Sunday, October 29, 2017

Dompet Dhuafa, Dari Wakaf untuk Kesejahteraan Ummat



Tak akan ada ikan di meja makan, tanpa ada jasa para nelayan. Mungkin  juga tak akan terhidang nasi dan lauk pauk yang enak, tanpa ada jasa para petani. Indonesia yang digembar-gemborkan sebagai negara agraris, penghasil beras, nyatanya pernah impor beras. Negara agraris yang miris, mungkin. Dalam kenyataan hidup, petani-petani tanah air, masih ada yang hidup dalam kondisi kekurangan. Lahan garapan bahkan “minjam” alias tak punya sendiri. 

Buah naga, sistem tanam tumpang sari [Foto: DokPri]

Jika pun berhasil, rerata memang harus hidup prihatin. Kalau field trip (kunjungan lapangan), tapi ke daerah yang paling terpencil, dalam hati kecil berkata, “Sampai kapan mereka terus begini?” Bukan bagaimana-bagaimananya. Dalam keprihatinan hidup dan sahajanya, mereka masih mampu bertahan. Bertahan menepis keadaan. Uluran tangan dermawan untuk pengembangan lahan jika mereka punya, jadi barang langka dan berharga.
Mengalami sendiri itu jadi satu pengalaman yang sangat berharga. Bagaimana tidak, melihat mereka menanam padi, dari pembibitan hingga panen. Bagaimana menyiangi di tengah terik hari bolong. Panas hujan mungkin sudah kebal hinggap di badan mereka. Demi apa? Demi hidup layak dan keluarga bisa makan. 


Kebun Nenas Desa Cirangkong, Kab. Subang, Jawa Barat [Foto: DokPri]
Sama halnya dengan petani-petani di Desa Cirangkong, Kecamatan Cijambe, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Ini entah kali ke berapa saya turun lagi ke lapangan dan melihat secara langsung kehidupan petani buah Naga dan buah Nenas. Kebun Petani Binaan dari Dompet Dhuafa (DD) dengan dana berasal dari Wakaf Ummat. 


Nenas Madu dari Kebun Binaan DD di Desa Cirangkong [Foto: DokPri]
Dalam helatan bernama Panen Raya DD, beberapa orang blogger dan media diajak serta oleh yang punya acara, DD, bertandang ke sana, menyaksikan secara langsung buah naga dan nenas siap panen di kebun yang dibina DD.
Dalam cakupannya, kebun tersebut punya luas sekitar 8 hektar. Tanaman utamanya buah Naga dan Nenas. Untuk menambah variasi hasil, dilakukanlah yang namanya tumpang sari. Di sela-sela pohon nenas dan buah naga, ditanam pepaya Calina juga jambu biji dari jenis crystal. 


Buah Naga pudar warna, terkena penyakit stem cancer [Foto: DokPri]
Petani-petani marginal yang memang tak seberuntung petani tetangganya, mungkin, tertangkap mata oleh DD. DD sebagai lembaga yang menangani zakat, infak, sadakah, juga wakaf, tergerak untuk membebaskan mereka dari kesulitan. 

Buah Naga mulai menua [Foto: DokPri]
Tak dinyana, apa yang dilakukan DD bak gayung bersambut. Melihat lahan yang sangat potensial untuk dikembangkan, DD dan para petani setempat semakin bersemangat. Notabenenya juga, lahan yang dikelola tersebut sebagai bekas lahan perkebunan yang dulu dikelola oleh PT Moreli, akan tetapi bangkrut. Kebangkrutan PT Moreli membuat petani setempat seolah tak punya harapan.

Bersama salah satu petinggi DD, Mas Salman [Foto: DokPri]
Inisiatif DD ini menjadi satu cahaya kehidupan petani di Desa Cirangkong. Mengapa DD memilih desa ini sebagai tempat contoh perkebunannya? Salah satu alasan DD adalah desa tersebut sebagai salah satu desa marjinal dan banyak penduduk miskin.

Melalui dana wakaf dari sumbangsih donatur, DD mampu mengangkat kembali kehidupan mereka. Wakaf di tanah air sebenarnya sangat potensial. Sebelumnya, Badan Wakaf Indonesia (BWI) pernah mengukur lahan wakaf. Hasilnya,  banyak lahan wakaf di tanah air belum secara maksimal dikelola. Titik-titik wakaf itu ditemukan dalam jumlah besar, sekitar 450 ribu titik. Sementara itu, luas lahannya sendiri sekitar 3,3 miliar meter persegi bernilai 600 triliun. 

Melihat hal tersebut, memang ironis. Wajar jika bangsa ini belum menjadi satu bangsa yang ‘apa-apa’, padahal limpahan materi sumber daya alam begitu banyak. Saya bukan skeptis, mungkin juga sumber daya manusia yang mau mengelola dan expert tak memenuhi kriteria alias tidak ada. Tapi, tak mungkin kalau tidak ada. Masalahnya, siapa yang ingin bergerak dan tergerak. 

