Sudah tentu, dalam
hidup itu ada permintaan atau tuntutan yang bisa saja terpenuhi, diusahakan
untuk diperoleh, atau bahkan tidak terpenuhi sama sekali. Tidak terpenuhinya
permintaan atau tuntutan hidup bukan berarti tidak ada kemampuan untuk memperolehnya.
Mungkin saja, Sang Khalik menundanya karena ada permintaan terbaik dari kita
untuk diwujudkan ke depannya.
Every people love to write their resolutions Foto: Dok. http://1.bp.blogspot.com/ |
Biasanya awal tahun,
banyak orang membuat keputusan untuk mencari awal yang baru. Tahun baru adalah
waktu yang tepat untuk berkomitmen beresolusi mengubah hidup, seperti menjadi
lebih sehat, menemukan karier baru, lebih memperhatikan hubungan dekat dengan pasangan, teman, kerabat, tetangga, dan
sebagainya. Namun, membuat resolusi itu harus berpegang teguh pada hal untuk ditindaklanjuti
dan kuat dengan komitmen, bukan asal membuat resolusi.
Memang, kita sebagai
manusia mesti banyak-banyak meminta. Banyak meminta dalam bahasa saya adalah
berdoa juga berusaha. Berdoa menurut keyakinan kita. Kalau saya sebagai muslim,
tentunya tak hanya dalam salat saya berdoa. Di manapun tempat, saya tetap akan
berdoa. Permintaan banyak menurut saya tak masalah. Kita tidak tahu, dari
sekian banyak permintaan itu, mana nantinya yang Allah SWT akan kabulkan.
Nah, permintaan atau
tuntutan dalam diri itu tadi yang biasa disebut resolusi. Jika mengacu pada
KBBI, resolusi/re·so·lu·si/ /rĂ©solusi/ n: berupa putusan atau kebulatan pendapat berupa permintaan atau tuntutan yang ditetapkan oleh rapat
(musyawarah, sidang); pernyataan tertulis, biasanya berisi tuntutan tentang
suatu hal.
Perlulah kita, saya secara pribadi menancapkan keinginan atau permintaan
yang sekiranya bisa saya capai. Setidaknya dalam waktu enam bulan atau setahun
ke depan. Tak salah, saya memberikan catatan
dalam kehidupan agar hal-hal yang saya inginkan as a personal bisa diperoleh dan terwujud. Alhamdulillah, enam bulan
pertama, resolusi yang saya tanamkan hampir semuanya terpenuhi.
Kini enam bulan ke depan, kembali saya menancapkan keinginan dan permintaan
kepada Sang Khalik sebanyak-banyaknya. Entah mana nanti yang Allah SWT izinkan
untuk DIA kabulkan, itu merupakan pemberian terbaik yang diberikanNYA.
Untuk saya pribadi, resolusi itu tak sekadar angan-angan yang nantinya akan
jadi basi. Tetapi, bagaimana resolusi yang sudah dituliskan itu benar-benar
bisa dicapai secara normal dan wajar dengan cara-cara baik dan benar. Tentunya,
hal itu saya kembalikan kepada kemampuan
saya, baik tenaga, pikiran, juga yang paling penting adalah finansial. Jika
resolusi yang dituliskan memang ingin bepergian entah ke mana. Hal-hal itu yang
mesti saya persiapkan. Mesti sejalan antara keinginan dengan kemampuan diri. Jangan menerapkan
nafsu yang besar tetapi tenaga letoi.
Kalau kita sudah membuat resolusi, jangan pernah pula menyatakan
ketidaksetujuan atas resolusi tersebut. Bermain-main dengan ide yang luar biasa
sah-sah saja. Akan tetapi,sedapat mungkin diminimalisir. Karena, resolusi yang
kita tancapkan itu, setidaknya setengah bagiannya akan kita lakukan. Artinya
apa? Kalau saya pribadi, resolusi itu seperti janji. Jadi, mana janji yang bisa
ditepati terlebih dahulu, itu yang akan saya lakukan. Buatlah janji yang
benar-benar meringankan pikiran dan keuangan saat kita membuat resolusi.
Janji (= resolusi) jangan pernah dijadikan kambing hitam apabila tidak
berhasil dilakukan. Juga, jangan pernah memperlakukan resolusi sebagai komitmen
mutlak. Kalau saya, justru akan mencoba hal yang baru apabila resolusi yang
dituliskan ada yang tak dapat dilakukan. Saya akan memberi sedikit ruang “goyah”
dalam diri untuk memudahkan perubahan sedikit demi sedikit. Mungkin, saya akan
bisa melakukan apapun untuk memastikan pikiran saya pada hal-hal yang sifatnya
sementara bisa dicapai.
