Temu Nasional Pengadaan 2017 [Foto: Dok Pri] |
Pengadaan barang/jasa sebagai bentuk dari satu
manajemen supply chain. Akan tetapi, pelaksanaannya, khusus untuk lembaga
pemerintahan--kalau ngobrolin Supply Chain Management (SCM)--jadi seperti
sesuatu yang unik, aneh, bisa jadi menyeramkan. Sesungguhnya, antara pengadaan
dan SCM sebagai satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan.
Menurut Ketua P3I, Khalid Mustafa, hal tersebut
diperparah lagi dengan kompetensi yang lemah dari pihak yang melakukan proses
pengadaan, sehingga membuat fenomena lelang jadi terabaikan. Ada juga
intimidasi dari pihak-pihak lain yang membuat semakin buruk masalah.
Di hari ini, Kamis (30/11/2017) saya menghadiri Temu
Nasional Pengadaan 2017 yang diprakarsai oleh P3I di The Media Hotel &
Tower, Jalan Gunung Sahari Raya No.3 bilangan Senen, Jakarta Pusat.
Saat ini, peraturan perundang-undangan justru dapat mengurai atau mengurangi masalah
tersebut. Ditambah juga, masih terdapat pihak-pihak yang mau bekerja untuk
mengawal dan memperkuat pengadaan barang/jasa dalam memenuhi salah satu tujuan
pengadaan, yaitu menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang
dibelanjakan, pengukuran aspek kualitas, jumlah, waktu, biaya, lokasi, dan
penyedia.
Nah, salah satu pelopor pendirinya pengadaan
barang/jasa ini adalah P3I. P3I sebagai kepanjangan dari Pusat Pengkajian
Pengadaan Indonesia. P3I berada di bawah naungan LKPP (Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) yang berdiri pada 1 Juni 2012.
Dewan Pendiri P3I ini berjumalah 18 orang, tetapi satu
orang mengundurkan diri, dan satu orang telah meninggal dunia Kini, masih
tersisa 16 orang. Keenambelas orang tersebut terdiri atas: Djamaluddin Abubakr,
Alwi Ibrahim, Mauladi Widodo, Ahmad Karsono, Bambang Sugiyanto, Eko Suryo
Putranto, Nur Qudus, Rahfan Mokoginta, Riswan, Indro Bawono, Galuh Tantri
Narindra, Mina Ayu Roswydya, Yulis Setia
Tri Wahyuni, Arief Setiawan, M. Kahar Palinrungi, dan Dewa Widyana Maya.
Lembaga
ini punya visi “Menjadikan
Lembaga Pengkajian dan Studi Pengadaan Barang/Jasa yang Andal, Terpercaya, dan
Sebagai Referensi Nasional dan Internasional.”
Sementara
itu, misinya sendiri terdiri atas empat hal, yaitu 1) Mengembangkan Pengetahuan dan Keahlian
Pengadaan Berakar Budaya Produktif Indonesia, dan Mendorong Sumber Daya Manusia
Pengadaan Beretika dan Profesional. 2) Mendukung Pengembangan Sistem Pengadaan
Nasional yang Kredibel. 3) Mendorong Pencarian Solusi atas Permasalahan
Pengadaan Barang/Jasa pada Sektor Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat, dan 4)
Membuka Jaringan Komunikasi antara Regulator Pengadaan, Pengguna, dan Penyedia
Barang/Jasa.
Hal
yang mesti harus kita ketahui juga, bahwa P3I tak sekadar Lembaga Pendidikan
dan Pelatihan saja, P3I punya fungsi utama untuk melakukan studi dan pengkajian
mengenai aturan dan pelaksanaan pengadaan di Indonesia. Selain itu juga
menyebarluaskan tata cara pengadaan yang baik dan benar untuk semua stakeholder
yang ada di Indonesia.
Terkait
pengadaan barang/jasa ini, saya punya pengalaman sekitar empat tahun lalu. Saat
bekerja di salah satu pengembang aplikasi dan masuk dalam daftar proyek dengan
nilai di atas 4 M. Sebelumnya, saya juga tidak tahu, bahwa satu nilai proyek
dengan nilai di atas 200 juta harus mengikuti
tender/lelang.