DD menjadi salah satu lembaga yang komit dengan hal-hal yang dilakukan. Dari dana wakaf DD mampu membesarkan mereka. Dari dana wakaf pula DD mampu menyejahterakan mereka. Mereka pun kembali bersemangat dan giat. There is a will, there is a way!

Berangkat dari hal-hal tersebut, kalau kita sadar, sebagai negara dengan penduduk mayoritas muslim, mestinya mampu menaikkan dan meningkatkan derajat kesejahteraan penduduknya melalui zakat, infak, sadakah, juga wakaf.
Bukan tak mungkin, jika wakaf dikelola secara baik, benar, juga amanah, akan terdapat perputaran dana yang sangat besar. Tak hanya bergulir di antara orang-orang the have, tetapi turun ke fakir miskin dan kaum dhuafa. Ya, di tanah air, wakaf hanya terlihat sedikit, sehingga bisa dibilang seperti gunung es. Di balik itu semua ada hal-hal yang tak terduga dan kita tidak tahu. Maka dari itu, DD terus mendengungkan dan menggalakkan mengenai pentingnya wakaf.

Boleh dilihat hasil dari wakaf yang diinisiasi oleh DD di desa Cirangkong Kabupaten Subang ini dalam bingkai kebun buah naga dan kebun nenasnya. Petani-petani mulai berhasil memanen buah naga dan nenas dengan hasil yang sangat memuaskan.

Model pertanian tumpang sari yang diterapkan pun berujung pada hasil ganda. Betapa tidak, jarak tanam buah naga yang cukup lebar, masih dapat ditanami dengan pepaya Calina dan pohon jambu Crystal. Lahan yang juga dimanfaatkan tak sekadar tanam, petani setempat memelihara kambing.

Di sini, terjadi fungsi multiple simbiosis antara buah, lahan, dan hewan  untuk menghasilkan buah dengan produksi tinggi dan hewan-hewan dengan kategori baik. Kotoran kambing yang dipelihara dijadikan bahan pupuk kebun buah. Begitu pula buah-buah yang busuk, jatuh ke tanah menjadi pupuk juga kulit buah hasil kupasan. Semua kembali ke alam. 


Kmbing Satria, salah satu jenis kambing yang diternakan petani setempat [Foto: Dok Lita Chan Lai]
Baik kulit buah naga, kulit nenas, dan kotoran kambing, semua termanfaatkan di lahan pertanian ini. Tepat mungkin peribahasa ini diberikan, “Tak ada rotan akar pun jadi”. Ya, tak mesti mengharapkan atau mencari-cari yang tidak ada. Sementara, di sekitar masih banyak yang dapat dimanfaatkan.

Buah naga atau pitaya (Inggris) sebagai buah dari jenis kaktur bermarga Hylocereus dan Selenicereus berasal dari Meksiko, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Akan tetapi, kini banyak dibudidayakan di hampir semua negara di dunia, terutama di Asia (Filipina, Indonesia, bahkan Taiwan). Bunganya dapat ditemukan mekar di malam hari. Di Israel, Australia, dan Jepang (Okinawa), bahkan di Tiongkok Selatan, buah naga bisa ditemukan.
Sekitar 1870, buah naga dibawa oleh orang Perancis dari Guyana ke Vietnam yag menjadi tanaman hias. Nah, menurut cerita, orang Vietnam dan China beranggapan bahwa buah naga sebagai buah yang membawa berkah. Karenanya, buah ini diletakkan di antara dua ekor patung naga warna hijau. Warna merah buah yang sangat terlihat menonjol di antara warna-warna lainnya. 

Buah Naga, buah dengan banyak nutrisi [Foto: DokPri]
Menurut kebiasaan tersebut, terutama di kalangan orang Vietnam yang memang terpengaruh banyak kultur China dikenal sebagai buah naga (Thay Loy). Lantas diterjemahkan di Eropa dan beberapa negara lain dalam bahasa Inggris menjadi buah naga (dragon fruit).

Varian buah naga merah [Foto: DokPri]
Di Desa Cirangkong ini, kebun buah naga yang ditanam terdiri atas dua warna buah, yaitu merah dan putih dan nenasnya dari jenis nenas madu (honey). Mengapa tanaman ini yang dipilih? Buah naga  dan nenas sebagai salah satu buah yang banyak dicari dan disukai masyarakat sekarang. Selain  kandungan vitamin yang tinggi, juga mudah ditanam.

Proses produksi pengolahan nenas [Foto: DokPri]
Apalagi kedua tanaman ini tak memerlukan banyak air. Seminggu sekali tanaman disiram. Tidak disiram setiap hari bukan tanpa alasan, buah naga yang masuk ke dalam golongan kaktus-kaktusan ini biasa hidup di lahan kering. Jika terlalu banyak air, kemungkinan pohon buah dan akar akan mengalami pembusukan. Begitu pula nenas. Nenas termasuk tanaman yang mampu hidup di lahan kering. Jadi, untuk pemeliharaan tak terlalu sulit.
Memelihara buah naga dan nenas memang tak terlalu sulit. Kesulitan masih dapat diatasi. Sejauh ini, penyakit yang sering menyerang buah naga berupa stem cancer (kanker batang). 

