditujukan dan tertuang dalam UU No. 1 tahun 1970, bahwa tujuan utama Penerapan
K3 tentang Keselamatan Kerja yaitu antara lain :
1. Melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan orang lain
di tempat kerja.
2. Menjamin setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien.
3. Meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas nasional.
Undang Undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 87 menyatakan, bahwa setiap
perusahaan wajib hukumnya menerapkan sistem manajemen K3 yang diintegrasikan
dalam manajemen perusahaan secara umum. Peraturan SMK3:¢ 1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI, Nomor: PER.05/MEN/1996
tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (disingkat SMK3); 2)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 tahun 2012 tentang Penerapan
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Dengan penerapan SMK3 di perusahaan, maka diharapkan angka kecelakaan kerja di Indonesia dapat direduksi,
sehingga perusahaan akan semakin efisien dan produktif di kemudian hari. Sudahkan di perusahaan tempat Anda bekerja menerapkan K3?
2 comments:
Oh em ji, seram kali ya ternyata kalau bekerja dibidang kontruksi. Kalau ada apa2 dan kita dibiarin gitu aja. Syukurnya ada kesadaran buat melindungi tenaga kerja. Semoga semakin baiklah.
Moga2 semua perusahaan di Indoensia segera menerapkan K3 ini
Post a Comment