Apa jadinya, diri berbangga dengan dunia? Apa jadinya,
dulu berpunya kini harus memapah diri untuk tak merana? Bagaimana rasanya jika
diri terhempas dalam lumpur dosa yang rasanya enggan kembali lagi untuk menjadi
bersih? Bui pernah ia inapi. Jatuh pada titik terendah dalam kehidupan,
membuatnya berpantang putus asa. Mari kita kulik siapa dia.
Mirani Mauliza (kerudung merah) bersama Sophie Beatrik AsaMedia dan Peggy Melati Sukma di Penjara Wanita Rutan Pondok Bambu-Jakarta Timur Foto: Dok. Pribadi |
Adalah Mirani Mauliza, dunia malam sempat dia lakoni. Dari
Night club satu ke night club lain dia singgahi. Pulang dalam kondisi mabuk pun
pernah dia rasakan. Hidupnya seakan tak pernah lepas dari alkohol, kehidupan
malam, dan mabuk-mabukkan.
Terlahir dari seorang ayah sebagai abdi negara dengan
kehidupan yang cukup mapan. Akan tetapi, satu waktu sang ayah yang jarang
pulang mengalihkan semua perhatian kepada sang anak. Dengan pangkat sang ayah
yang semakin tinggi, tuntutan tugas negara pun semakin banyak diemban, dan
komunikasi ayah dengan dirinya semakin jarang.
Dirinya mulai mengalami hal-hal kosong komunikasi dengan
sang ayah. Sosok ayah yang dia idam-idamkan hadir di tengah kehidupannya,
seakan lenyap begitu saja karena tuntutan tugas dan kewajiban sang ayah sebagai
abdi negara.
Lambat laun sang ayah semakin jarang pulang, saat pulang
ke rumah pun sang ayah selalu menampakkan raut wajah tegang. Tak ayal,
pertengkeran pun kerap terjadi. Sang ayah yang dulunya hangat, lembut, penuh
kasih, kini berbalik 180 derajat. Apalagi, Mira yang kala itu masih anak-anak
tak mampu memahami kondisi yang terjadi di antara keluarga mereka.
Keluarganya pun dihadapkan pada pilihan sulit.
Pertengkaran sang ayah dan uminya semakin tak terbendung, karena melibatkan ibu
sang umi. Pastinya, orang tua mana yang ingin anaknya menderita dan hidup dalam
siksaan lahir batin? Tentu tak ada yang ingin. Pilihan sulit diberikan kepada
Ibu untuk Umi Mira. Mau tidak mau harus dipilih. Umi Mira berpisah dengan sang
ayah.
Setelah perpisahan itu terjadi, Mira beserta kakak dan
adiknya hidup bersama Umi. Akan tetapi, sang ayah punya cara untuk
menjumpainya. Satu waktu, tatkala sang umi tak berada di rumah, Mira diambil (=
diculik) oleh sang ayah. Perjalanan hidup
memang berbeda untuk setiap orang. Dalam keadaan bingung Umi mencari
anak-anaknya yang hilang, dan Mira beserta kakak dan adiknya pun tak senyaman
saat berada di pelukan sang umi.
Sang Ayah yang “melarikan” anak-anaknya sendiri pun
menjadi terlapor atas kasus penculikan. Pilihan Mira untuk tinggal tetap jatuh pada Uminya. Selang beberapa bulan perceraian, sang Umi menikah kembali. Akan tetapi,
sang umi selalu memberi nasihat kepada anak-anaknya jika kelak menikah tak apa
dengan orang tak berharta tetapi penuh tanggung jawab dan bekerja keras. Setelah menikah, Umi, Mira dan saudaranya
pindah dari Medan ke Singkawang (Pontianak).
Ya, bagaimana tidak, kehidupannya dulu di Medan berlimpah
harta kini harus mampu menikmati “nasi garam”. Buya, panggilan untuk ayah
tirinya mampu menggantikan sosok ayah yang diinginkannya. Tidur di atas kardus
dia nikmati dan itu berada di pasar.
Suatu ketika sang ayah menjumpai uminya di Pontianak
dengan wajah kusut dan mata sendu. Sang ayah ingin menyekolahkan anak-anaknya.
Tetapi, umi Mira bersikeras enggan melepas mereka. Nenek Mira dari ayah tirinya
mendengar jelas kejadian ribut sesaat itu. Dengan bijak mendinginkan suasana.
