Indonesia, sebenarnya sudah sangat lama melakukan riset dan diversifikasi
sumber pangan alternatif. Tidak ada
dampak yang signifikan ataupun berdampak buruk ketika mengganti makanan pokok
penduduk Indonesia dengan bahan pangan alternatif lainnya seperti
tepung-tepungan, baik tepung pisang, ketela rambat, talas, maupun umbi-umbian
lainnya. Tetapi, memang sangat disayangkan, program “Alternatif pengganti bahan
pangan utama” dibilang tidak berjalan baik, karena keengganan untuk memulai dan
merasa lebih “terhormat” ketika makan nasi dibanding makan jewawut, arrowroot (Garut), ketela rambat,
pisang, kacang-kacangan, sagu, maupun jagung. Oleh karenanya, sebagaimana orang
Indonesia kebanyakan, kalau belum makan nasi, belumlah makan dan sampai hari
ini beras masih menjadi primadona makanan pokok bangsa ini.
Gasol Factory di Kab. Cianjur, Jawa Barat Foto: Dok. Pribadi |
Apa yang saya paparkan di atas tentunya tak lepas dari peran serta
masyarakat, terutama masyarakat lokal yang memiliki naluri (instinct) menggali
potensi daerah dan mengembangkan lahan menjadi berdaya guna untuk orang banyak.
Peduli pada makanan yang mengandung nilai gizi tinggi, mencukupi kebutuhan
asupan sehari-hari, menghadirkan bayi-bayi sehat, kuat, dan jarang terkena
penyakit, juga memberi edukasi kepada warga ibukota yang nyatanya memang “kurang
pengetahuan” untuk terjun langsung menyaksikan sawah luas terbentang, bentuk
nyata diversifikasi tanaman, pengelolaan kotoran ternak, pemanfaatan limbah
hasil pertanian, juga menyentuh lebih jauh kehidupan pedesaan yang arif dan
bijaksana dalam tataran norma adat dan kesopanan tinggi.
Rumah kaca yang menjadi satu kesatuan dengan factory Foto: Dok. Pribadi |
Hari itu, Selasa (16/05/2017), kembali mata saya dibukakan lebar-lebar. Apa
pasal? Apa yang anak-anak saya konsumsi ketika mereka masuk bulan ke-7, ada di
depan mata saya secara nyata. Ya, tepung Gasol. Saya dibawa ke Desa Gasol Kecamatan
Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat oleh owner Gasol dan Komunitas ISB
untuk melihat dan menyaksikan langsung Gasol Factory juga House of Paddy di
desa tersebut.
Rumah kayu, singgah pertama dari idaman Pak Fleming Foto: Dok. Pribadi |
Menempuh perjalanan lebih kurang
tiga jam dari Jakarta, melewati jalan berliku dan sedikit berbatu. Saat
memasuki Desa Gasol, terasa ada yang berbeda. Melihat bentangan hijau sawah
melambai sejauh mata memandang. Pepohonan jambu, pisang, beberapa herba di kiri
kanan jalan menambah indah suasana pemandangan. Sekitar pukul 11.30 kami tiba
di Gasol Factory itu dengan disambut Ibu dari pemilik (Ibu Wawa), Bapak Rohman
selaku Factory Manager, Pak Dadang (Factory Supervisor), juga Pak Irfan.
Pak Rohman, Manager Gasol (kiri), Mas Abraham Wong, Digital Marketing Gasol (Tengah), dan Ibu Wawa selaku pengelola Gasol (Kanan). Foto: Dok. Pribadi |
Bagaimana Gasol Dimulai?
Bapak Fleming Wong dan Ibu Ika Suryanawati, menjadi orang yang berjasa--(tak
berlebihan rasanya saya sematkan kata “berjasa” untuk beliau)--untuk
bayi-bayi di Indonesia ini tumbuh sehat
dan cerdas karena olahannya itu tadi. Ika Suryanawati yang kini sudah
almarhumah, biasa disapa Ika, merupakan sarjana Agronomi Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 1991
yang memang punya keinginan memiliki pertanian organik. Beliau terinspirasi dari
konsep seorang Mikrobiologi berkebangsaan Jepang bernama Manasobu Fukuoka dalam satu buku “Revolusi Sebatang Jerami”.
