Istimewanya saya belum tentu sama dengan orang lain [Foto: Dok CoverDens.com] |
Tak terbersit sebelumnya, saya mesti banting
tulang bantu ibu ngolah bahan-bahan makanan di dapur. Saat itu usia saya masih
8 tahun. Ya, waktu itu jatuhnya saya masih duduk di kelas dua sekolah dasar.
Bahkan, saat usia saya masih 6 tahun, ibu dan bapak sudah memberikan pelajaran
berharga untuk mencuci dan menyetrika baju sendiri.
Biasanya, mencuci saya lakukan di hari Sabtu selepas pulang
sekolah. Baju, sepatu, dan peralatan sekolah lainnya yang berhubungan dengan
kain-kain masuk ke dalam bak cucian. Ditambah lagi belum ada mesin cuci.
Tangan-tangan inilah sebagai karya terindah Sang Pencipta untuk diberdayakan.
Tangan-tangan penuh kekuatan ini pula yang
meringankan pekerjaan ibu di dapur sebagai tempat favoritnya mengolah makanan
untuk keluarga. Di dapur itu pula, tangan-tangan ini membantu ibu memasukkan
nasi, sayur, dan lauk pauk ke dalam wadah-wadah catering.
Saya tidak tahu, entah dari mana datangnya
istimewa meracik bumbu dan membuat makanan. Padahal saya hanya melihat saja
saat ibu masak dan membuat bumbu. Paling saya kalau tidak tahu satu atau dua
nama bumbu dapur dan kegunaannya, saya hanya bertanya saja, “Bu, ini rimpang
kecil-kecil dan baunya khas, berwarna putih pucat, apa namanya?”
Ibu hanya mengorek sedikit bagian umbi dan
menciumnya, lantas memberi jawab untuk saya, “Kencur.” Pelan-pelan saya
perhatikan cara ibu saya mengolah dan meracik bumbu. Bahan-bahan dasar
pembuatan jenis masakan tertentu dan bagaimana membuat kolaborasi enak dari bumbu yang ada.
Dari melihat, kemudian mencium jenis bau-bauan
rimpang sebagai bumbu dapur, indera penciuman saya makin sensitif. Campuran bahan
masakan yang tadinya saya tak tahu, lama kelamaan terasah dengan cepat. “Makanan
x ini dicampur dengan bahan y”, dan apa
yang saya pikirkan lantas tanyakan ke orang yang memasak, benar.
Ya, bersyukurnya, ibu saya tidak pernah melarang
anak-anaknya untuk ubek-ubek dapur. Bahkan,
membuat masakan atau sekadar camilan untuk diberikan ke bapak dan saudara
lainnya, dipercayakan pada anak-anaknya, terutama saya. Buat nasi goreng yang
simpel dan saya sajikan ke keluarga pun, rasanya pas dan disukai.
Saya tidak tahu, hal-hal itu datang dari mana. Hanya
bersyukur saja dan terus mengasah untuk lebih tajam agar tak hilang
sensitivitas indera. Begitu pula ketika saya harus berpisah dengan orang tua
dan saudara-saudara saya. Saya menimba ilmu di Jakarta, sementara orang tua dan
saudara-saudara saya tetap di Sumatera (Jambi).
Untuk menghemat pengeluaran, yang namanya anak
kost, jalan yang saya ambil adalah masak. Kalau teman-teman kost saya bilang, “Lapar,
makan sama garam juga enak, Jun.” Saya timpali saja, “Ya ya ya, masak lebih
sehat tapi, kan. Kalo ga bisa masak ga apa-apa, cemplungin garam agak banyakan
sama dikasih air.” Aah… ngakak-ngakak-lah saya dan teman-teman kost waktu itu.
Kenyataan, selama saya kost di Jakarta, saya
selalu masak untuk makan pagi, siang, dan malam saya. Meski sesekali kalau lagi
bosan, makan di luar. Tapi, sesuai lidah Sumatera yang doyan pedas dan asin.
Masak apapun, beberapa teman yang ikut makan bareng, merasakan enaknya makanan
saya.