Umi berbijak hati untuk melepas kakak Mira ikut sang ayah
ke Medan, sedangkan Mira ikut Uminya menyusul Ayah tirinya ke Pekanbaru. Di
Pekanbaru, kehidupan keluarganya perlahan mulai berubah. Libur sekolah
dimanfaatkan Mira untuk ke Medan mengunjungi kakak dan ayahnya. Dan Mira
memutuskan untuk meneruskan sekolah Kelas 3-nya di Medan.
Dunia Mira terus berubah. Di Medan banyak tempat main
keren, hingga satu waktu Mira diajak ke tempat yang sebelumnya dia tak pernah
singgahi, diskotek! Dengan uang jajan yang relatif besar saat itu (300 ribu
rupiah) dan masuk diskotek hanya 5 ribu rupiah, Mira semakin ketagihan. Di
situlah dia berkenalan dengan rokok dan botol minuman keras.
Selepas dari SMP itu, Mira disekolahkan di sekolah
orang-orang elit, pergaulannya makin menjadi. Rasa gengsi jika teman-temannya
memamerkan kekayaan sering menghinggapinya. Pindah sekolah kerap dilakukannya
untuk menaikan gengsi semata.
Ya, kebiasaan Mira dengan dunia gemerlap tak bisa
dienyahkan begitu saja. Lulus SMA, dia makin menjadi-jadi, jadi “Mahasiswi Liar”.
Pacaran putus nyambung. Hingga pacar selingkuh dan 15 butir obat penenang masuk
ke dalam tubuh, niat bunuh diri gara-gara pacar selingkuh.
Mira kembali ke Pekanbaru, di Pangkalan Kerinci salah
satu daerahnya. Di Pekanbaru, Mira bekerja sebagai penyiar radio dan juga
tenaga honorer di salah satu instansi pemerintahan. Di sinilah dia mulai
menutupi kepalanya dengan jilbab. Di 2006 dia mulai
memasuki bisnis MLM dari salah satu upline-nya di Medan. Dia pun masih
berpacaran dengan pacarnya yang dahulu, meski kepala telah ditutupi jilbab.
Tetapi, pacaran gaya Mira adalah gayanya. Upline-nya sendiri pun sudah punya
pacar, dan Mira memegang niat untuk tak berkhianat.
Bisnisnya terus membesar dengan upline-nya itu. Pada 2008,
Mira hilang kontak dengan upline tersebut. Dan dia sudah menjadi leader di MLM
itu. Untuk menguji keseetiaan pacarnya, Mira minta dinikahi. Ternyata, pacarnya
serius mau menikahi meski pernah selingkuh. Teman-teman Mira pun banyak yang
bilang, kenapa mau menikah dengan pria yang pernah selingkuh.
Alhasil pada 2009 tepatnya Januari, Mira bertemu
uplinenya. Sementara, pernikahan itu akan dilangsungkan pada 11 Maret 2009. Dari
pertemuan dengan upline-nya itu ada rasa yang terpendam dari sang upline-bahwa
sesungguhnya dia mencintai Mira. Entah kenapa, pernikahan yang tinggal
menghitung hari itu Mira batalkan dan Mira lebih memilih bersama upline-nya
berlibur ke Bali dan melepas jilbabnya, kegilaannya dimulai lagi.
Dari bisnis MLM Mira mulai skenario baru dalam hidup. Dia
mulai bisnis investasi di bidang pupuk. Dan itu nyata. Permintaan terus
meningkat, mau tidak mau Mira harus punya dana segar. Dia membuka bisnis
investasi untuk para investor. Alhasil, terkumpul hingga 500 juta rupiah.
Sampul Buku Hijrah Ekstrem Foto: Dok. Pribadi |
Bisninya yang semakin padat, membuat fisiknya kelelahan,
diagnosis dokter mengatakan bahwa dirinya mengidap leukemia. Karena sakitnya,
Mira harus kemoterapi yang setiap bulan 4,5 juta rupiah harus dikeluarkan.
Bisnis pupuk di 8 bulan pertama berjalan lancar dan sukses. Kebutuhan koperasi
terpenuhi. Hingga satu ketika, rekan bisnis pemilik koperasi menghilang,
sementa para petani sudah mengeluarkan uang ratusan juta rupiah untuk membeli
pupuk di koperasi. Pupuk belum diperoleh, uang sudah masuk, pemilik koperasi
membawa kabur uang dan Miralah yang menjadi sasaran empuk petani.
