Bapak Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., M.H. Dosen UIN, Dewan Pengawas Syariah, sekaligus pemateri Workshop Wakaf di Prudential Indonesia [Foto; Dok Pri] |
Sekarang ini, dikira-kira ada sekitar 1.250 juta hingga 1,4 miliar umat muslim yang ada hampir di seluruh dunia. Dari jumlah itu, ada sekitar 18% berdiam dan hidup di negara-negara Arab, 20% ada di Afrika, 20% berdiam di Asia Tenggara, 30% berada di Asia Selatan yaitu Pakistan, India, juga Bangladesh.
Nah, bagaimana dengan Indonesia? Ya, populasi muslim terbesar di satu negara bisa kita jumpai di Indonesia. Sementara itu, populasi muslim juga bisa ditemukan dengan jumlah yang cukup signifikan ada di Republik Rakyak Cina, Amerika Serikat, Eropa, Asia Tengah, juga Rusia.
Per tahunnya, diperkirakan pertumbuhan Muslim sendiri mencapai hampir 2,9% sedangkan pertumbuhan penduduk dunia hanya berada di angka 2,3% saja. Dari angka tersebut dapat dibilang bahwa Islam sebagai agama dengan pertumbuhan pemeluk yang masuk kategori cepat di dunia.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa beberapa pertumbuhan tersebut dihubungkan dengan tingginya angka kelahiran yang ada di banyak negara Islam (6 dari 10 negara di dunia dengan angka kelahiran tertinggi di dunia merupakan mayoritas Muslim).
Akan tetapi, belum lama ini satu studi Demografi menyatakan bahwa angka kelahiran di negara Muslim menurun hingga ke level negara-negara Barat. Bicara Muslim begitu erat kaitannya dengan Islam.
Islam menjadi salah satu agama yang mengimani keesaan Tuhan, yaitu Allah SWT. Lebih dari satu seperempat miliar warga dunia menganut agama Islam sebagai agama terbesar di dunia kedua setelah agama Kristen.
Islam punya arti “keselamatan” atau penyerahan
diri sepenuhnya kepada Tuhan. Sementara, pengikut ajaran Islam dikenal dengan
sebutan Muslim yang punya arti “Sebagai yang tunduk kepada Tuhan” atau secara
lengkap adalah Muslimin bagi laki-laki dan Muslimat untuk perempuan.
Islam mengajarkan bahwa Allah SWT membekali atau
menurunkan firman-Nya kepada manusia melalui para nabi dan rasul sebagai
utusan-Nya, serta meyakini secara sungguh-sungguh bahwa Muhammad sebagai nabi
dan rasul terakhir yang diutus Allah SWT ke muka bumi.
Dalam ucapan syahadat dari setiap umat Islam
sebagai janji bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan Nabi Muhammad SAW
sebagai utusannya. Di sinilah seorang Muslim diberikan pemahaman mengenai Islam
beserta ajarannya perlahan-lahan.
Islam mengatur secara gamblang aturan-aturan
terkait ajaran yang diberikan untuk pengikutnya, berupa pilar filantropi Islam,
yaitu Zakat, Infak, Sedakah, dan Wakaf.
Zakat, Infak, Sedakah, dan Wakaf sebagai
filantropi Islam punya peran cukup besar, utamanya dalam perkembangan Islam dan peradaban
manusia secara global. M. Arnaut seorang Sejarawan menyatakan bahwa, Islam selama
sejarahnya berlangsung dan begitu sulitnya dibicarakan tanpa wakaf.
Di zaman Rasulullah, zakat, infak, sedakah, dan
wakaf juga para khalifah sesudahnya dikatakan bahwa, empat bagian ini menjadi
sumber keuangan negara ketika itu. Tanpa keempat hal tersebut, negara justru
bisa sulit keuangan.