Padahal, itu bumbu hanya garam dan gula saja. Bagaimana
kalau saya masak dengan bumbu yang memang sudah saya persiapkan. Bisa jadi,
teman-teman kost rekomendasikan buat rumah makan atau semacam tempat nongkrong.
Hahaha.
Ternyata, ada banyak hal istimewa yang saya tidak
ketahui menurut orang-orang yang melihat saya. Mereka bilang, “berbakat”.
Entahlah. Saya hanya menguji talenta itu untuk meyakinkan diri saya dengan
hal-hal kata orang “Istimewa” yang tak banyak dimiliki para pria lainnya.
Saat masih bersama mantan kekasih saya yang kini
mendampingi kehidupan saya pun demikian. Saya sesekali main ke rumahnya saat
itu. Akan tetapi sebelum sampai di rumahnya, saya ajak dia untuk belanja cabe, santan, bawang, ayam,
telur, gula, tepung, mentega, vanili, SP, TBM, dan beberapa macam bumbu ayam
gulai serta chiffon.
Mantan kekasih saya bertanya, “Eh, ngapain kita ke
pasar?” Saya hanya senyum-senyum kecil saja sembari jawab, “Nanti tahu
sendirilah”. Selesai belanja langsung ngacir ke rumahnya. Dengan segala
kemampuan saya keluarkan jurus-jurus yang membuat dia makin klepek-klepek sama
saya.
Bumbu gulai siap, ayam sudah beres dipotong-potong
dan cuci bersih. Tsaaah… saatnya beraksi. Bumbu gulai ayam itu saya tumis
hingga matang dan wangi, lantas ayam siap jebur. Saya curi-curi pandang saja
selama masak. Ternyata, diam-diam dia memperhatikan dengan cermat setiap gerak
tangan-tangan saya meracik, mengaduk, dan memindah.
Begitu pula dengan telur, mentega, dan bahan
chiffon yang sudah saya mixed. Dia hanya melihat dan memperhatikan saja
kecepatan gerak tangan saya mengolah bahan. Alhasil, di hari itu, dua menu
tersaji. Ayam gulai Sumatera dan Chiffon Cake.
Mantan kekasih saya pun makin jatuh cinta dengan
perlakuan khusus di dapur yang saya berikan. Hal itu juga sebagai salah satu
bentuk perhatian saya untuk dirinya. Ya, masak dan mengenyangkan perut calon
pasangan saat itu, itu yang saya lakukan.
Alhasil, ketika saya akan melamar dirinya untuk
jadi istri saya pun begitu. Di depan kedua orang tuanya, saya hadirkan istimewanya
saya untuk bisa diterima sebagai calon suami anaknya dan menantu bapak ibunya.
Kalau mengingat hal itu pun kadang geli dan
tertawa sendiri. Bisa-bisanya saya masak yang ba bi bu tanpa saya rencanakan. Masak
saya jadi kunci untuk menaklukkan orang tuanya. Hingga saya berkeluarga, masak
terus saya lakukan untuk istri dan anak-anak tercinta.
Masing-masig kita diciptakan unik dan istimewa, nikmati saja [Foto: Dok http://img.picturequotes.com] |
Saya tidak tahu, mungkin suami, atau pria lainnya
punya hal istimewa di hadapan pasangannya secara berbeda-beda dan unik. Memasak
ini menjadi satu bagian istimewa yang saya punyai, selain juga menjadi passion
kuat saya. Saya kenyang, keluarga senang, teman-teman girang. Dengan keistimewaan
itu, saya pun bisa mendatangkan uang. Bagaimana dengan kalian?
19 comments:
Memasak mah istimewa bangettttt pokoknya yang hubungannya sama isi perut, tak akan ada yang mampu menolak. Hahahaha
wah, uni ola pasti sangat sayang sama suami kaya gini. di jaga ya uni...kalau bisa diawetkan...hahaha
Oalaah...ternyata bakat masak kamu tuh dari mamanya tho...kapan dong masakin buat Budhe...
Kalau suami masak sendiri mie rebus pakai telor aja bagi saya sudah spesial banget. Apalagi kalau ditambah sukses dan memiliki kesetiaan penuh kepada keluarga.
