Friday, November 18, 2016

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3): Kerja Tenang Pulang Nyaman

Setiap pekerjaan atau aktivitas selalu ada risiko kegagalan atau ketidakberhasilan.  Salah satu risiko pekerjaan tersebut berupa kecelakaan kerja (work accident). Hal itu akan mengakibatkan kerugian (loss). Oleh karena itu, diperlukan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) yang rigid dan terpadu untuk semua orang yang berada dalam lingkungan perusahaan atau tempat pekerjaannya. 
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3): Sangat penting untuk pekerja
seperti yang disampaikan Dr.Ir. Darda Daraba, M.Si.
Direktur Bina Penyelenggaraan Jasa Konstruksi
Hal yang paling mendasar mengenai filosofi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah memberikan perlindungan keselamatan dan kesehatan untuk para pekerja ketika menjalankan pekerjaannya, melalui upaya-upaya pengendalian semua bentuk potensi bahaya yang berada di lingkungan tempat seseorang bekerja. Apabila seluruh potensi bahaya sudah dikendalikan dan memenuhi batas standard aman, maka akan memberikan kontribusi terciptanya kondisi lingkungan kerja yang aman dan sehat. Begitu pula dengan proses produksi akan berjalan lancar. Hingga akhirnya, risiko kerugian dapat ditekan sekecil mungkin yang dapat berdampak pada peningkatan produktivitas.

Menurut Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, hingga akhir tahun 2015 tercatat, terjadi kecelakaan kerja mencapai 105.182 kasus. Degradasi keselamatan terjadi karena adanya transisi dari masyarakat agraris (low risk society) kepada masyarakat yang industrial (high risk society). Kecelakaan kerja tersebut akan memberi dampak kepada daya saing di tingkat global. Untuk sebagian masyarakat, K3 dianggap tidak diperlukan, bahkan mereka cenderung mengatakan K3 sebagai barang yang sangat luar biasa mewah.

Jika melihat kasus kecelakaan berat yang terjadi selama kurun waktu 2015, kecelakaan berat yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang mencapai jumlah 2.375 kasus dari jumlah keseluruhan kecelakaan kerja yang terjadi. Beberapa sumber menyatakan bahwa jumlah kecelakaan kerja mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Total kecelakaan kerja setiap tahun mencapai 5%, sedangkan kecelakaan kerja berat peningkatannya cukup besar sekitar 10% setiap tahun.

Kita  tak perlu heran dengan besarnya angka-angka kecelakaan kerja tersebut karena penerapan K3 di Indonesia masih jauh dari kata “baik”. Di Indonesia, satu pengawas ketenagakerjaan harus mengawasi 110 perusahaan. Sementara, jumlah perusahaan yang sudah menerapkan Sistem Manajemen K3 baru 2.1% dari sekitar 15.000 perusahaan. Tetapi, tidak bisa juga kita bicara wajar akan hal tersebut. Semua menjadi tanggung jawab bersama, antara pemerintah dengan pihak pengguna jasa tenaga kerja (pekerja-red).

Ada banyak kecelakaan kerja yang cukup berat terjadi di Indonesia akhir-akhir ini. Terutama dalam pekerjaan konstruksi. Seperti jatuhnya lift yang korbannya pekerja PT Nestle Indonesia, Crane roboh di gedung Mitra I Malang, kecelakaan kerja di Alfamart Pekanbaru, runtuhnya Fly Over Grogol, runtuhnya Crane di Pacific Place SCBD Jakarta, runtuhnya rukan Samarinda Kaltim, jatuhnya Girder Jembatan Banyumulek 2 Lombok-NTB, dan masih banyak lagi.