Agak
kebat-kebit (= keteteran) juga ketika
tahu harus ikut tender. Itu kali pertama saya harus mengurus dokumen penting
perusahaan yang cukup menyita waktu dan perhatian. Mulai dari NPWP perusahaan,
Akta Notaris, Domisili Perusahaan, SK Kemenkumham untuk pendirian perusahaan,
Pajak Perusahaan, dan sejumlah dokumen pendukung lainnya.
Dari
perlengkapan dokumen ini tadi, saya diarahkan untuk menemui pejabat LKPP.
Bertemulah dengan pejabat LKPP yang dimaksud dan menjelaskan maksud kedatangan
saya. Waktu itu ada sekitar 4-5 perusahaan yang beraudiensi dengan pejabat
LKPP. Tiba giliran saya, begitu simpel menjelaskan dan diarahkan untuk melihat
e-katalog LKPP.
Saya
pelajari e-katalog yang dimaksud, hmm… ternyata e-katalog dapat dijadikan
panduan dasar untuk proses tender. Tetapi, lembaga atau instansi yang
membutuhkan kelengkapan dokumen perusahaan tender, mesti ditanyakan secara
detail ke LKPP.
Nah,
kalau dokumen sudah dilengkapi, kita bisa ikut tender. Sayang sekali, saat
dokumen sudah dilengkapi, dan saya sudah wara-wiri sana sini, tetapi, pejabat
pembuat kebijakan (PPK) bilang, bahwa dalam hal ini perusahaan bisa penunjukkan
atau pengadaan langsung (PL).
Sempat
juga saya bertanya kepada pejabat PPK, bagaimana proses pengadaan atau
penunjukkan langsung ini dapat diberlakukan? Ternyata, PL ini bisa segera
dilakukan dari lembaga atau instansi terkait yang ingin memakai jasa perusahaan
dengan nilai di bawah 200 juta rupiah.
Alhasil,
terjadilah PL tersebut. Mengapa bisa terjadi PL ini? Dengan beberapa alasan
yang dikemukakan oleh PPK, bahwa nilai untuk penggunaan jasa di bawah 200 juta,
proses tender hanya melibatkan satu perusahaan dan tidak ada pemain lain.
Mungkin dari pemikiran saya, sah-sah saja hal ini dilakukan.
Yang
jadi pertanyaan saya, mengapa dilakukan PL padahal jangka waktu untuk melakukan
tender masih panjang, sekitar empat (4 bulan) ke depan dan perusahaan pun bisa
melengkapi berkas yang dipersyaratkan? Apakah dalam hal ini PPK maupun
perusahaan tidak mau ribet dengan
urusan administrasi dokumen yang sudah dipersyaratkan? Kembalikan lagi ke
perusahaan dan PPK-nya.
LKPP
jelas-jelas menjadi lembaga yang memfasilitasi dan membantu siapapun untuk
berkoordinasi apa-apa saja dokumen yang diperlukan ketika satu perusahaan ingin
melakukan tender. Mungkin next, P3I dan LKPP dapat membangun satu jaringan
diskusi mengenai tender beragam bidang usaha dari perusahaan untuk instansi
terkait. Seperti tender pengadaan buku, stasionary, dan sebagainya.
Kehadiran
P3I ini menjadi satu jembatan komunikasi antara penyedia barang/jasa dengan
lembaga-lembaga pemerintahan yang akan
menggunakan jasa mereka. Terkait pula dengan UU No. 2 tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi
sebagai pengganti UU No. 18 tahun 1999.
Juga
peraturan presiden No. 54 Tahun 2010
tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang sudah empat kali mengalami
perubahan, bahwa ini menjadi semacam pertanda sesungguhnya pemerintah
memberikan perhatian lebih dengan pelaksanaan
pengadaan yang berkembang pesat.
UU
No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi ini meliputi beberapa hal, yaitu:
1.
