Indonesia,
menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia, berdasarkan data, menemukan 218 kasus kekerasan seksual anak di 2015.
Semenatara, 2016 KPAI mencatat ada 120 kasus kekerasan seksual terhadap
anak-anak dan pada 2017 ada 116 kasus.
Pelecehan
anak lebih dari sekadar memar atau patah tulang.Sementara itu, pelecehan fisik
sebagai salah satu bentuk pelecehan anak yang punya tanda-tanda paling mudah
terlihat. Jenis pelecehan lainnya seperti pelecehan emosional atau pengabaian
anak-anak, juga meninggalkan luka dalam dan lama. Beberapa tanda pelecehan anak
tidak bisa dibedakan satu sama lain.
Bagaimanapun,
dengan mempelajari jenis pelecehan secara umum, kita dapat membuat perubahan
besar dalam kehidupan seorang anak. Semakin dini seorang anak yang dilecehkan
mendapat pertolongan, maka semakin besar peluang untuk terhindar dan pulih dari
pelecehan itu. Pelajari tanda-tanda dan gejala pelecehan anak-anak. Mari kita
bantu mereka keluar dari masalah ini.
Faktor Risiko Pengabaian dan
Pelecehan Anak
Pelecehan
dan pengabaian terjadi di berbagai kalangan keluarga. Bahkan di dalam keluarga
yang terkesan bahagia, anak-anak masih berisiko tinggi dalam situasi tertentu.
Ini risiko yang memperbesar peluang pengabaian dan pelecehan pada anak.
Kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT)
Menyaksikan
KDRT menjadi hal yang sangat mengerikan dan mengganggu mental anak-anak.
Bahkan, jika seorang ibu berbuat yang terbaik untuk melindungi anak-anaknya dan
menjaganya dari pelecehan secara fisik, situasinya masih sangat mengerikan.
Jika Anda berada dalam hubungan yang penuh dengan kekerasan, keluar dari
situasi tersebut menjadi jalan terbaik untuk melindungi anak-anak.
Penyalahgunaan obat-obatan dan
alkohol
Hidup
bersama dengan orang yang kecanduan alkohol sangat sulit untuk anak-anak. Anak-anak
dengan mudah dapat dilecehkan dan diabaikan. Orang tua yang suka mabuk tidak
mampu menjaga anak-anak mereka.
Gangguan mental yang belum pulih
Orang tua
yang menderita depresi, gangguan ansietas (cepat panik), atau gangguan mental
lainnya, kesulitan merawat diri sendiri, apalagi anak-anaknya. Orang tua yang
sakit mental atau mengalami trauma biasanya menjaga jarak terhadap
anak-anaknya, atau cepat marah tanpa alasan jelas.
Stres dan kemiskinan
Membesarkan
anak perlu biaya besar. Kondisi keuangan yang minim dapat menimbulkan stres
pada orang tua. Hal itu akan berdampak pada hubungan mereka dengan
anak-anaknya.
Tanda & Gejala Pelecehan Anak
Meskipun
tanda-tanda ini tak selalu menunjukkan anak-anak dilecehkan, tetapi tanda-tanda
ini dapat membantu orang dewasa mengenalinya. Kemungkinan pelecehan dapat
diselidiki jika anak-anak menunjukkan beberapa gejala atau salah satu gejala di
bawah ini.
1. Pelecehan Seksual
Pelececahan
seksual menjadi pelecehan yang tersembunyi dan rumit. Penting untuk diketahui, bahwa
pelelcehan seksual tidak selalu melibatkan kontak tubuh. Exposing (memaparkan)
anak ke situasi atau organ seksual, meski tidak ada sentuhan. Pelecehan seksual
biasanya dilakukan oleh orang-orang yang dikenal sang anak-kebanyakan kerabat
dekat. Anehnya, berlawanan dengan keyakinan kita selama ini, yang menganggap
pelecehan seksual hanya terjadi pada anak perempuan, ternyata pelecehan seksual
juga terjadi pada anak laki-laki.