Kecelakaan kerja
Atas: Runtuhnya crane di Pacific Place
Bawah: Runtuhnya Grogol Fly Over
Foto: Dok. Kementerian PU dalam Foto Penulis

Penyebab utama terjadi kecelakaan kerja itu adalah rendahnya kesadaran pentingnya penerapan K3 di kalangan industri dan masyarakat. Sejauh ini, penerapan K3 seringkali dianggap sebagai beban biaya bukan sebagai investasi untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang tidak diinginkan.
Jatuhnya Girder Jembatan Banyumulek 2 Lombok-NTB
Foto: Dok Kementerian PU dalam Foto Penulis
Berdasarkan sumber International Labor Organization (2003), bahwa dampak kecelakaan kerja memiliki tiga aspek tingkatan. Pertama, tingkatan makro. Kita ketahui bersama bahwa competitiveness index  Indonesia rendah, hanya menempati peringakt ke-37 pada 2015. Artinya apa? Kemampuan negara dalam menyediakan kemakmuran tingkat tinggi untuk warga negaranya menurun. Semua bergantung dari seberapa produktif satu negara menggunakan sumber daya yang tersedia. Indeks ini sangat memberikan pengaruh kepada negara-negara yang menjadi tolok ukur kemakmuran rakyatnya, utamanya pekerja. Sementara itu, biaya kecelakaan kerja hanya 4% PDB pada tahun 2013.

Indonesia sekarang berada pada level efficiency-driven

Fondasi
Ranking Indikator Tertinggi
Ranking Indikator Terendah
Kelembagaan
Halangan dari Regulasi pemerintah [31]
Biaya Terorisme terhadap bisnis [119] 119
Infrastruktur
Ketersediaan penerbangan km/minggu [15]
Kualitas infrastruktur pelabuhan [89]89
Kondisi Ekonomi makro
Tabungan Nasional Bruto [19]
Inflasi [80]
Pendidikan dasar dan kesehatan
Angka partisipasi pendidikan dasar [56]
Dampak TBC terhadap bisnis [131]131
Pendidikan tinggi dan pelatihan
Pembiayaan Perusahaan untuk Pelatihan pegawai [25]
Angka partisipasi pendidikan menengah [92]
Efisiensi Pasar Barang
Dampak pajak terhadap insentif berinvestasi [28]
Prosentase nilai impor dalam PDRB [134]
Efisiensi Pasar Tenaga Kerja
Pengupahan dan produktivitas [29]
Redundancy cost [141]
Perkembangan Pasar Finansial
Kemudahan akses dalam meminjam [16]
Indeks hak perlindungan hukum [118]
Kesiapan teknologi
FDI dan transfer teknologi  [39]
Pengguna Internet [113]
Ukuran pasar
Indeks ukuran pasar asing > indeks ukuran pasar lokal
Praktek bisnis yang canggih
State of cluster dev [29]
kualitas supplier lokal [66]
Inovasi
Investasi perusahaan untuk inovasi [23]
Jumlah aplikasi paten [103]103
[Diolah dari berbagai sumber]

Pada level meso dapat diketahui performance corporate. Seberapa baik organisasi mengeksekusi terhadap parameter yang paling penting, biasanya keuangan, pasar dan kinerja pemegang saham. Analisis kinerja perusahaan adalah bagian dari analisis bisnis  atau intelijen bisnis (BA/BI) yang peduli dengan "kesehatan" dari organisasi, yang secara tradisional telah diukur dalam hal kinerja keuangan.

Kesehatan perusahaan sekarang dianggap tidak hanya melibatkan pertimbangan keuangan tetapi juga faktor-faktor lain termasuk tanggung jawab sosial dan reputasi, inovasi, moral karyawan, dan produktivitas. Dengan demikian, kinerja tidak lagi diukur hanya pada indikator kinerja utama (KPI) seperti pendapatan, laba atas investasi (ROI), overhead, dan biaya operasional.

Manajemen kinerja perusahaan (BPS) telah berkembang di luar perkiraan, penganggaran dan perencanaan dan kinerja hasilnya sering dibagikan secara publik daripada hanya dengan pemangku kepentingan keuangan dan investor, seperti sebelumnya terjadi. daerah non-keuangan dipantau untuk manajemen kinerja perusahaan dan pelaporan meliputi perencanaan strategis, efisiensi proses, ekuitas merek, manajemen risiko, dan manajemen sumber daya manusia (SDM).
Pada level mikro, terdapat project delay, cost over run, human aspect; dan juga injury fatality. Apabila, perusahaan tidak cepat, tepat, dan tanggap menghadapi hal ini, maka otomatis keselamatan dan kesehatan kerja tidak akan berjalan mulus seperti yang diharapkan.