Bahwa, manusia itu sebenarnya tidaklah
bisa melawan takdir alam. Manusia justru menjadi pelayan alam sehingga alam
dapat berproduksi secara melimpah ruah.
Bapak Fleming Wong,Owner Tepung Gasol Foto: Dok. Pribadi |
Memang, kalau diperhatikan, kala itu pertanian organik belum ada sama
sekali kata “populer” yang tertanam di negeri ini. Ibu Ika pun pernah kerja di
beberapa perusahaan seperti batu bara juga garmen. Alhasil, keinginan kuatnya
untuk membuat pertanian organik tidaklah pernah surut. Pada 2004, Ika bersama
Pak Fleming Wong yang notabenenya
suaminya memutuskan untuk pulang kampung ke Cianjur. Mereka ingin mewujudkan mimpi-mimpi yang
pernah ditancapkan dalam benak paling tinggi.
Pemanfaatan lahan dengan tanaman sawi di area belakang Pabrik Foto: Dok. Pribadi |
Benar adanya, untuk mencari lahan pun Pak Fleming dan istrinya tak semudah
membalik telapak tangan, minimal ada sumber air juga bebas polutan (bahan-bahan
penyebab polusi). Dua tahun kemudian, Pak Fleming membeli lahan seluas 2.500 m2
di Desa Gasol yang memang tak jauh dari sekitar kaki Gunung Gede. Impian Pak Fleming memiliki rumah kayu yang
aduhai indahnya itu pun terwujud di sana. Ya, saya pun merasakan kesejukan, ketenangan, dan
kedamaian berada di dalamnya. Jauh dari hiruk pikuk kuda besi ibukota pastinya.
Pemanfaatan lahan dengan tanaman selada di belakang pabrik Foto: Dok.Pribadi |
Tanah seluas itu beliau bangun untuk rumah dan beberapa gudang penyimpanan,
sebagian lahan ditanami juga untuk persawahan. Akan tetapi, perlu proses
pengolahan panjang untuk mengembalikan tanah yang ditanami padi itu agar
berfungsi secara maksimal. Sekitar dua tahun tanah itu diolah untuk dapat
mengembalikan unsur hara yang hilang.
Untuk selanjutnya, ada hal-hal yang perlu
diyakinkan kepada petani mengenai konsep pertanian organik yang akan dijalankan
Pak Fleming dan Ibu Ika ini. Kalau sekarang zaman semakin maju dan orang-orang
lebih memilih kepraktisan ketimbang bersusah-susah payah, beda halnya dengan
Pak Fleming dan Ibu Ika. Mereka justru ingin mengembalikan alam dalam kondisi
alamiah tanpa campur tangan pestisida.
Setiap hari mereka berdua berjibaku dengan tanaman padi. Beragam jenis padi
dilihat dan dipelajari. Kekhawatiran mereka timbul akan beberapa jenis padi
yang mungkin sudah mulai jarang ditemukan dan itu menjadi padi lokal unggulan
Kabupaten Cianjur, bernama Pare Ageung. Padi jenis ini mulai punah dan sulit ditemukan. Ibu Ika (alm) memang pejuang sejati. Tak
berhenti sampai di situ untuk berburu padi varietas langka ini. Beliau berburu
hingga ke Warung Kondang, juga Cibeber.
Alhasil, satu-satunya jenis padi itu yang masih bertahan ada hanya di Desa
Gasol. Menurut orang-orang setempat,
bahwa mereka hanya mau makan makanan lokal.
Salah satu jenis padi (Omyok) untuk tepung gasol Foto: Dok. Pribadi |
Padi Genja berumur pendek Foto: Dok. Pribadi |
Beberapa jenis padi yang ditanam di Desa Gasol antara lain, Peuteuy, Hawara
Batu, Merah Wangi, Rogol Koneng, juga Omyok. Nah, ternyata bibit padi ini
diperoleh dari hasil penemuan di lapangan oleh Ibu Ika. Yang namanya usaha
perlu perjuangan dan kegigihan. Ada kalanya berhasil dan ada saatnya gagal.