Pembagian Tanggung jawab dan kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah dalam penyelenggaraan jasa konstruksi
2.
Perbaikan klasifikasi dalam usaha jasa konstruksi
3.
Pengaturan terkait badan usaha asing
4.
Pengaturan proses dalam penyelesaian sengketa yang lebih mengedepankan musyawarah
mufakat dan meminimalisir penyelesaian melalui pengadilan
5.
Perbaikan proses penetapan kegagalan bangunan
6.
Penguatan tenaga kerja konstruksi
7.
Pengaturan tenaga kerja asing
8.
Penguatan kelembagaan yang mencakup unsur-unsur kelembagaan dan pembiayaan
kelembagaan, dan
9.
Memberikan ketenangan dalam bekerja dengan menghilangkan ketentuan pidana.
Perubahan dari UU No 18 Tahun 1999 ke
UU No. 2 Tahun 2017
Pada
UU No. 18 Tahun 1999 hanya mengatur masalah pembinaan yang dilakukan
bersama-sama dengan masyarakat jasa konstruksi, tugas pembinaan dilimpahkan
kepada Pemerintah Daerah yang diatur
lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 35)
Sementara
itu, di UU NO. 2 Tahun 2017 Sudah diatur lebih tegas dalam Bab tersendiri (Bab
III) mengenai pembagian tugas, tanggung jawab, dan kewenangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah (Pasal 4 – Pasal 10) termasuk di dalamnya masalah
pembinaan (Bab VIII Pasal 76 - Pasal 77).
Tanggung
Jawab Pemerintah Pusat misalnya meningkatkan kemampuan dan kapasitas usaha jasa
konstruksi nasional; terselenggaranya jasa konstruksi yang sesuai dengan
standar
keamanan,
keselamatan, kesehatan dan keberlanjutan; meningkatkan kompetensi, profesionalitas
dan produktivitas tenaga kerja konstruksi nasional; meningkatkan partisipasi masyarakat
jasa konstruksi ( Pasal 4).
Kewenangan
Pemerintah Daerah Provinsi adalah menyelenggarakan pelatihan tenaga kerja
konstruksi; penyelenggaraan sistem informasi jasa
konstruksi
cakupan wilayah provinsi ( Pasal 7). Kewenangan Pemerintah Daerah Kab/Kota
adalah menyelenggarakan pelatihan tenaga kerja konstruksi; penyelenggaraan sistem
informasi jasa konstruksi cakupan wilayah kab/kota; penertiban izin usaha
nasional kualifikasi kecil, menengah dan besar; dan pengawasan tertib usaha,
tertib penyelenggaraan dan tertib pemanfaatan jasa konstruksi ( Pasal 8).
Usaha Jasa Konstruksi
Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 mengenal istilah bidang usaha Jasa
Konstruksi yang mencakup pekerjaan arsitektural dan/atau sipil dan/atau
mekanikal dan/atau elektrikal dan/atau tata lingkungan, masing-masing beserta kelengkapannya (Pasal 6).
Sementara itu, Undang-Unang No. 2 Tahun 2017 terjadi perubahan klasifikasi usaha yang sebelumnya didasarkan pada bidang arsitektur, sipil,
mekanikal, kelistrikan dan tata
lingkungan (ASMET) yang
sudah tidak sesuai dengan klasifikasi lapangan usaha saat ini, menjadi klasifikasi yang didasarkan pada Central
Product
Classification(CPC).
Artinya,
klasifikasi bidang usaha didasarkan pada produk yaitu pekerjaan yang
menghasilkan sebuah bangunan gedung atau bangunan sipil
(klasifikasi umum) dan
pekerjaan instalasi, konstruksi khusus, konstruksi
pabrikasi,
penyelesaian bangunan, atau penyewaan peralatan (klasifikasi
spesialis) ( Pasal 14 ayat 2
ayat dan 3), klasifikasinya tidak lagi berdasarkan jenis pekerjaannya seperti
pekerjaan sipil, pekerjaan arsitek, pekerjaan eletrikal atau pekerjaan
mekanikal.