Ada dua faktor penyebab utama kecelakaan kerja pada pekerja konstruksi, yaitu pertama, perilaku yang tidak aman dan berbahaya untuk pekerja (unsafe action).

·         Tidak melaksanakan prosedur kerja dengan baik. (contoh: pekerja tukang las tidak memakai kaca mata pelindung sehingga percikan api mengenai mata dan menyebabkan kebutaan);
       Mengerjakan pekerjaan yang tidak sesuai dengan skill/keterampilan (contoh: pekerja yang tidak terampil salah tekan tombol kerja alat);
       Bekerja sambil bercanda
       Membuang sampah (seperti: oli bekas dan kulit pisang) di sembarang tempat.

Kedua adalah kondisi tidak aman (unsafe condition), meliputi:

       Alat pelindung diri (APD) tidak sesuai dengan standar (contoh: helm pekerja tidak kuat menahan benturan benda keras);
       Kebisingan di tempat kerja;
       Tempat kerja yang tidak memenuhi standar keselamatan dan kesehatan kerja (contoh: kurangnya ventilasi udara membuat para pekerja kekurangan oksigen dan dapat mengakibatkan pingsan).

Kebijakan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

Ada tujuh butir kebijakan yang dikeluarkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang harus dilakukan oleh perusahaan dan siapapun yang mempekerjakan seseorang tak hanya untuk konstruksi, yaitu:

1.    Memastikan semua peraturan perundangan tentang keselamatan dan kesehatan kerja ditegakkan secara konsisten oleh semua pihak.
2.    Memastikan keselamatan dan kesehatan kerja menjadi nilai utama pada setiap penyelenggaraan kegiatan.
3.    Memastikan setiap orang bertanggung jawab atas keselamatan dan kesehatan kerja masing-masing orang yang terkait dan orang yang berada di sekitarnya.
4.    Memastikan semua potensi bahaya di setiap tahapan pekerjaan baik terkait dengan tempat, alat, maupun proses kerja telah diidentifikasi, dianalis, dan dikendalikan secara efisien dan efektif guna mencegah kecelakaan dan sakit akibat kerja.
5.    Memastikan penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja guna mengeliminasi, mengurangi dan menghindari resiko kecelakaan dan sakit akibat kerja.
6.     Memastikan peningkatan kapasitas keselamatan dan kesehatan kerja para pejabat dan pegawai sehingga berkompeten menerapkan SMK3 di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
7.    Memastikan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja ini disosialisasikan dan diterapkan oleh para pejabat, pegawai dan mitra kerja Departem Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Oleh karenanya, penting mengingat kembali apa yang ditujukan dan tertuang dalam UU No. 1 tahun 1970, bahwa tujuan utama Penerapan K3 tentang Keselamatan Kerja yaitu antara lain :
1. Melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan orang lain di tempat kerja.
2. Menjamin setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien.
3. Meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas nasional.

Undang Undang No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 87 menyatakan, bahwa setiap perusahaan wajib hukumnya menerapkan sistem manajemen K3 yang diintegrasikan dalam manajemen perusahaan secara umum. Peraturan SMK3:¢ 1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI, Nomor: PER.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (disingkat SMK3); 2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. 


Dengan penerapan SMK3 di perusahaan, maka diharapkan angka  kecelakaan kerja di Indonesia dapat direduksi, sehingga perusahaan akan semakin efisien dan produktif di kemudian hari. Sudahkan di perusahaan tempat Anda bekerja menerapkan K3? 

2 comments:

Dewi Nielsen said...

Oh em ji, seram kali ya ternyata kalau bekerja dibidang kontruksi. Kalau ada apa2 dan kita dibiarin gitu aja. Syukurnya ada kesadaran buat melindungi tenaga kerja. Semoga semakin baiklah.

Aprillia Ekasari said...

Moga2 semua perusahaan di Indoensia segera menerapkan K3 ini