Sesungguhnya,
kasus pelecehan seksual pada anak laki-laki banyak yang tidak dilaporkan karena
malu. Selain kerusakan fisik yang disebabkan pelecehan seksual, komponen
emosional juga kuat. Anak-anak yang
dilecehkan secara seksual merasa malu dan bersalah. Mereka mungkin ikut merasa
bertanggung jawab terhadap terjadinya pelecehan tersebut. Kondisi itu dapat
memicu kebencian terhadap diri sendiri dan problem seksual ketika mereka tumbuh
dewasa.
2. Pelecehan Fisik
Pelecehan
secara fisik meliputi melukai atau membahayakan anak secara fisik. Misal,
dengan menerapkan hukuman secara fisik (memukul anak dengan ikat pinggang)
kepada anak yang tidak sesuai dengan kondisi fisik atau usia sang anak. Banyak
orang tua dan pengasuh anak mempertahankan tindakan mereka sebagai bentuk
penerapan kedisiplinan. Tetap, ada perbedaan besara antara penggunaan hukuman
secara fisik dengan disiplin dan pelecehan fisik. Tujuan membauat anak-anak
disiplin untuk mengajarkan mereka mana yang benar dan salah. Bukan membuat
mereka hidup dalam kekhawatiran. Tanda-tanda pelecehan fisik sebagai berikut.
·
Luka
memar atau luka yang terjadi berulang tetapi tidak bisa dijelaskan.
·
Menolak
menjelaskan luka yang terjadi.
·
Memakai
pakaian yang tidak lazim, misal memakai pakaian serba tertutup atau lengan
panjang, bahkan di hari panas.
·
Kepala
botak, baik sebagian atau seluruh.
·
Takut
menjalani pemeriksaan medis.
·
Kecenderungan
mencederai diri sendiri.
·
Sering
bersikap agresi (menyerang terhadap teman-temannya).
·
Khawatir
terkena kontak fisik-menarik diri jika disentuh.
·
Mengakui
bahwa mereka dihukum, tetapi hukuman berlebihan (seperti seorang anak dipukul
setiap malam agar mau belajar).
·
Merasa
khawatir tersangka pelaku pelecehan dihubungii=.
3. Pelecehan emosional
“Tongkat
dan batu mungkin bisa mematahkan tulangku, tapi tidak akan pernah melukai
hatiku.” Pepatah lama itu bertolak belakang dengan pelecehan emosional terhadap
anak yang dapat merusak kesehatan mental atau perkembangan sosialnya,
meninggalkan luka psikologis jangka panjang. Berikut ini contoh pelecehan anak secara emosional:
·
Tindakan
meremehkan, mempermalukan, dan menghina anak secara kontinu.
·
Memanggil
dengan julukan yang tak disukai dan membuat perbandingan negatif dengan yang
lain.
·
Mengatakan
kepada anak bahwa ia “Tidak baik”, “tidak bermanfaat”, “buruk”, atau “salah”.
·
Sering
berteriak, mengancam, atau menghardik.
Sementara,
tanda –tanda anak yang mengalami pelecehan emosional seperti:
·
Kelambatan
perkembangan emosional, mental, dan fisik.
·
Gangguan
bicara secara mendadak.
·
Merasa
rendah diri berkesinambungan (saya bego,
buruk, tak berharga, dan sebagainya).
·
Bereaksi
berlebihan terhadap kesalahan.
·
Sangat
mengkhawatirkan setiap situasi baru.
·
Berespons
tidak sesuai terhadap segala perlakuan (saya memang berhak menerimanya).
·
Perilaku
neurotis (sering menggerakkan anggota tubuhnya, memilin rambut, mencederai diri
sendiri).
·
Bertindak
agresif atau sebaliknya.
4. Pengabaiaan anak atau
menyia-nyiakan anak
Pengabaian
anak merupakan jenis pelecehan anak yang paling umum. Hal itu akan menyebabkan
kegagalan dalam menyediakan kebutuhan dasar anak, seperti makanan, pakaian,
sarana kesehatan, atau pengawasan yagn cukup. Pengabaian anak tidak mudah untuk
ditandai.
