Generasi penerus bangsa
ini sudah semestinya memperoleh
pendidikan yang layak. Tak hanya dimonopoli sekelompok orang. Ke mana
arah dan tujuan pendidikan nasional yang sudah dicanang bertahun-tahun lalu? Apakah hanya sebatas simbolisasi agar terlihat
“ada” saja?
Lihatlah semangat mereka [Foto: Dok http://www.fuelrunning.com] |
Seperti laporan
Education Public Expenditure Review, dalam rilis Bank Dunia di 2013 mengatakan,
bahwa anggaran fungsi pendidikan Indonesia sebesar 20% dari APBN belum efektif
meningkatakan kualitas pendidikan tanah air.
Akan tetapi, ada hal
baik terjadi peningkatan belanja publik untuk bidang pendidikan yang sudah
memperluas akses pendidikan dan meningkatkan angka partisipasi sekolah di
kalangan siswa miskin, meski hal itu hanya berlansung di pendidikan dasar,
seperti SD dan SMP.
Pada amandemen
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 , ada muncul amandemen ke-4, yaitu:
(4) Negara
memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari
anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan
belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Bagaimana anggaran
pendidikan dapat mengkover semua anak-anak di Indonesia? Sementara, banyak dari
mereka putus sekolah dan keberlanjutan mereka untuk mengenyam pendidikan mesti
berjalan.
Ya, benturan ekonomi
menjadi salah satu pemicu banyaknya anak-anak Indonesia yang putus sekolah. Orang
tua yang tak mampu menyekolahkan
anak-anaknya minimal batas sekolah menengah atas. Ekonomi keluarga yang
tak menentu itu tadi menjadi “penghambat” jalannya anak-anak Indonesia yang
ingin maju.
Tingkat pendapatan
rendah sebagai momok orang tua yang akhirnya mengharuskan anak-anak mereka
putus sekolah. Lantas bekerja membantu orang tuanya, baik di sawah, kebun,
menjadi buruh pabrik, bahkan semir
sepatu, dan ngamen di jalan.
Miris memang, anak-anak
di usianya yang mestinya sekolah, mengenyam pendidikan, bermain, dan bersenda
gurau. Justru terpaksa bekerja sedari muda, membanting tulang, demi keluarga,
hingga harus putus sekolah.
Upaya-upaya yang
dilakukan beragam pihak pun telah dilakukan untuk mengurangi beban biaya
pendidikan yang makin membludak. Tetapi, memang sedikit yang masih berhasil
untuk dientaskan.
Anak-anak yang putus
sekolah masih banyak di beberapa daerah, sebut saja Brebes, Mamuju, dan
Bondowoso. Peran pemerintah daerah mungkin juga tak bisa diabaikan begitu saja.
Bisa jadi, telah berusaha semaksimal mungkin membantu biaya anak-anak yang
putus sekolah, tetapi belum tercapai kata maksimal.
Melalui Philips LightingLighting, Philip mengajak seluruh
konsumennya mendukung program UNICEF “Kembali ke Sekolah” Melalui Kampanye
Terangi Masa Depan. Bertempat di Avec Moi, Jalan Teluk Betung, pada Selasa
(2/10/2017) Philips Lightingdan Unicef berbagi untuk anak-anak negeri putus
sekolah untuk kembali ke sekolah.
Penandatanganan Kerjasama Philips Lighting & UNICEF [Foto: DokPri] |
Ini menjadi
satu terobosan lagi untuk Philips Lightingdalam mendukung program yang dibuat
UNICEF untuk anak-anak bangsa di daerah yang putus sekolah. Sudah selayaknya,
anak-anak Indonesia yang putus sekolah kembali dapat bersekolah.
Pendidikan itu
menjadi investasi masa depan yang tak akan pernah habis dan lekang di makan
zaman. Kecuali jika kita sudah meninggalkan dunia. Selesai tugas kita sampai di
sini. Pendidikan menjadi motor penggerak kemajuan bangsa.
Terbangunnya jalinan kerjasama Philips Lighting & UNICEF [Foto: DokPri] |
Saya meyakini,
bahwa anak-anak Indonesia sebagai anak-anak yang cerdas dan bertalenta. Hanya saja,
kendala keuangan keluarga menjadi penghalang mereka mengenyam pendidikan lebih
tinggi dan jauh ke depan menggapai harapan.
Tak bisa
dipungkiri, dana-dana pendidikan di Indonesia terkadang tak tersalurkan secara merata hingga pelosok nusantara. Di
satu sisi, pemerintah menganggarkan 20% dibilang cukup, mesti dicukup-cukupkan.
Jadi, terkadang timbul dalam pikiran saya, apakah hanya orang-orang kaya yang
bisa bersekolah tinggi?
Bagaimana
dengan nasib anak-anak yang orang tua mereka masuk dalam kelas bawah? Jangankan
untuk sekolah, untuk kebutuhan sehari-hari masih harus banting tulang dari pagi
hingga petang. Di sinilah dapat terlihat. Mereka yang putus sekolah sebenarnya
anak-anak cerdas dan pintar. Karena kebutuhan primer keluarga yang tak
mencukupi, maka salah satu ada yang
dikorbankan.