Sebelumnya, hasil pertanian organik Pak
Fleming dan Ibu Ika sempat turun drastis, padi lokal yang ditanam umur panennya
sangat panjang, juga penelitian yang dilakukan hingga ke daerah-daerah menyedot
banyak uang.
Sawah yang ditanami beberapa jenis padi di perkebunan Gasol Foto: Dok. Pribadi |
Makanan Pendamping ASI (MPASI)
Banyak manfaat dari ikut milis
ataupun sekadar melihat-lihat beberapa milis. Ternyata, istri Pak Fleming—Ibu Ika
sekitar tahun 2005—mengikuti beberapa milis. Milis itulah yang menjadi penunjuk
sekaligus pembuka jalan Pak Fleming dan istrinya. Tak dinyana, ternyata banyak
sekali di negeri ini yang memerlukan tepung berbahan dasar beras. Pak Fleming
beserta istrinya mencoba meracik Tepung Gasol dari beras-beras organik yang
ditanam di areal perkebunannya, berupa Hawara Batu, Cingkrik, Peuteuy, juga
Merah Wangi.
Dulunya, beras-beras itu diolah hanya sekitar tak lebih dari 20
kilogram, pengolahannya pun masih manual tanpa mesin. Beras yang ditumbuk
menggunakan lumpang (lesung), pengeringannya pun melalui proses pengeringan manual
pula, disangrai atau digoreng tanpa minyak. Apa yang terjadi? Hasil olahan
tepung gasol mereka banyak yang suka.
Seiring bergulirnya waktu, tepung gasol Pak Fleming makin banyak dicari,
terutama untuk makanan pendamping ASI. Hal ini memang bagus untuk menambah
massa tubuh bayi. Sedikit berbagi pengalaman untuk tepung gasol. Saat anak-anak
saya menginjak bulan ke-7, istri saya bingung mau cari makanan pendamping ASI
seperti apa. Banyak MPASI yang beredar, tetapi setelah dilihat-lihat ada yang
menggunakan gula.
Lantas saya coba browsing internet, dan menemukan situs http://gasolorganik.com/ ini. Dari sini, saya telusuri di mana tepung
gasol yang terdekat dengan daerah saya,ternyata ada. Saya coba beli dua varian
kala itu, tepung gasol kacang hijau dan beras merah. Saya coba buat dari tepung beras merah terlebih dahulu
dengan campuran beberapa macam sayuran. Satu sendok pertama langsung lahap,
sendok kedua juga habis, ketiga, keempat, dan seterusnya. Alhasil anak saya
suka. Setelah habis tepung gasol beras merah, saya coba tepung gasol kacang
hijau. Sama cara memasaknya, saya campurkan beberapa jenis sayuran dan daging
ayam.
Disuapan pertama langsung ditelan, kedua pun habis, ketiga, keempat, dan
seterusnya, lahap. Alhasil, anak-anak saya memang suka dengan tepung gasol.
Badan mereka pun keras dan padat. Ditambah lagi jarang terkena sakit.
Kecerdasan mereka pun terus bertambah, tulang-tulang mereka kuat. Saat
berkonsultasi ke dokter anak keluarga, dokter pun bilang, tepung gasol
direkomendasikan dan baik untuk pertumbuhan bayi kami.
Saya pun mencoba masak bentuk lain dari tepung gasol ini. Ya, kecintaan
saya dengan dunia kulinari, membuat
sesuatu yang lain dari tepung gasol. Saya racik menjadi beberapa jenis makanan
ringan untuk anak-anak saya, berupa cookies dan pudding tepung gasol. Untuk
buat cookies dari tepung gasol apa saja bisa. Biasanya saya buat cookies dari
tepung kacang hijau yang dicampur sedikit mentega, telur, dan brown sugar,
serta kismis. Hasilnya, anak-anak saya menyukai cookies gasol kacang hijau.