Terkadang,
orang tua secara mental maupun fisik jadi tidak mempu merawat seorang anak,
seperti mengalami liuka serius, depresi yang belum disembuhkan antau ansietas.
Lain waktu, penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan mungkin secara serius
mengganggu kemampuan untuk mempertahankan keamanan seorang anak. Tanda-tanda
anak yang diabaikan atau disia-siakan, seperti berikut.
·
Kelaparan
·
Kebersihan
tak terjaga
·
Kelelahan
·
Baju
kekecilan atau robek
·
Masalah
medis
·
Tidak ada
hubungan sosial
·
Rakus
·
Cenderung
bersikap merusak
Biasanya,
seorang anak menjadi subjek dari kombinasi beragam jenis pelecehan berbeda.
Mungkin juga seorang anak tidak menunjukkan gejala seperti yang sudah
disebutkan dan menyembunyikan apa yang terjadi.
Anak Dilindungi Keluarga, Negara,
dan Masyarakat
Landasan hukum
UUD Negara Republik Indonesia Pasal 28 Ayat 2: “Setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.”
UU No. 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1 ayat 2, “Perlindungan anak adalah
segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat
hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat
dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.”
Seluruh
orang tua tentu seiya sekata dengan pendapat
Bertrand Russel berikut, “ Pada anak-anak
terletak masa depan kita semua,” karena kita berada di perjalanan panjang
kehidupan sebelum maut menjemput.
Anak-anak
kita itu dilindungi keluarga, negara, dan masyarakat lho ya. Jadi, jangan
pernah menjadikan anak-anak kita sebagai objek kesalahan dan pelampiasan marah
orang tua. Cara berpikir orang tua yang menganggap anak adalah milik ortunya,
jadi ortu seenak-enaknya memperlakukan, itu salah!
Mungkin,
orang tua masih membuat penafsiran bahwa anak itu sebagai benda atau barang
sehingga orang tua merasa bebas berlakuku apapun karena merasa itu hak
miliknya. NO!
Mengacu
pada Wiliam Stern ada syarat hukuman paedagogis terhadap seorang anak, yaitu:
·
Tiap-tiap
hukuman semestinya dapat dipertanggungjawabkan: hukuman tak boleh dilakukan
sewenang-wenang.
·
Hukuman
itu sedapat-dapatnya bersifat memperbaiki: hukuman harus memiliki nilai
pendidikan.
·
Hukuman
tak boleh mengancam apalagi balas dendam (hilangkan terlebih dahulu kemarahan).
·
Hukuman
dilakukan dalam keadaan tidak emosi/marah.
·
Hukuman
harus adil.
·
Sebaiknya
hukuman disertai kasih sayang.
·
Ada efek
jera bagi anak didik.
Salah
seorang perempuan aktivis Eglantyne Jebb lantas mengembangkan butir-butir
tentang hak anak pada 1923 yang diadopsi menjadi Save the Children Fund International Union. Isinya
antara lain:
1. Anak harus dilindungi di luar
dari segala pertimbangan ras, kebangsaan, dan kepercayaan.
2. Anak harus dipelihara dengan
tetap menghargai keutuhan keluarga.
3. Anak harus disediakan sarana yang
diperlukan untuk perkembangan secara normal, baik material, moral, dan
spiritual.
4. Anak yang lapar harus diberi
makan, anak yang sakit harus dirawat, anak cacat mental atau cacat tubuh harus
dididik, anak yatim piatu dan anak terlantar diurus/diberi pemahaman.
5. Anaklah yang pertama-tama
mendapat bantuan atau pertolongan pada saat terjadi kesengsaraan.
6. Anak harus menikmati dan
sepenuhnya mendapat manfaat dari program kesejahteraan dan jaminan sosial,
mendapat pelatihan agar pada saat diperlukan nanti dapat dipergunakan untuk
mencari nafkah, serta harus mendapat perlindungan dari segala bentuk eksploitasi.
7. Anak harus diasuh dan dididik
dengan suatu pemahaman bahwa bakatnya dibutuhkan untuk pengabdian kepada sesama
umat.
