Berintegritas dan Kesaksian Jusuf Kalla
Integritas dan loyalitas tinggi kepada
negara. Orang nomor dua di negeri ini pun mau
bersaksi untuk dirinya.
Pemangku dan Menteri, dua jabatan yang pernah diemban Jero
Wacik. Sibuknya dahulu sebagai seorang petinggi negara, membuatnya
jarang-jarang pulang ke Batur. Tetapi, pada dasarnya beliau orang yang sangat
mencintai keluarganya. Keluarga cukup mengerti dengan kesibukan yang
diamanatkan kala itu.
Integritasnya sangat tinggi ketika menjabat sebagai
menteri. Jero Wacik memang menjadi orang yang tepat menggawangi Kemenbudpar
saat itu. Ketika situasi negeri ini penuh dengan ancaman dan di tengah
ketegangan serta menurunnya jumlah wisatawan yang datang.
Banyak prestasinya ketika menduduki kursi sebagai kemenbudpar.
Kunjungan wisatawan mancanegara meningkat tajam dan negara mengantongi devisa
sebesar 7,65 miliar dolar dari 6,4 juta pengunjung. Sungguh prestasi yang luar
biasa. Tak lepas pula wisatawan dalam negeri yang melakukan perjalan mengitari
republik ini.
Tetapi kini, beliau berada di balik bui dengan satu kata “pemerasan” yang disangkakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari rekanan perusahaan kementerian. Seharusnya, tuduhan tersebut gugur atas nama hukum. Bagaimana tidak, karena rekening dana kickback sudah ada sejak tahun 2010. Dan bila dilihat dari perjalanan beliau menjadi menteri, itu pada 2011. Sebenarnya, ada apa di balik ini semua?
Kesaksian Wakil Presiden
Jusuf Kalla
Di tengah terpaan kasus
DOM, Jusuf Kalla hadir sebagai saksi yang meringankan atas sangkaan
kepada Jero Wacik, saat menjadi wakil Presiden di Kabinet Indonesia
Bersatu-SBY, ketika itu Jero Wacik menjabat sebagai Menteri Pariwisata dan
Kebudayaan, dan Kabinet Kerja Jokowi-JK, JK sebagai wakil presiden. JK
menegaskan dan menyampaikan terkait
perubahan Peraturan Menteri Keuangan No. 3 tahun 2006 menjadi Peraturan Menteri
Keuangan No. 268 tahun 2014.
Jusuf Kalla, orang nomor dua di negeri ini mau menjadi saksi untuk kasus Jero Wacik. [Sumber gambar: http://pekanews.com/] |
Beliau memberikan
penjelasan, di masa dia menjabat sebagai wakil presiden era SBY, Jero Wacik
memegang kendali sebagai Menteri
Kebudayaan dan Pariwisata. Sektor pariwisata saat itu mengalami penurunan, dikarenakan
banyak ancaman bom di mana-mana, terutama di Bali sekitar 2003—2005, gelombang
tsunami, dan terorisme.
Melalui kinerja kerja Jero Waciklah pariwisata Indonesia
meningkat sangat pesat dalam kurun waktu lima tahun, kenaikan lebih dari 50%. JK
pun menyampaikan, dalam hal profesi JW sebagai menteri, dia berhasil
meningkatkan kinerja kerjanya sebagaimana yang diamanatkan. JK sebagai saksi
juga memberikan penghargaan (apresiasi)
mengenai hal-hal yang beliau ketahui dan lihat terhadap kinerja kerja
Jero Wacik selama menjabat menteri.
DOM, secara khusus diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan No. 3 Tahun 2006, sementara yang berlaku saat ini adalah PMK No. 268
tahun 2014. PMK No. 268 2014 tersebut merupakan produk dari Kabinet Kerja
Jokowi-JK. Segala sesuatu yang dulunya ada di PMK No. 3 tahun 2006, otomatis
akan gugur dengan sendirinya setelah terjadinya perubahan PMK terbaru.
Seharusnya, hakim dapat melihat lebih jauh, rinci, dan
tajam sangkaan tersebut. Menelaah lebih lanjut terhadap tuntutan jaksa penuntut
umum yang telah dijelaskan melalui keterangan saksi.
Pada dasarnya, DOM tersebut sebelumnya merupakan
kebiasaan dari dana taktis, lantas menjadi DOM. Hal itu membantu menteri untuk pengeluaran-pengeluaran yang tidak
terdapat dalam anggaran resmi dalam keseharian sebagai representatif Jero Wacik
sebagai menteri. Sebagai contoh mengundang tamu untuk makan bersama, pergi ke
daerah untuk urusan pekerjaan kementerian, pembelian tiket pesawat, dan atau
hal-hal yang menyangkut tugas kementerian lainnya.
Pertimbangannya ketika itu karena gaji menteri terbilang
rendah untuk ukuran seorang menteri, hanya 19 juta rupiah, maka pemerintah
memberikan keleluasaan penggunaan anggaran. Artinya, menteri diberikan
keleluasaan anggaran. Hal ini dapat dibaca di PMK No. 3 tahun 2006 yang kini
sudah dicabut.
Artinya, penggunaan DOM yang dilakukan oleh Jero
Wacik sesuai dengan Deskresi Menteri dan kebijakan menteri, tidak merugikan negara, tidak menguntungkan
diri sendiri, juga tidak menyalahgunakan wewenang karena sesuai kewenangan
menteri. Sebagaimana diketahui bahwa DOM sebagai biaya operasional yang
diberikan untuk dipakai menteri melakukan tugasnya.