Ketika Khalifah Abu Bakar menindak pembangkang
zakat, tindakan Abu Bakar semata-mata untuk menyelamatkan negara. Tentunya, pun
tak bisa dinafikan bahwa apa yang Abu Bakar
lakukan sebagai cara agar integritas ajaran Islam tetap terjaga, dan zakat
memang sangat diperlukan oleh negara tidak dapat dihindari.
Kalau
kita kembali pada negara yang sudah modern, kita bicaranya negara yang
tidak berdasarkan hukum Islam, masuklah
Indonesia, peran empat pilar ini tidak lagi sebagai sumber keuangan negara,
namun menjadi sumber dana untuk gerakan warga sipil.
Hari ini,
Senin (28/1/2019), saya mengikuti workshop mengenai wakaf yang disampaikan oleh
Bapak Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag., M.H. Dosen Hukum Bisnis Syariah Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Di dua
dasawarsa terakhir begitu banyak lembaga nonpemerintah baru pengelola dana
filantropi Islam muncul di negara ini, baik skala besar maupun kecil. Keberadaan
mereka sebagai pelengkap lembaga filantropi yang sebelumnya sudah ada, biasanya
dalam bentuk ormas Islam seperti NU dan Muhammadiyah.
Menurut saya, hadirnya lembanga
filantropi ini sebagai satu indikasi bahwa ada potensi filantropi yang belum
dieksplor secara luas. Oleh karena itu, keberadaannya masih sangat luas.
Potensi dana ini begitu luas dan besar jika dapat dikelola secara baik.
Dalam kaitannya dengan wakaf, Bapak Azharuddin memberikan pengertian,
berdasarkan ulama Hanafiyah dan ulama Syafi’iyyah. Ulama Hanafiyah katakan
bahwa wakaf itu menahan benda yang statusnya tetap milik si Wakif (orang yang
mewakafkan) dan yang disedekahkan adalah manfaatnya saja.
Sedangkan
Ulama Syafi’iyyah katakan bahwa wakaf menahan harta yang dapat diambil
manfaatnya dengan tetap utuh barang, dan barang itu lepas dari penguasaan si
wakif serta dimanfaatkan pada sesuatu yang diperbolehkan oleh agama.
Menyinggung
keutamaannya, Pak Azhar sampaikan dapat dijumpai pada QS Ali Imran (3): 92; QS.
Al Hajj (22): 77; QS Al Baqarah (2):
267; dan Hadits Riwayat Muslim. Sementara rukun Wakaf sendiri ada Maukuf’alaih (tujuan wakaf) dengan
syarat: 1) dinyatakan secara tegas ketika akad, dan 2) untuk tujuan ibadah.
Rukun
yang lainnya Shighat (pernyataan wakif sebagai suatu kehendak untuk mewakafkan
harta bendanya) dengan syarat 1) munjazah (seketika/selesai), 2) tidak disertai
syarat batil, dan 3) tidak dibatasi waktu. Sementara, Malikiyah tidak sepakat
dengan hal tersebut.
Dilihat
dari macamnya, ada wakaf ahli dan wakaf khairi.
Apa Jenis Harta Benda Wakaf?
Dapat berupa
hak atas tanah sesuai perpu yang belum atau sudah terdaftar juga bangunan atau
bagian bangunan. Selain itu tanaman atau benda lain yang berhubungan dengan
tanah ataupun rumah dan benda tidak bergerak.
Benda
bergerak yang tidak habis saat dikonsumsi, seperti uang, logam mulia, surat
berharga, kendaraan, HKI, hak sewa, dan benda bergerak lain sesuai ketentuan
syariah dan perpu yang berlaku.
Melihat contoh
nyata wakaf di luar negeri yang dikelola secara profesional seperti Zam-Zam Tower.
Juga wakaf dari Ustman Bin Affan 15 abad yang lalu dengan dibangunnya hotel
bintang 5 di Madinah, dari situ pendapatan per tahunnya pun sekitar 150 miliar.