Beragam
tuntutan yang meminta agar ada perhatian khusus pada anak, membuahkan hasil
dengan memasukkan hak-hak anak dalam Piagam Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia pada 10 Desember 1948.
31 Hak Anak dalam Konvensi Hak Anak
Hak
anak ini telah dirumuskan dan disahkan oleh pemerintah kita dan penerapannya
diakui dunia internasional. Berikut 31 Hak Anak ini:
1. Hak untuk
kelangsungan hidup dan berkembang.
2. Hak untuk
mendapatkan nama.
3. Hak untuk
mendapatkan kewarganegaraan.
4. Hak untuk
mendapatkan identitas.
5. Hak untuk
mendapatkan standar hidup yang layak.
6. Hak untuk
mendapatkan standar kesehatan yang paling tinggi.
7. Hak untuk
mendapatkan perlindungan khusus dalam konflik bersenjata.
8. Hak untuk mendapatkan perlindungan khusus jika
mengalami konflik hukum.
9. Hak untuk
mendapatkan perlindungan khusus jika mengalami eksploitasi sebagai pekerja
anak.
10.
Hak
untuk mendapatkan perlindungan khusus jika mengalami eksploitasi penyalahgunaan
obat-obatan.
11.
Hak
untuk mendapatkan perlindungan hukum jika mengalami eksploitasi seksual dan
penyalahgunaan seksual.
12.
Hak
untuk mendapatkan perlindungan khusus dari penculikan, penjualan, dan
perdagangan anak-anak.
13.
Hak
untuk mendapatkan perlindungan khusus jika mengalamai eksploitasi sebagai
anggota kelompok minoritas atau masyarakat adat.
14.
Hak
untuk hidup dengan orang tua.
15.
Hak
untuk tetap berhubungan dengan orang tua bila dipisahkan dengan salah satu
orang tua.
16.
Hak
untuk mendapatkan pelatihan keterampilan.
17.
Hak
untuk berekreasi.
18.
Ha
untuk bermain.
19.
Hak
untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan seni dan budaya.
20.
Hak
untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam situasi genting.
21.
Hak
untuk mendapatkan perlindungan khusus sebagai pengungsi.
22.
Hak
untuk bebas beragama.
23.
Hak
untuk bebas berserikat.
24.
Hak
untuk bebas berkumpul secara damai.
25.
Hak
untuk mendapatkan informasi dari berbagai sumber.
26.
Hak
untuk mendapatkan perlindungan pribadi.
27.
Hak
untuk mendapatkan perlindungan dari siksaan.
28.
Hak
untuk mendapatkan perlindungan dari perlakuan kejam, hukuman, dan perlakuan
tidak manusiawi.
29.
Hak
untuk mendapatkan perlindungan dari penagkapan yang sewenang-wenang.
30.
Hak
untuk mendapatkan perlindungan dari perampasan kebebasan.
31.
Hak
untuk mendapatkan pendidikan dasar
secara cuma-Cuma.
Dunia
yang semakin bergerak cepat dan maju, menuntu kita para orang tua berlaku
waspada terhadap anak dari bahaya-bahaya yang mengancam keselamatan jiwa
raganya.
Sebagai
orang tua, sudah semestinya tidak mengabaikan anak dari keluarga. Pentingnya
pendidikan dan penanaman nilai-nilai agama sejak dini untuk menangkal hal-hal
yang tidak diinginkan. Dengan penanaman agama sejak dini, mental spiritual
mereka jadi terbentuk. Sebagai orang tua juga mesti terbuka dalam bicara kepada
anak. Jangan pernah menutup-nutupi sesuatu. Biarkan mereka tahu dan mengambil
yang baik membuang yang buruk. Orang tua juga mesti memberikan pengajaran
kewaspadaan kepada anak-anak. Bagaimana mereka belajar untuk tidak akrab kepada
orang yang tidak dikenal. Nah, sebagai orang tua, kesabaran ekstralah yang
perlu diperbanyak. Semoga.