Cowok jago masak itu keren buatku. Hmmm jadi tahu kenapa hobi masak,karena dari kecil sudah akrab dengan dapur. Jadi terinspirasi nih buat lakuin hal yang sama pada anak cowokku.mumpung masih kecil.
saya juga jago masak (Air)
Teh @Ani: Hahahah... bener banget Teh, kalo sudah urusan perut pokoknya mah ga ada yang bisa ngalahin. Apalagi itu makanan enak-enak, widiiiih... dah tidur dan duduk dengan nyaman dan santai.
@Lita: Hahahah... gw mah ga usah dijagain lit, udah dijaga sendiri. Hahahaha... diawetin, soalnya satu-satunya ini lit di dunia. Kalo ada duanya bahaya liiit.Hahahaha.
Mba @Ety: Hehehe... Nyokap mah cuma ngarahin aja mba, terpenting dari dalam diri mau dan niat ga untuk belajar dan meracik bumbu.
Mba @Anisa: Hahaha... kalau masak Indomie mah mudah mbaaa. Nah, yang sukses dan setia itu yang istimewa untuk semua keluarga.
Mba @Tata: Heheheh... Masak, ngubek dapur enak mba, kenyang. Nah, bener mba dari sekarang anak-anak laki dikenalin ke dapur. Kita ga tahu suatu saat dia merantau entah ke mana, jadi bisa lebih hemat dengan masak plus berbagi.
@Cucukakek: Hahahah... kirain "masak (in)apa gitu buat saya".
Keren membuat cewek cewek terpesona dengan masakan nya. Untung satu cewe yg di masakin, kalau banyak namanya restoran. Bikin klepek Klepek
Ente punya kembaran gak yah, buat ajarin miss. Miss suka makan dan jajan doang, nanti kembar ayah yg traktir miss
Mpok @Ratne: Aiiih mpoook, mpok mau dimasakin? biar jadi cewek yang ke-1.000.000.000 aye masakin pake cinta... hahahah.
@Miss Dapur: Ane kagak punya kembaran miiis. Ane kagak bisa dibelah-belah nih. Hahahah.
Mau jg dong punya suami seperti ini, pasti istrinya bahagia nih....
Dari masak akhirnya jatuh cinta, so...sweet. bahagia sekali istrimu Jun dengan suami yang pintar masak. Saya belum "cakap" membedakan bumbu di lidah. Samalah kita wong Sumatera kalo makan baru "berasa" jika rasanya asin dan manis. Suami idaman en pria idaman, top deh
Mak @Tina: Wuahahaha... emak mah bisa aja. Kalo emak punya suami seperti ini, itu Mas WP mau dikemanain maak? Hahahah. Nah, kalo gitu Mas WP segera suruh belajar masak. Minimal nguleg tomat ama cabe maaak. Hahaha
Kak @Dennise: Hehehehe... memang ya, kalo bisa manjain lidah dan perut itu, itu kunci banget yak kak. Hahahah. Jadi, bagaimana terkesimanya dia ketika melihat tangan ini ngulek, ngaduk, meras santan, juga motong2 ayam dan cicip mencicip bumbu. Jreeeeeenggg... #Bahagiatakterkira kaaak. Hahahah
Wow, memuji diri sendiri nih. Termasuk suami idaman:)
Saya cuma bisa masak mie, goreng/rebus telur dan air aja. kalo goreng2 lain, paling cuma goreng tempe garit. hehehe.
2 jempol deh buat para suami yang suka masak, Itu keren loh. Buat aku, kadang masak berdua di dapur sama suami aja bisa jadi cara ampuh untuk mengurangi stress.:)
Mba @Muthiah: Hehehe... ya, biarlah kita sendiri yang memuji diri sendiri. Yekan, kalo orang lain yang muji aah... tar gede lagi kepala. Hehehe... suami istri itu saling suport ya mba.
Mas @Adi: Hahaha.. ga apa2 mas, bermula dari godok mie, masak air, dan goreng menggoreng, lama kelamaan juga makin jago.
Mba @Ayunovanti: Sekseeh ya kalo suami or lelaki masak itu. hahahaha
There's something inherently sexy about a man who can cook
ahaaay
Post a Comment