Menilik hal
inilah, Philips LightingLighting dan
UNICEF maju untuk menghalau anak-anak negeri yang putus sekolah untuk dapat kembali
ke sekolah. Philips LightingLighting berusaha mengumpulkan dana dari hasil
penjualan paket Philips LightingLED khusus dengan logo UNICEF mulai Oktober
2017 hingga Maret 2018.
Beli 3 gratis 1 membantu untuk membantu anak negeri [Foto: DokPri] |
Target yang
ingin dicapai sekitar dua miliar rupiah dana dapat dikumpulkan. Uang tersebut
nantinya akan digunakan untuk meneruskan pendanaan program UNICEF “Kembali ke
Sekolah” yang berada di Kabupaten Brebes (Jawa Tengah), Mamuju (Sulawesi
Barat), dan diperluas ke Bone dan Takalar (Sulawesi Selatan). Hal ini untuk
membantu lebih kurang lima ribu anak usia sekolah mendaftar ulang atau
mendaftar pertama kalinya untuk tetap dapat bersekolah.
Dipilihnya
kabupaten Brebes dan Mamuju bukan tanpa alasan. Di Brebes, angka anak putus
sekolah sangat tinggi. Rata-rata, anak-anak yang putus sekolah tersebut
membantu orang tuanya bekerja. Dari mereka ada yang menjadi petani, berkebun,
penarik becak, bahkan nelayan. Pun di Mamuju.
Lauren Rumble, Deputy Representative UNICEF Indonesia [Foto: DokPri] |
“Ternyata, ada
sekitar 4,6 juta lebih anak Indonesia tidak punya kesempatan untuk melanjutkan
sekolah. Philips LightingLighting program “Kembali ke Sekolah” akan membantu
UNICEF untuk menyediakan akses pendidikan berkualitas kepada anak-anak,
nantinya akan meningkatkan peluang mereka terbebas dari kemiskinan, mendapat
pekerjaan, sehat, dan berpartisipasi penuh kepada masyarakat untuk masa depan.
Sektor swasta dapat membuat perubahan
nyata dalam kehidupan anak-anak” ucap Lauren Rumble, selaku Deputy
Representatitve UNICEF Indonesia.
Memasuki millennium
ketiga, sudah seharusnya pendidikan di Negara ini menjadi semakin baik,
bukannya mundur. Dengan banyaknya anak-anak putus sekolah, justru dapat menjadi
indikasi adanya kemunduran pendidikan di tanah air.
Indonesia mesti
mampu bersaing dengan negara-negara lain. Indonesia tidak berdiri sendiri,
tetapi ada di tengah-tengah Negara lain yang siap menerkam jika tidak waspada
terhadap sumber daya manusianya.
Ya, tantangan
dalam dunia pendidikan bukan tantangan satu dua pihak saja, tetapi banyak
pihak. Dengan melakukan kerjasama, justru akan dapat menjembatani perbedaan
yang terjadi. Kolaborasi lintas sector antara Philips Lighting dan UNICEF
menjadi bukti nyata komitmen Philips Lighting untuk mendukung pendidikan di
Indonesia.
Komitmen
Philips Lighting untuk mengumpulkan dana dua miliar, dua kali lipat komitmennya
pada tahun sebelumnya, dengan menyisihkan dua ribu rupiah dari penjualan setiap
paket khusus lampu LED, “Beli 3 gratis 1” dengan tanda UNICEF.
Kontribusi
besar Philips Lighting dalam program UNICEF untuk membantu anak-anak usia
sekolah yang belum atau putus sekolah dapat kembali menikmati sekolah. Bermitra
dengan UNICEF menjadi satu bagian penting dalam memajukan pendidikan anak-anak
tersebut.
Rami Hajjar, Country Leader Philips Lighting Indonesia [Foto: DokPri] |
Rami Hajjar selaku Country Leader Philips Lighting Indonesia pun
menuturkan, “Di Philips Lighting, kami percaya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui inovasi dan kontribusi sosial kami
kepada masyarakat. Tantangan pendidikan yang dihadapi anak-anak Indonesia menjadi
tanggung jawab semua. Kerjasama lintas sektoral, seperti kemitraan kami dengan
UNICEF, akan memastikan bahwa Philips Lighting Indonesia tetap berkomitmen
untuk mendukung pendidikan di Indonesia.”
Ya, siapapun
itu, tentunya punya harapan besar untuk kemajuan pendidikan negeri ini. Philips
pun berharap, dengan kemitraan bersama UNICEF dapat menjadi inspirasi untuk
konsumennya, tidak hanya melalui produk-produk Philips LED saja, tetapi dapat
mendorong konsumen untuk berbagi demi kehidupan yang lebih cerah dan dunia yang
lebih baik.
Mau dibawa ke
mana pendidikan Negara ini? Tak dapat dipungkiri, bahwa pendidikan menjadi
tiang utama untuk menghasilkan sumber
daya manusia yang utuh dan menyeluruh. Itu utamanya untuk pembangunan bangsa
ini.
Teman-teman, ayo kita sekolah. Semngaaat!!! [Foto: Dok https://image1.masterfile.com] |
1 comments:
Post a Comment