DOM menteri ini menjadi dana yang disediakan untuk
menunjang tugas-tugas keseharian menteri berkaitan dengan representasi,
pelayanan, keamanan, biaya kemudahan, dan kegiatan lain untuk melancarkan tugas
menteri sehari-hari. Di PMK 268 tahun 2014 dirumuskan secara sederhana dan
khusus. Jadi, yang tadinya diatur oleh PMK No. 3 tahun 2006 dan diubah ke PMK
268 tahun 2014, sudah tidak relevan lagi. Dan hal tersebut gugur dengan
sendirinya dari dakwaan.
Jika hakim jeli, tentunya tidak akan mempertimbangkan
lagi sesuatu yang sudah dicabut. Mengapa dicabut? Dalam kesaksiannya JK
mengatakan, sulit untuk memberikan rumusan yang tepat antara strategis dan
khusus yang dilakukan oleh menteri. Karena strategis dan khusus itu sangat
subjektif. Menteri memiliki tugas yang berbeda-beda. Menteri pariwisata punya
tugas bicara di depan publik, promosi ke luar, sebagai “pengeras suara” negara
untuk mempublikasikan hal-hal yang laik berkaitan pariwisata dan kebudayaan
negara ke mancanegara, promosi kenegaraan.
Selama menjabat sebagai Menteri Pariwisata selama 7 tahun
dan Menteri ESDM selama 3 tahun, Jero Wacik banyak mengantongi prestasi. Ukuran
prestasi tersebut terlihat dari capaian yang diperoleh, sesuai dengan target.
Ketika bergabung di KIB SBY-JK, sektor
pariwisata untuk turis kurang lebih 5 juta orang, meski dihantui ancaman bom. Di akhir masa
jabatannya, jumlah turis meningkat tajam menjadi 7,5 juta orang. Artinya, ada
kenaikan sekitar 50%. Sampai-sampai Jero
Wacik dua kali diangkat menjadi menteri. Mengapa? Menurut JK, seorang menteri yang diangkat untuk kedua
kalinya, tentunya memiliki prestasi yang baik.
Mengenai lumpsum
yang diberikan, artinya diberikan sepenuhnya kepada menteri yang bersangkutan berjumlah
80% . Itu dapat dipakai sesuai dengan deksresi atau kebijakan dari menteri yang
bersangkutan. Hal ini sangat subjektif dan sebagai representasi dia (Jero Wacik) seorang menteri. Meskipun ini bersifat pribadi, tidak bisa dipisahkan dari dirinya sebagai menteri
dengan pribadi. Juga menyangkut harkat
dan martabatnya sebagai menteri.
Lumpsum tidak dipertanggungjawabkan antara rupiah demi rupiah dan sifatanya sangat fleksibel.
Dari keterangan kesaksian Pak JK, apakah Jaksa Penuntut Umum masih terus mempertanyakan? Jelas-jelas di sini JK menyampaikan secara gamblang.
JK pun menuturkan, sebagai contoh seorang menteri, untuk
menjaga kebugaran pastinya perlu berolahraga, akan tetapi tidak ada dana untuk
melakukan hal itu. Oleh karenanya, di DOM dana itu dikeluarkan dan dapat
dipakai. Begitu pula untuk mengunjungi
keluarga, dana itulah yang dipakai. Sama juga halnya dengan tiket pesawat,
dapat diberikan langsung tanpa harus bersusah payah untuk membeli. Itu semua
terkait dengan representasinya sebagai seorang menteri dan juga pribadi. Jadi,
jika JPU bersikeras mengejar tuntutan ini, sangat perlu memperhatikan kembali
apa yang diutarakan JK semasa persidangan sebagai saksi. Tuntutan-tuntutan yang
dituduhkan sudah seharusnya gugur secara hukum. Keterangan saksi memberikan penjelasan
yang jelas, dan gamblang. Tentunya dapat
dipertanggungjawabkan di hadapan hukum.
Selama Jero Wacik menjabat Kemenbudpar, BPK selaku
lembaga negara yang berwenang memeriksa keuangan kementerian, tidak menemukan
masalah untuk pertanggungjawaban DOM. Audit yang dilakukan BPK di 2008 hingga
2011 untuk audit Kemenbudpar disebutkan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Sementara JW menjadi Menteri Budpar sejak 2004.
Dan dalam proses pengambilan DOM pun tidak ada yang berubah, termasuk
penggunaan, serta pertanggungjwabannya. BPK dan Irjen pun juga tidak pernah
mendapati masalah krusial DOM dalam auditnya.
Atas permintaan KPK, BPK diminta untuk audit ulang di
Agustus 2015, mengapa baru diakukan di bulan dan tahun itu? Dan itu juga
dilakukan dalam hitungan hari jelang pelimpahan perkara JW di 1 September 2015.
Apakah ada unsur kesengajaan yang dilakukan KPK untuk mengorek-ngorek kesalahan
JW selama menjabat menteri? Jika kita lihat kembali secara jelas, bahwa BPK dan Kemenkeu menyatakan bahwa Kemenbudpar
bersih tanpa masalah.
Mana suara BPK dan Kemenkeu mengenai hal ini. Kita (warga
negara Indonesia) mesti jeli mengamati hal ini. Kasus ini menjadi pertanyaan
besar warga negara Indonesia agar lebih melek hukum dan menjadi bahan pemikiran
bersama.
0 comments:
Post a Comment