Resolusi tidak menjadikan saya sebagai seorang penentang. Artinya, resolusi
itu sebagai cambuk untuk diwujudkan denga berusaha semaksimal mungkin, juga
tidak menjadikan seseorang menjadi egois.
Manusia itu sebagai makhluk yang kompleks alias rumit, termasuk saya.
Melalui resolusi lama yang tak tercapai, itu dapat dijadikan cermin untuk
membuat gebrakan baru dengan hasil ajaib dan terkagum-kagum. Tetapi, mungkin
tidak realistis ketika kita atau saya mengharapkan transformasi dramatis yang
terjadi secara instant atau mengharapkan keajaiban dari catatan resolusi. Ini
menjadi semacam penyangkalan untuk saya pribadi bahwa ternyata benar, saya dan
kita itu makhluk yang kompleks dengan beragam aspek.
Catatan resolusi itu dapat membuka diri seseorang, bagian mana dari kita
yang benar-benar menantang untuk dibuat perubahan? Terpenting juga adalah kita
perlu memikirkan situasi yang dapat memicu orang untuk memberikan dan
mengemukakan aspek-aspek diri kita yang tidak kita sombongkan, ketimbang kita
menganggap bahwa solusi sebagai satu ukuran yang akan dapat menciptakan
perubahan. Misalnya saja, resolusi saya akan mengurangi makan yang berlebih
agar berat badan idealg. Oleh karenanya, saya akan makan jenis makanan yang
benar dan tentunya jangan gagal berolahraga. Nah, resolusi diet ini saya yakin,
ditakdirkan. Hanya saya yang mengenal diri saya cukup baik untuk menghadapi
sebenar-benarnya kebenaran resolusi yang akan
saya lakukan.
Menancapkan diri untuk tidak realistis. Menjadi tidak realistis akan
membatasi pilihan saya. Hal itu justru akan membuat diri ini berada di zona
yang tidak pernah akan berhasil. Kita tidak akan pernah bisa berubah tatkala
kita terus memikirkan kesalahan yang akan terjadi. Hal ini justru akan menyakiti
diri kita sendiri. Untuk mengatasi hal itu, saya akan pergi dari zona nyaman.
Membuat mimpi itu tidak salah kok. Kita itu ditakdirkan mempunyai kemampuan
ajaib untuk mencapai seluruh keinginan yang kita inginkan secara maksimal. Bermimpilah,
masih sangat dibolehkan dan tidak ada undang-undang yang melarang kita
bermimpi. Silakan meneruskan mimpi kita dan mempertimbangkan seluruh
kemungkinan yang dapat membuat mimpi-mimpi itu jadi kenyataan, tentunya membuat
kita senang. Mimpi itu sebagai satu proses resolusi yang solid untuk diterapkan
hingga terbentuk. Pada akhirnya, kita akan diberdayakan oleh proses resolusi
itu tadi.
“Mencuri sumber daya”. Cari atau tanya orang-orang di sekitar kita yang
sudah mencapai tujuan yang sama. Mencari tahu apa yang membuat mereka berhasil
mencapai resolusinya. Mencoba solusi mereka sebagai satu ukuran itu tidak
salah. Di sini, saya akan banyak menambahkan atau membuat modifikasi pribadi
sehingga gaya, warnah, dan kebiasaan itu benar-benar menjadi saya. Mengikuti jejak
orang lain itu menjadi cara luar biasa untuk meningkatkan bakat dan gagasan
dalam diri sendiri. Mengetahui apa yang orang lain tahu menjadi investasi dalam
diri saya. Belum pernah ada begitu banyak orang yang punya banyak kesempatan
untuk belajar dari orang-orang yang terampil, inspiratif, cerdas, menarik, dan
inovatif di era digital dan internet sekarang.
Berusahalah dengan cara-cara yang tak mengeluarkan banyak tenaga untuk
mewujudkan resolusi hidup kita. Saya pribadi, akan lebih berhati-hati agar
resolusi yang saya buat tidak berubah menjadi satu penegasan yang samar.
Artinya, hanya duduk-duduk seharian sendirian dan membayangkan tanpa usaha
bahwa nanti juga akan datang masanya, tidak seperti itu! Seharusnya, bangun di
pagi hari, pergi ke satu tempat yang akan memberikan saya banyak peluang untuk
mewujudkan resolusi yang sudah dituliskan.