Central Product Classification (CPC) sesuai standar PBB dan Peraturan Kepala Badan Statistik No. 57 tahun
2009 tentang Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia.
P3I
pun menaruh perhatian lebih dengan
perubahan yang terjadi terhadap
pengadaan barang/jasa ini. Selayaknyalah menurut ketua P3I, Khalid Mustafa
bahwa pengadaan barang/jasa mesti dipandang sebagai satu manajemen proses yang
di dalamnya banyak risiko mesti dimitigasi, ditelaah, juga dikelola dengan
standar kompetensi yang memadai. “Kalau tidak dilakukan maka, hingga puluhan
tahun ke depan kita terus disibukkan dengan persoalan dipenjarakannnya
pelaksana pengadaan yang justru memperlambat laju pembangunan,” ucapnya.
Kegiatan
Temu Nasional Pengadaan 2017 ini amat penting dilaksanakan, karena banyak Pokja
ULP/Panitia Pengadaan serta Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang ujung-ujungnya
terkena berbagai kasus pengadaan. Sebagian memang bersalah karena ada pesanan dari
pihak-pihak yang ingin mendapatkan bagian,tetapi banyak juga karena belum paham
aturan dan pelaksanaan pengadaan barang/jasa secara utuh. P3I dalam hal ini
dapat mendampingi mereka pada tahapan yang memang krusial dan perlu perhatian
khusus yang sering menjadi target hukum.
Di
ajang Temu Nasional Pengadaaan 2017 ini merupakan ajang tahunan yang digelar
P3I. Hal ini menjadi ajang Temu Nasional ke-5 yang dihelat P3I. Dihadiri lebih
dari 250 peserta dari seluruh provinsi yang ada di Indonesia, baik lembaga
pemerintahan, swasta, pejabat, penegak hukum, blogger, pers, hingga lembaga
swadaya masyarakat.
“Kita
berharap dalam event ini seperti tradisi
temu nasional P3I sebelumnya, seluruh pihak urun rembug pikir dan gagasan.
Kemudian hasilnya P3I akan distribusikan secara efektif ke pemegang kebijakan,”
terang Adji Rahmatullah selaku Komite Pelaksana Temu Nasional 2017.
P3I
pun siap menghadapi era globalisasi dan perdagangan bebas internasional. P3I
juga menyiapkan instruktur bersertifikat
SCM internasioan dari ITC WTO juga sertifikat internasiona Essential Skill for
Procurement. Selain itu, P3I melakukan
kerjasama lembaga sertifikasi internasional yang siap membantu lembaga/instansi
yang berminat mensertifikasi para pelaku PBJ-nya.
Peluang dan Tantangan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah serta Jasa Konstruksi Indonesia [Foto: Dok Pri] |
Jadi, tunggu apalagi, mau aman, nyaman, dan bebas
jerat hukum dalam pengadaan? Sudah saatnya memenuhi standar sertifikasi yang
punya jaminan. Semoga!
8 comments:
wahhh ngeri2 sedap yoo
Lahan basah banget ya bagian pengadaan barang dan jasa. Salah langkah dikit kena kasus deh.
Mas Jun, mumet aku bacanya, berat bangeeetttt
Wahhh materi di hari pertama bagus ya mengenai peraturan Perundang-Undangan sayang banget enggak ikut dari awal karena jadi bisa ngerti jalan ceritanya karena materinya saling kait mengait ya
Jabatan di pengadaan barang memang riskan jika enggak hati-hati ya
Astaga..aku roaming jun wkwkwk
Ketidaktahuan mengenai peraturan seringkali "menjerumuskan" ya, Mas. Di saat yang sama, ada pula perilaku-perilaku yang digunakan hanya demi mendapatkan tender sehingga dokumen dan pihak-pihak yang seharusnya mengikuti ketentuan jadi terabaikan. Ini makanya perlu banget diadakan pertemuan begini sebagai pengetahuan dan wawasan bagi para pengada barang dan jasa. Tulisannya lengkap banget. Makasi ya, Mas Jun
Post a Comment