Begitu pula dengan pudding dan chiffon cake. Saya buatkan pudding dari
tepung gasol beras merah dengan tambahan gula palm, telur, agar-agar, dan susu cair. Pun mereka menyukai
dan lahap menghabiskannya. Chiffon cake yang saya buat dari tepung gasol
beras merah tak kalah seru. Hasilnya lembut dan mengenyangkan. Jadi,
banyak sekali manfaat tepung gasol yang
keluarga saya dapatkan. Tak hanya sebagai MPASI tetapi juga mampu memenuhi gizi
keluarga kami.
Saat kunjungan ke Pabrik Gasol di Desa Gasol, Kec, Cugenang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Foto: Dok. Kang Gaus |
Nah, tepung gasol yang diolah Pak Fleming ini merupakan tepung berbahan
pangan lokal dengan kandungan gizi yang cukup tinggi dan bagus. Contohnya, ubi,
jagung, garut, beras merah, biji jali-jali, sorghum, pisang, juga kacang hijau. Itu semua dengan kreativitas
Pak Fleming diubah menjadi varian-varian baru tepung gasol yang bergizi.
Sekarang, sudah ada sekitar 13 macam Tepung Gasol yang dihasilkan oleh Factory
Pak Fleming yang ada di Desa Gasol tersebut.
Ya, perlahan-lahan tapi pasti, Pak Fleming dan istrinya membangun factory secara lebih modern di sekitar Desa Gasol.
Hebat! Semua dilengkapi dengan warehouse yang kebersihan dan kemanannya sangat
terjaga. Kenapa? Ya, karena ini produk makanan sehat untuk tumbuh kembang anak.
Mau tidak mau kualitas diutamakan. Begitu pula ketika saya melihat masuk ke
dalam factory bahwa pembuatan dan produksi tepung gasol ini secara steril.
Mengapa tepung gasol menjadi pilihan saya untuk anak-anak sebagai makanan
pendamping air susu ibu? Ya, dari hasil bincang-bincang saya dengan Pak Fleming
dan Pak Rohman bahwa, benih yang ditanam sebagai benih dengan kualitas unggul
tidak berasal dari Genetic Engineering (rekayasa
genetika). Kita tidak tahu, zat-zat atau material apa yang terdapat dalam
tumbuhan hasil rekayasa genetika itu ketika masuk ke dalam tubuh.
Benih-benih itu ditanam dengan bahan-bahan organik yang ada di area
pertanian Desa Gasol di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Saya akui, bahwa
Kabupaten Cianjur salah satu kabupaten di Jawa Barat yang memiliki tanah subur,
suhu udara yang sangat cocok untuk pertumbuhan berbagai jenis tanaman, serta
mikroba maupun mikoriza yang terdapat dalam akar-akaran. Hal ini yang menjadi
perhatian besar saya, area atau lokasi pabrik ada di tempat pertanian yang
bebas polusi udara. Otomatis tidak memberi atau mengurangi ruang bagi bakteri
dan jamur semisal Aspergillus niger, Saccharomyces, Escherichia coli, dan
sejenisnya untuk berbiak.
Kita tahu, pewarna buatan jika tidak bijak penggunaanya dapat membahayakan
tubuh. Berbeda dengan Tepung Gasol ini, semua tanpa bahan pewarna. Warna-warna
yang dihasilkan murni warna alami dari material. Pun tanpa ada bahan pengawet
sedikitpun yang masuk, juga perasa. Inilah yang namanya organik, benar-benar
menciptakan rasa yang unik. Di tengah-tengah percakapan saya itu juga disampaikan
Pak Fleming, bahwa Tepung Gasol yang dikomandoinya telah memiliki sertifikat
HACCP. Apa itu HACCP? Ya HACPP (Hazard Analysis & Critical Control Point)
sebagai satu cara atau metode operasi terstruktur yang dikenal dalam skala
internasional untuk dapat membantu organisasi di bidang makanan dan minuman
dalam mengidentifikasi risiko keamanan pangan, mencegah bahaya dalam keamanan
pangan, dan menyampaikan kesesuaian hukum.