Mira habis gali lubang tutup lubang pinjam uang bayar
utang (persis lagunya Rhoma Irama… J). Di kondisi yang membuatnya
bingung, ada saja investor yang mau berinvestasi, padahal belum pernah bertemu
dirinya. Hingga satu ketika, para investor itu membentuk grup bernama “Korban
Penipuan Mira”. Para investor mengklaim bahwa total uang yang harus
dikembalikan Mira sebesar dua miliar. Kenyataannya tidak sebesar itu. Mereka
menghitung juga bunga investasi. Mira terpukul!
Dalam kasus itu, dia sempat mau bunuh diri menyayat
tangannya dengan silet. Tetapi, Tuhan berkehendak lain, dia diselamatkan. Beberapa
waktu kemudian Mira datang menemui sang pacar, apa lacur, karena kasus itu juga
ada investasi dari orang tua sang pacar, Mira justru mendapat perlakuan tak
enak dari sang pacar. Di depan pintu, Mira diteriaki Nenek tua dan dilempar
sapu.
Langkah gontai Mira mengantarkannya ke masjid dan
menenangkan pikiran dengan Salat Duha. Mira memutuskan untuk pulang ke rumah.
Selang tiga Minggu sang pacar menghubunginya untuk bertemu tapi sendirian. Mira
datang dengan menyewa mobil di sebuah rumah makan yang agak sepi. Ragu sempat
menghinggapinya. Tetiba ada dua lelaki kekar menghampirinya, Mira bergegas lari
ke mobil tapi kalah cepat, dia berhasil dijegal kedua lelaki itu dan borgol
tali dimasukkan ke mobil. Tuhan, sekali lagi baik untuknya. Mobil yang
membawanya itu berpapasan dengan mobil patrol polisi, dan polisi curiga, benar
saja. Akhirnya, Mira dan debt collector sewaan salah satu investor itu ikut ke
kantor polisi.
Uminya yang diberitahu bukan main sedihnya. Pukul 5 pagi
Uminya tiba di kantor polisi. Kasus yang menimpa dirinya sebenarnya cukup
sederhana, kalau Mira melunasi hutang mereka selesai urusan. Bahkan, polisi
menyarankan agar kasus itu diselesaikan secara baik-baik. Para investor minta
Mira tandatangani surat perjanjian melunasi hutang dalam 2 minggu. Mira sempat
tak mau. Tetapi, polisi dan Umi menyarankan untuk tanda tangan dan Mira
dijauhkan dulu dari Pekanbaru.
Kesedihan Mira bertambah manakala dia tahu bahwa yang
menjebak justru kekasihnya sendiri. Kecewa berat terus menghinggap. Dari perjanjian
yang sudah ditandatangani, Mira dibawa ke Jakarta bukan untuk kabur, tetapi
menenangkan diri dan berpikir untuk melunasi hutang. Ya, Mira hanya bisa berdoa
dan berdoa.
Ibu dan Buyanya menjemputnya ke Jakarta dan pulang bukan
ke Pekanbaru tetapi ke Pontianak. Sedekah cincin tatkala Ustaz Yusuf Mansur
datang ke Pontianak ia lakukan. Dia pun meminta jodoh yang terbaik manakala
cincin itu disedekahkan. Pacarnya yang sesungguhnya Mira cintai bukan menjadi
penolong, tetapi meluluhlantakkan harapannya.
Terima kasih Mba Mira untuk Bukunya dan PT Gramedia Pustaka Utama Foto: Dok. Pribadi |
Jodoh tanpa cinta dirinya dari salah satu yang pernah ikut MLM bersambut, Adi Pratama. Mira biasa menyapa
Mas Een. Pada Januari 2011 mereka menikah. Akan tetapi, ujian berat Mira masih
terus berlangsung. Pemberitaan tentang dirinya masuk ke harian Tribunnews.com
dan surat kabar, bahkan televisi. Hingga akhirnya mengantarkannya masuk Bui…
Kisah perjalanan Mira masuk bui belumlah usai. Bagaimana liku-liku dirinya di
bui dan kisah selanjutnya?
Sangat disayangkan tentunya jika Anda tak mendapatkan bukunya:
sebuah kisah inspiratif
Mirani Mauliza
Hirah Ekstrem: Karena HIJRAH adalah sebuah PERJALANAN
HATI
Diterbitkan oleh: PT Gramedia Pustaka Utama
Kompas Gramedia Building
Blok I Lt.5
Jln. Palmerah Barat 29--37
Jakarta 10270
0 comments:
Post a Comment