Ini baru dari pengelolaan wakaf, belum yang lainnya. Juga wakaf yang ada di
Turki, dimulai pada abad 15 M dari Dinasti Ustmaniyyah pula.
Tiga
lembaga Wakaf terbesar di Turki mengelola seluruh “aset” wakaf, yaitu Turkiye
Diyanet Vakfi, Mahmud Hudayi akfi, dan Hakl Vakfi.
Pengelolaan Wakaf di Indonesia
Ada
beberapa filantropi yang mengelola wakaf di Indonesia dan tidak diragukan lagi
keberadaannya. Seperti Badan Wakaf Pesantren Gontor Ponorogo, Yayasan Badan
Wakaf Sultan Agung Semarang, Yayasan Pesantren Islam Al-Azhar, Yayasan Badan
Wakaf UII, Yayasan Dompet Dhuafa, dan Wakaf Pesantren lainnya di Indonesia.
Nah, bagaimana kalau kita berasuransi syariah juga
berwakaf?
Perlu
kita ketahui bersama bahwa kalau kita berasuransi syariah juga berwakaf, mesti
tahu parameter yang menentukannya.
Parameternya
meliputi: Memelihara harta, memelihara akal, memelihara keturunan, memelihara
jiwa, memelihara agama. Dari sini, kita dapat melihat bahwa secara filosofi
asuransi sesuai dengan syariah itu perlu penyesuaian dengan menghindarkan
hal-hal yang dilaran oleh syariah, begitu pula secara operasional kalau
asuransi tidak sesuai denga syariah, yaitu: Maisir, Gharar, Riba, Tadlis,
Haram-Bahaya, Risywah, dan Dzulmun.
Kita,
saya, dan Anda juga perlu tahu apa perbedaan Asuransi Syariah dan Asuransi
Konvensional itu sendiri.
PRINSIP
|
KONVENSIONAL
|
SYARIAH
|
Dewan
Pengurus Syariah
|
Tidak
ada
|
Ada,
berfungsi untuk mengawasi operasional perusahaan agar sesuai standar syariah
|
Akad
|
Akad
Pertukaran (Mu’awadhah/tabadduli)
|
Akad
tabarru’ (hibah) dan akadn tijarry (mudharabah, musyarakah, wakalah bil
ujrah, mudharabah musytarakah dll)
|
Jaminan/Risiko
|
Transfer of Risk, Transer risiko dari
tertanggung ke penanggung
|
Sharing of Risk, saling menanggung antar peserta asuransi
|
Investasi
|
Bebas
melakukan investasi dalam batas peraturan perundang-undangan
|
Investasi
selain harus sesuai UU juga harus sejalan dengan prinsip syariah
|
Kepemilikan
dana
|
Dari
premi peserta menjadi milik perusahaan
|
Dana “milik
bersama” peserta, perusahaan haya memegang amanah mengelola dana
|
Nah,
bagaimana wakaf asuransi syariah itu bermain? Misal kontribusi peserta A, ada
dana investasi, ujrah dan tabarru’. Dana investasinya dapat diambil sebagai
manfaat investasi. Manfaat investasinya adalah milik peserta dan boleh
diwakafkan .
Contoh
lainnya, Kontribusi peserta B berupa dana investasi , ujrah, dan tabarru’. Kontribusi
peserta B dapat manfaat asuransi. Nah, kalau peserta meninggal bukan lagi milik
peserta dan pada dasarnya tidak boleh diwakafkan, kecuali pihak yang ditunjuk
atau semua pihak calon penerima manfaat asuransi berjanji (wa’ad) untuk
mewakafkan sebagian manfaat asuransi tersebut. Ketentuan lainnya ada di atur di
fatwa no: 106/DSN-MUI/X/2016. Bisa dicek.
Masih
penasaran dengan asuransi syariah dan wakaf? Tunggu tanggal mainnya.
0 comments:
Post a Comment