International Seminar on Pesantren Studies yang berlangsung hari
ini diwarnai beragam pandangan.
Pesantren menjadi salah satu saksi sejarah perjalanan bangsa Indonesia.
Lembaga ini telah eksis selama ratusan tahun di Nusantara. Kenyataan ini
setidaknya mampu menjawab opini orang tentang
pesantren. Usia yang sudah sangat tua
menjadi bukti tak terbantahkan peran
vitalnya yang tidak bisa
dinomorduakan. Seperti mencerdaskan anak bangsa hingga menjadi kekuatan
yang melekatkan keragaman suku bangsa dalam negara kesatuan republik Indonesia.
Prof. Dr. H. Anwar Abbas, MM. M.Ag (batik lengan panjang), Gus Rizal (batik lengan pendek), dan Prof. Dr. Abdul A'la (paling kanan) dalam International Seminar On Pesantren Studies [Foto: Dok Pri] |
“Pesantren menjadi tumpuan dan harapan. Wajib hukumnya menyuntikkan virus
entrepreneurship dan intrapreneurship agar siapapun yang telah selesai menempuh
pendidikan dapat menciptakan lapangan pekerjaan. Indonesia akan menjadi
penguasa dunia,” ucap Prof. Dr. H. Anwar Abbas, MM, M.Ag.
Dalam kesempatan yang
sama, Gus Rizal mengatakan, pondok pesantren harus mengimbangi perkembangan zaman dengan beragam pola pesantren yang
ada. Pesantren menjadi salah
satu institusi pendidikan yang memiliki skill
(keahlian), pembelajaran,
maupun pengetahuan. Kementerian Agama harus benar-benar mengawasi perkembangannya. Pondok
pesantren dibangun berdasarkan jasa seorang kyai, dari dulu hingga sekarang sudah semestinya pola pikir pondok
pesantren tidak berubah.
Pesantren kini menjelma sebagai kontrol tak terduga untuk sisi negatif
modernitas dengan tetap mengarusutamakan pendidikan moral kepada setiap santri
yang belajar di dalamnya. Di
pesantren pula globalisasi hanya berpengaruh pada tataran sistem dan struktur,
tidak sampai pada nilai dan kultur.
Dalam perkembangannya, pesantren memberikan kontribusi dan sumbangan
terbesar untuk bangsa. Di masa penjajahan pun, pesantren memberikan sumbangsih
menentang kolonial. Setelah merdeka, pesantren pun ikut serta menjaga
persatuan dan kesatuan bangsa. Sampai
sekarang, kontribusi pesantren dalam mengisi dan ikut serta mewujudkan
cita-cita bangsa yang masih begitu
terasa.
Sepak terjang pesantren tak hanya di dunia pendidikan. Pesantren pun punya
peran besar dan aktif di sektor lain, seperti pemberdayaan ekonomi, politik,
sosial, budaya, dan sebagainya.
“Mempertahankan nilai-nilai pesantren mesti dilakukan. Bagaimana
mengonstekstualisasikan nilai Islam dengan nilai lokal. Pesantren sebagai hasil
kreativitas para kyai orang Indonesia. Pesantren juga menjadi tempat
pembelajaran yang tak pernah mati,” ucap Prof. Dr. Abdul A’la, Rektor UIN Sunan
Ampel, Surabaya.
Pesantren terus mewaspadai
perkembangan dan perubahan zaman. Jika
tidak, pesantren akan tergilas. Masing-masing zaman memiliki masalah dan
tantangan tersendiri. Tak heran, selain ketahanan pesantren yang kokoh, tidak
sedikit pula pesantren yang tutup karena tidak mampu beradaptasi dengan
perubahan zaman.
Tantangan pesantren kini semakin beragam, tak lagi ekses modernitas dan
globalisasi yang datang dari luar, juga pengaruh ideologi radikal dan
konservatisme yang menggerogoti dari dalam. Tak lepas pula dari penetrasi
teknologi informasi yang semakin liar. Banyak kalangan menyebut fenomena ini
dengan disruption. Memang, fenomena
ini tak hanya mewabah di dunia pendidikan, tetapi mewabah di semua sektor.
Pesantren perlu berinovasi dalam hal strategi pembelajaran agar anak-anak merasa senang belajar di
pesantren, dan
mereka juga tidak
gagap terhadap perkembangan maupun perubahan zaman. Penguatan lembaga pesantren
menjadi hal utama yang harus diperhatikan. Tanpa didukung kelembagaan yang kuat,
tentu ketahanan pesantren akan terkikis.
Banyak hal yang mesti dikerjakan oleh
pesantren yang menjadi capital, tidak saja sebagai market. Untuk itu, pesantren terus berefleksi-inovasi untuk
meng-upgrade sistem pembelajaran dan bertahan (survive) menghadapi perkembangan zaman.
“Nilai-nilai luhur kesederhanaan, pelestarian, melek cyber
physical system, membangun pesantren sebagai pusat civilization dari Indonesia untuk dunia harus tetap sesuai
jati dirinya. Pesantren harus secara kritis mampu menyikapi setiap perkembangan
agar tidak tergerus zaman. Jika pesantren hilang, Indonesia akan hilang,” tutup
Prof. Dr. Abdul A’la.
Seminar yang diselenggarakan
mulai tanggal 20--22 November 2017 di Indonesia Convention Exhibition, BSD
City, Tangerang ini, menghadirkan pembicara yang sangat kompeten di bidangnya dari luar negeri,
seperti Dr. Muhammad Thayyib (Sudan), Dr. Salim Alwan (Mufti Darul Fatah,
Australia),Dr. Syekh Sa’ad Al Ajuz (Global University, Libanon), dan Dr. Fahdi
Alamuddin (Jam’iyyah Al-Masyari, Libanon).
Tak hanya itu, pembicara
top dalam negeri pun turut hadir memeriahkan seperti K.H. Mustofa Bisri
(Pimpinan Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Rembang), K.H. Masdar Farid
Mas'udi (Rais Suriah PB Nahdlatul Ulama), Prof. Dr. Nur Syam (Sekretaris
Jenderal Kementerian Agama), Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin (Direktur Jenderal
Pendidikan Islam), Prof. Dr. Abd. A'la (Universitas Islam Negeri Sunan Ampel,
Surabaya), Dr. Noor Achmad (Rekor Universitas Wahid Hasyim, Semarang), Dr.
Abdul Mukti (Sekretaris Pimpinan Pusan Muhammadiyah, Jakarta), Dr. Ahmad Zayadi
(Kementerian Agama RI, Jakarta), serta Amich Alhumami, M.A., Ph.D. (Bappenas, Jakarta).
Selain agenda ini, di
IIEE 2017 juga diisi dengan aktivitas
lainnya seperti Deklarasi Jakarta, Apresiasi Pendidikan Islam (API),
Anugerah Guru Madrasah Berprestasi (Gupres), Kompetisi Robotik Madrasah, serta Pentas Dongeng Islami PAI.
Acara pembukaan hari ini, Selasa (21/11/2017), dibuka oleh Menteri Agama
Republik Indonesia, Lukman Hakim Saifuddin yang dihadiri 4.000 peserta.
2 comments:
setuju harus inovasi nih metode belajarnya biar anak-anak mau belajar di epsantren. anak sy kalau ditanya belum mau pesantren, masih kecil juga sih 10 th
Keluargaku banyak yang memasukkan anaknya ke ponpes, mas. Mutunya sudah teruji bagus sih :)
Post a Comment