Biasanya hama yang dijumpai di dalam buah naganya sendiri berupa bug bertepung (Hemiptera: Pseudococcidae) dari spesies Pseudococcus jackbeardsleyi, Ferrisia virgata, dan Planococcus sp, kutu daun (Hemiptera: Aphididae). Spesies Aphis gossypii, Branchycaudus helichrysi, dan Toxoptera odinae, semut (Hymenoptera: Formicidae) spesies Oecophylla sp, Camponotus sp, Euprenolepis sp, dan Polycharis sp, belalang (Orthoptera: Acrididae) spesies Valanga sp, Oxya sp, dan Atractomorpha sp, tungau (Acarina: Tetranycidae); bekicot (Acathina fulica), dan burung. 

Ayam tidak dianggap sebagai hama, namun mereka dapat menyebabkan kerusakan parah pada buah jika masuk ke kebun. Penyakit yang ditemukan dalam buah naga adalah ganggang merah karat (Cephaleuros sp.), Anggur oranye (Fusarium sp.), Anggur putih (Botryosphaeria sp. dan Phomopsis sp.), Batang hawar (Helminthosporium sp.) dan antraknosa (Colletotrichum sp.), Dothiorella spot, kecokelatan busuk batang, batang menguning, busuk buah (Colletotrichum sp. dan Helminthosporium sp.).

Ada penyakit tentu ada langkah pencegahannya yang dapat dilakukan, antara lain mengusahakan kebun selalu bersih dari gulma dan sampah, tidak ada air hujan yang menggenang, dan pemberian fungisida secara berkala untuk mencegah serangan jamur. 

Agung Karisma, pendamping petani di Desa Cirangkong [Foto: DokPri]
Agung Karisma, dalam keterangannya menyampaikan, “Dari hasil tanam di kebun ini, setiap tahun menghasilkan sekitar 10 ton buah naga. Sedangkan satu pohon, bisa menghasilkan hingga 10 kg buah. Panen buah dapat dilakukan pada Oktober akhir hingga April.”

Sementara, di lahan yang mencapai luas 8 hektar tersebut, produksi nenas juga dihasilkan. Nenas-nenas tersebut saat ini masih dikupas secara manual. Buah yang dihasilkan pun masuk ke dalam tempat pengolahan yang ada tak jauh dari kebun buah. Hasil akhir dikirim ke Tangerang untuk dibuat semacam jam/selai sebagai isian roti. 

Nenas Madu hasil dari kebun binaan DD Desa Cirangkong [Foto: DokPri]
Melalui dana wakaf itu tadi, dengan niat membantu ummat, DD berhasil mengembangkan kebun buah naga dan nenas untuk petani di Cirangkong ini. Saat ini, petani mulai dapat menikmati hasilnya. Saya pun sempat memanen sendiri hasil dari perkebunan DD di Kabupaten Subang ini berupa buah naga dan nenas madu. 
 
Sebagai bentuk kepedulian DD dari wakaf, taraf hidup masyarakat mulai meningkat. Ya, wakaf menjadi instrumen ekonomi yang sangat potensial untuk ummat Islam. 

“Wakaf produktif menjadi aset wakaf yang dikelola secara produktif hingga menghasilkan surplus wakaf beserta hasil pengelolaanya. Dari wakaf produktif ini juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat kalau dikelola secara baik dan benar. Sasarannya mengembangkan aset atau menyewakannya tetapi kalau aset tidak potensial, maka akan merugi,” ucap Ahmad Shonhaji, selaku Direktur Mobilisasi Wakaf Dompet Dhuafa. 

Sejujurnya, memang banyak tanah wakaf yang tidak dikelola secara baik dilihat dari potensial produktif lahan yang dapat diberdayakan untuk kebermanfaatkan ummat. Semestinya, hal ini  dapat dihindari dengan mengajak lembaga juga instansi seperti DD dalam pengelolaan yang profesional hingga bisa produktif dan membantu masyarakat sekitar, baik secara ekonomi juga sumber daya manusia. 

Oleh karenanya, sebagai lembaga nirlaba punya masyarakat Indonesia, DD bersungguh-sungguh ingin mengangkat harkat sosial kemanusiaan kaum Dhuafa dengan dana ZISWAF (Zakat, Infak, Sadakah, dan Wakaf), juga dana lainnya yang halal dan legal dari perseorangan, kelompok perusahaan/lembaga. Selama 24 tahun, DD sudah memberikan kontribusi lebih terhadap layanan perkembangan ummat di bidang sosial, kesehatan, ekonomi, dan kebencanaan (CSR). 

Keinginan DD dalam meningkatkan sektor wakaf untuk memberikan supporting yang semakin kuat dalam program pemberdayaan, baik dengan cara membuka lapangan pekerjaan, stimulasi tumbuhnya sektor ekonomi produktif, juga meningkatkan sumber penghasilan lembaga untuk dana santunan kepada para mustahik.