HACCP, dalam industri makanan memberi peran sangat penting sebagai indikator
kebersihan produk dan sterilisasi produk dari bahaya kontaminasi. HACCP
membantu mengurangi risiko terhadap kecelakaan pangan yang dapat terjadi.
Sistem ini baik digunakan untuk skala domestik hingga internasional.
HACCP dengan mudah membantu setiap pengusaha pangan dan minuman untuk mengidentifikasi
segala jenis risiko kontaminasi dalam proses produksi dan mekanisme kontrol
yang harus dilakukan.Tepung Gasol Pak
Fleming telah memiliki ini. Oleh karenanya, tak ada rasa khawatir untuk
mengonsumsi tepung gasol yang sudah jadi langganan lama anak-anak saya.
Industri dengan Manajemen Nol Limbah
Sang Surya semakin
menapak tinggi. Panas kulit sengatannya makin terasa. Tak lama sebelum masuk ke
factory, saya diajak untuk melihat proses pembuatan pupuk berbahan baku Azolla pinnata, sekam padi, dan tanaman
hijau lainnya. Azolla, sejenis tanaman
air semacan eceng gondok, biasa ditemui di sekitar aliran sungai, di sela-sela
genangan air tanaman padi.
Proses pembuatan pupuk kompos dengan bahan Azolla pinnata Foto: Dok. Pribadi |
Azolla sejenis tumbuhan
paku atau paku air yang memiliki ukuran 3-5 cm dan bersimbiosis dengan
Cyanobacteria untuk memfiksasi N2. Nah, dari simbiosis ini menyebabkan Azolla memiliki kualitas nutrisi yang sangat baik. Jadi,
sudah sejak beradab-abad lamanya, di China maupun Vietnam memanfaatkan Azolla sebagai sumber Nitrogen untuk
padi sawah. Tumbuhan ini tumbuh alami di Asia, Eropa, juga Amerika. Ada
beberapa jenis yang biasa ditemukan, seperti Azolla caroliniana, Azolla
filiculoides, Azolla mexicana, Azolla microphylla, Azolla nilotica, Azolla
pinnata var. pinnata, Azolla pinnata var. imbricata, Azolla rubra.
Dari sinilah terbuka, kenapa pupuk organik
Azolla yang dipakai untuk memupuk tanaman padi sawah sebagai bahan baku tepung
gasol. Kalau membaca literatur tentang Azolla, penelitian internasional
menyebutkan bahwa, Indonesia ikut terlibat menggunakan 15N melalui Badan Tenaga Atom Internasional
(IAEA-Wina), menunjukkan bahwa Azolla yang bersimbiosis dengan Anabaena azollae
dapat memfiksasi N2 udara dari 70%-90%. N2-Fiksasi yang sudah terakumulasi itu
dapat dipakai sebagai sumber Nitrogen untuk padi sawah. Inilah kandungan unsur hara
dalam Azolla Unsur Jumlah N 1.96-5.30 (%), P 0.16-1.59 (%), K 0.31-5.97
(%), Ca 0.45-1.70 (%),Mg 0.22-0.66 (%),S 0.22-0.73 (%), Si 0.16-3.35 (%),Na
0.16-1.31 (%),Cl 0.62-0.90 (%),Al 0.04-0.59 (%),Fe 0.04-0.59 (%),Mn 66 - 2944
(ppm), Co 0.264 (ppm),Zn 26 - 989 (ppm).
Umumnya, biomassa Azolla mencapai maksimum setelah 14
sampai 28 hari setelah inokulasi. Dari beberapa penelitian menyebutkan bahwa menginokulasi
200 gram Azolla segar per m2,
setelah tiga minggu, Azolla akan
menutupi seluruh permukaan lahan tempat Azolla ditumbuhkan.