Memang benar adanya, orang sangat senang menuliskan resolusi mereka karena
ada sensasi yang dirasakan. Itu baru menulis lho ya yang seakan-akan mereka
sudah menuju ke tempat yang akan dikunjungi atau memperolehnya. Tetapi,
kenyataannya belum melakukan apa-apa. Hal inilah yang membuat resolusi
seseorang sering gagal diterapkan. Oleh karenanya, jika Anda menuliskan butir
resolusi yang sama berulang-ulang di setiap tahun nyatanya belum berhasil
diwujudkan, tandanya ada yang salah dalam diri dan perlu diperbaiki.
Cermin yang paling besar dan mudah dilihat itu diri sendiri. Jadi, sebelum
kita membuat resolusi ada baiknya berkaca pada diri sendiri. Nah, hal yang
sering keluar adalah “apa yang
diinginkan” dan bukan “apa yang dibutuhkan”. Keinginan itu tidak esensial hanya menyenangkan saja, sementara kebutuhan
memang sangat esensial untuk kita miliki. Itulah, selain berkaca pada diri
sendiri, pelu juga berkaca pada orang lain sebagai sumber pengetahuan dan
referensi.
Tips berikut ini, kemungkina besar bisa mewujudkan meraih resolusi yang
kita idam-idamkan.
1.
Fokus pada hal yang ingin diubah dalam kehidupan. Cukup
tuliskan tiga hingga lima hal penting
saja. Hendaknya, poin itu berhubungan dalam meraihnya. Lantas tuliskan
alasannya dari resolusi itu dan buat secara jelas tujuannya hingga kuat untuk
menggapainya. Misalnya, tujuan saya saat ini ingin mengembangkan blog agar
mudah dideteksi oleh google dengan blog serta kata kunci spesifik tidak
ikut-ikutan orang.
2.
Membuat formula resolusi berupa pernyataan khusus
dan harus realistis pula. Kadang-kadang kan kita hanya menulis, misalnya “mau diet
dan sehat”. Mending dan lebih baik ditulis saja, “olahraga tiga kali dalam
seminggu” lantas tempelkan daftar resolusi di wall yang mudah dilihat dan
dijangkau. Fungsinya untuk apa? Itu sebagai tanda pengingat kita.
3.
Bolehlah berbagi cerita mengenai resolusi kita ke
orang-orang yang benar-benar kita anggap
bisa dipercaya dan teman dekat. Mereka itu bisa jadi pengingat hidup kita juga
support terhadap hal-hal yang kita lakukan kalau tiba-tiba semangat kita lagi
kendur dan goyah.
4.
Menikmati proses resolusi itu jauh lebih
menyenangkan, hasil akan mengikuti. Jadi, jangan fokus pada hasilnya saja. Saya
tetap menyatakan dan menuliskan bahwa resolusi itu sebagai satu perjalanan
panjang yang akan berhenti pada satu titik. Titik pemberhentian itulah yang
namanya menikmati hasil. Kalau belum mendapatkan hasilnya, setidak-tidaknya
kita sudah melakukan proses perubahan dalam hidup secara lebih positif.
5.
Melakukan cek resolusi secara periodik, misal di
tiga bulan pertama dan tiga bulan kedua. Hal itu sangat membantu kita untuk
menggiring rencana agar tak lari dari yang direncanakan. Rencana tak selamanya sesuai dengan yang
diinginkan. Kadang melenceng dari yang direncanakan, so, perlu cara baru atau
cara lain untuk merealisasikannya. Nah, perlu namanya antisipasi, jikalau
rencana yang dibuat itu ada indikasi gagal, bisa dicari jalan lain.
Resolusi itu ibarat anak tangga. Foto: Dok. http://1.bp.blogspot.com/-KfzeztPn0qU/ |
Jadi, bolehlah menuliskan resolusi kita
sebanyak yang dimaui, tetapi antisipasi gagal perlu. Sudah berapa banyak resolusi yang kalian tuliskan dan terwujud?
2 comments:
Setuju banget dengan point menikmati proses, kebanyakan orang justru pengen hasil akhirnya aja deh. Ga kecapai, stress melanda. Kalo resolusiku ga ngoyo, ya hanya menjalani saja dan menyiapkan diri untuk kecewa hahhaa
Nah, iya Nchie, proses itu yang buat kita jadi tahu bagaimana menghargai.
Post a Comment