Dalam kondisi seperti itu dapat dihasilkan 30--45 kg N/ha, itu artinya sama dengan dengan 100 Kg urea. Ditemukan juga, bahwa Azolla tumbuh dan berkembang lebih baik saat penghujan tiba dibanding musim kemarau. Nah, ini dia beberapa manfaat Azolla:
1. Sumber N dapat mengganti pupuk urea sampai 100 kg
2. Pakan ternak/hijauan, pakan ikan, terutama ayam dan itik
3. Menekan pertumbuhan gulma
4. Tanaman hias
5. Kontrol terhadap perkembangan nyamuk
Apa yang dibincangkan Pak Rohman tentang Azolla, menjadi daya tarik
tersendiri untuk saya. Selain Azolla, saya melihat pula areal ditanami tebu.
Ya, Pak Rohman menuturkan, “Tebu-tebu itu memang sengaja ditanam. Pengennya untuk
bisa produksi gula sendiri, tetapi terhenti sejenak. Jadi, gula yang diambil
berupa gula cair saja”.
Menginjak kaki masuk ke
dalam, saya diperlihatkan ada tiga ember berisi air. Ternyata, ember-ember
tersebut berupa mol atau molase untuk proses pembusukan pembuatan pupuk organik.
Molase itu diperoleh dari tebu berupa gula cair yang ditampung dari proses
penyaringan. Masuk ke dalam lagi, saya diperlihatkan pada kandang ternah berupa
kambing. Ada sekitar 30 ekor kambing yang dipelihara untuk diambil kotorannya.
Kemudian diolah menjadi pupuk kompos (organik). Kotoran kambing itu dicampur
bersama arang sekam padi, jerami padi, Azolla pinnata, dan tetumbuhan hijau
lainnya. Sementara, air urin kambing dialiri ke sawah-sawah sebagai tambahan
pupuk alami urea yang berasal dari air seni kambing itu tadi.
Bahan Mol (Molase) untuk pembuatan pupuk organik Foto: Dok. Pribadi |
Di sini saya melihat, inilah yang
dimaksud dari alam, untuk alam, dan kembali ke alam yang dilakukan oleh Pak
Fleming. Ya, alam tidak untuk dilawan, tetapi bagaimana alam dirawat, dibiakkan
agar terus produktif dan menghasilkan. Konsep-konsep seperti ini yang jarang
sekali saya dapatkan ketika kita menyatakan melindungi alam tetapi tetap
saja merusaknya. Ada kearifan yang
ditanamkan Pak Fleming kepada usaha yang dilakukannya.
Peternakan Kambing untuk proses pembuatan pupuk Foto: Dok. Pribadi |
Di saat-saat saya dibawa ke perkebunan, salah seorang pekerja menunjukkan
cara-cara membuat arang merang padi. Arang itu yang nantinya dipakai untuk
campuran pupuk organik. Ya, alat pembakar seperti tabung setinggi kurang lebih
1,5 meter yang di sekelilingnya dilubangi. Sementara di bawahnya diberi kayu
bakar yang kemudian disulut hingga api menjalar ke atas. Untuk selanjutnya,
merang padi ditebar mengelilingi tabung pembakaran.
Alat untuk pembakaran sekam padi Foto: Dok. Pribadi |
“Proses pembakaran merang padi ini perlu waktu relatif lama, tergantung
tingkat kekeringan merang. Semakin kering, merang padi akan cepat terbakar dan
menjadi arang. Waktu proses pun semakin cepat. Akan tetapi, jika merang masih
basah, proses pembuatan arangnya pun semakin lama”, ucap Pak Rohman di
sela-sela bincang saya siang itu.
Kemudian, saya dibawa ke areal persawahan yang ditanami padi.Ya, padi beras
merah (genja). Genja yang dimaksud Pak Rohman adalah padi yang berumur pendek
dan dapat dipanen setelah berumur empat
bulan. Di sekitarnya juga ditanami pohon jali-jali.
Nah, bicara jali-jali ini semakin membuat saya tertarik. Jadi teringat
lagunya “Jali-Jali”. Ya, jali-jali sudah dilupakan orang. Mungkin, kalau
ditanya, “Tahu tidak bentuk dan rupa buah jali-jali?” Saya yakin, ada yang
tidak tahu sama sekali. Dulu, di tempat saya di Jambi, jali-jali ini dijadikan
tasbih, aneka souvenir, dirangkai menjadi bentuk-bentuk kerajikan tangan yang
sangat menarik. Memang, ada dua jenis jali-jali yang bernama latin Coix lacryma-jobi var.lacryma-jobi punya pseudokarpium sangat
keras warna putih, oval, dan dibuat beragam aksesoris. Coix lacryma-jobi var. ma-yuen yang dapat dikonsumsi dan jadi bahan
obat oleh orang-orang China. Dalam dunia perdagangan dikenal dengan nama Chinese pearl wheat (gandum mutiara China), meski kekerabatannya
lebih dekat dengan jagung ketimbang gandum.
Di tangan terampil Pak Fleming, jali-jali diubah menjadi tepung gasol jali-jali untuk produk olahan
MPASI. Jali-jali mengandung gizi seperti prebiotik, beta-sitosterol yang bagus
untuk mengendalikan kolesterol gula darah tubuh. Sementara itu, di China,
jali-jali dipakai sebagai obat untuk kanker. Kita juga dapat membuat bubur
jali-jali dengan gula secukupnya untuk
sarapan. Kalau jali-jali memang berasa tawar, saat dimasak dapat ditambah gula
merah dan daun pandan agar lebih beraroma.
Hasil penelitian pun menunjukkan bahwa jali-jali yang dibuat bubur tidak
menaikkan gula darh tubuh. Apalagi kalau ditambah yoghurt, justru memiliki
manfaat yang banyak. Yoghurt menjaga keseimbangan mikroba. Meski sudah jarang
beredar di pasar, tetapi di Desa Gasol dalam pabrik pengolahan tepung gasol
milik Pak Fleming, jali-jali masih dihasilkan dan diproduksii.
Saya juga menjumpai sejumlah tanaman sorghum. Sorghum atau cantel (di Jawa), menjadi bahan pangan
lokal nomor lima di dunia. Tetapi, tidak saja di Jawa, sorghum juga menyebar ke
daerah timur Indonesia, tepatnya di Adonara Barat, Desa Pajinian yang dikelola
oleh Ibu Maria Loretha sebagai sumber pangan lokal yang kini sudah merambah
mancanegara. Sorghum dapat dibuat sebagai MPASI karena zat besi yang
dikandungnya mampu menghindari bayi dari defisiensi besi, juga penambah darah,
dan beberapa jenis tanaman yang dapat dibuat tepung lainnya.
Saya juga menyusuri galangan sawah untuk melihat padi-padi yang sudah
berbuah dan mulai menua (masak). Di tegalan
padi itu juga ditanami tanaman kacang tanah dan kacang kedelai. Sistem
tumpang sari atau juga tanaman sela untuk memanfaatkan lahan, juga memperbaiki unsur
hara dilakukan oleh Pak Fleming. Jadi, tidak perlu mengandalkan perluasan lahan
(ekstensifikasi lahan).
Bagaimana dengan pestisida? Di kebun Gasol ini tidak atau mengurangi sama
sekali pemakaian pestisida olahan pabrik. Justru mereka memakai pestisida alami
seperti mahoni dan suren. Kedua tanaman ini mampu mengusir hama belalang,
dengan cara ditumbuk dan direndam air cucian beras lantas di fermentasi.
Kearifan lokal yang tetap terjaga, perlindungan pada ekosistem alam tak
hilang dalam membentik ekosistem alam
seimbang. Pak Fleming memanfaatkan limbah kulit pisang, bonggol jagung,
dan sampah rumah tangga untuk dijadikan
kompos. Alhasil, pupuk-pupuk yang ditebarkan di perkebunan miliknya adalah
pupuk organik tanpa campuran bahan kimia pabrik.
Rumah kaca ini sebagai "alat" untuk proses pengeringan material tepung Foto: Dok. Pribadi |
Di pabriknya itu, Pak Fleming juga membuat rumah kaca untuk proses
pengeringan material tepung. Hal itu dapat membuat penghematan energi yang
jumlahnya dapat mencapai ribuan watt. Akan tetapi, jika kondisi cuaca tidak memungkinkan, hujan yang terus
menerus, heater menjadi alternatif lain untuk pengeringan. Di cuaca yang sangat
panas, rumah kaca itu mampu menyerap panas tinggi (30 derajat Celcius).
Untuk mengembangkan usahanya ini, Pak Fleming tidak sendirian. Dia bermitra
dengan dengan beberapa petani di Desa Gasol. Ada yang bersawah di tempat yang
mereka punyai dengan menerapkan pola-pola organik yang diberikan oleh Pak Fleming.
Petani-petani yang bekerja di lahan Pak Fleming bersimbiosis mutualisme dengan
banyak mengambil keuntunngan tanpa merugikan satu sama lainnya.
Mereka, selain mendapat gaji, juga ada aturan bagi hasil untuk areal-areal
tertentu. Pekerja yang menggarap lahan juga mendapat jaminan kesehatan secara
free. Ada kalanya mereka berbagi cerita (curhat) mengenai kondisi di
perkebunan, kendala yang dihadapi, dan hal-hal lainnya. Pak Fleming tak
hanya mempekerjakan kaum pria, ketika
saya bertandang ke pabriknya itu, ada banyak wanita juga. Ya, sepertinya hal
ini sebagai bentuk penyerapan tenaga kerja seiring dengan penerapan pola
pertanian organik berkonsep kembali pada lingkungan sekitar dengan hal-hal
positif.
Ya, tepung-tepung gasol ini membawa begitu banyak harapan tak hanya untuk
Pak Fleming dan keluarga, tetapi untuk mereka yang ada di Gasol. Seperti
banyaknya varian Gasol yang dihasilkan,
meliputi Tepung gasol merah
wangi, Tepung gasol beras merah, Tepung gasol beras cokelat, Tepung gasol
kacang hijau, Tepung gasol kacang kedelai, Tepung gasol kacang merah, Tepung
gasol jagung, Tepung gasol ubi, Tepung gasol pisang, Tepung gasol arrowroot
(Garut), Tepung gasol jali-jali, Tepung gasol labu kuning, dan Tepung gasol
talas.
Tak terasa, surya sore perlahan-lahan pamit masuk ke peraduan. Saya kembali
ke dalam ramah dan damainya rumah kayu yang diidamkan Pak Fleming. Ibu Wawa dan
Teteh sudah menyediakan kembali sepiring combro dengan hangat teh sereh. Tak
lama berselang foto bersama dilakukan sebagai satu bentuk pengingat bahwa suatu
saat nanti saya akan kembali lagi. Ibu Wawa, sempat berkaca-kaca. Pak Rohman, Mas
Abraham, Mas Irfan, Teh Hetty, dan Kang Dadang, mungkin akan ada sejuta cerita
yang singgah selanjutnya untuk saya kembali
menceritakan perjalanan penuh liku di Gasol, seperti liku-liku tegalan
sawah yang membawa cerita indah untuk esok.
Sejenak foto bersama menjadi bentuk peninggalan jejak Foto: Dok. Pribadi |
5 comments:
Wahh enak nih mas jun bisa berkunjung ke cianjur menikmati hawa pedesaan, ditambah melihat rumah pak fleming dan proses produksi tepung gasol, tapi syangnya di tempat saya belum ada yang namanya tepung gasol mas jun hehehe
Ulasannya detail sekali bikin saya mendapat wawasan luas ttg pangan organik. TFS ya :)
Superrr banget tulisannya. Padat dan lengkapps sekali chef. Baca yang bagian Gasol dijadikan makanan lain selain bubur, jadi pengen bikin cookies dan kue dari tepung gasol juga. Anak-anak pasti suka banget deh. Tapi, di sekitar aku masih sulit cari tepung ini.
Terima kasih mas Anjar. Hehehe. Mba Uci... ada banyak di supermarket tepungnya. Nah, iya kreasi buat cookies ya dari tepung gasol. Enaak banget.
Kalau bikin kue pake tepung gasol, aku mauuuuu :D
Post a Comment