Showing posts with label Politik. Show all posts
Showing posts with label Politik. Show all posts

Tuesday, April 17, 2018

2nd International Conference and Expo On Indonesian Sustainable Palm Oil 2018: Dari Isu Merusak Lingkungan, Uni Eropa yang Menjegal, hingga ISPO Sawit Indonesia Perlu Percepatan


2nd International Conference and Expo On Indonesian Sustainable Palm Oil [Foto: Dok Pri]

Industri minyak sawit merupakan industri strategis dalam perekonomian Indonesia, baik untuk sekarang maupun untuk masa depan. Dikatakan industri strategis karena kontribusi industi minyak sawit yang cukup besar, baik dalam ekspor nonmigas, kesempatan kerja, pembangunan daerah pedesaan, dan pengurangan kemiskinan.

Selain itu, industri minyak sawit ke depan juga akan menjadi bagian penting dari sistem kedaulatan energi Indonesia. Tidak banyak sektor ekonomi apalagi pada level komoditas yang dapat berkontribusi besar, inklusif, dan meluas seperti industri minyak kelapa sawit.

Di beberapa dekade terakhir ii, berbagai isu sosial, ekonomi, dan lingkungan dipakai oleh beberapa LSM anti sawit sebagai kampanye  negatif atau hitam terhadap industri sawit Indonesia. Jika hal ini didiamkan, selain menyesatkan banyak orang, juga dapat merugikan industri minyak sawit Indonesia itu sendiri.

Oleh karena itu, kita memerlukan edukasi publik untuk mengoreksi pandangan-pandangan yang telanjur keliru di masyarakat mengenai industri minyak sawit. Kampanye negatif tentang industri sawit sudah ada sejak lama. Sejak Indonesia mulai mengembangkan pola Perkebunan Inti Rakyat (PIR) Kelapa Sawit di awal tahun 1980-an.

Kekhawatiran produsen minyak kedelai kalah bersaing dengan minyak sawit sebagai pemicu intensifnya kampanye negatif untuk minyak sawit.

Awalnya, tema kampanye hanya terbatas isu gizi atau kesehatan yang mempengaruhi konsumen, tetapi 15 tahun terakhir kampanye negatif telah melebar pada aspek ekonomi sosial, dan lingkungan khususnya yang terkait dengan perhatian masyarakat global.

Skenario baru dibuat untuk mengentikan pertumbuhan bahkan menghancurkan industri sawit itu sendiri. Strategi kampanye yang ditempuh juga makin terstruktur, sistematis, dan massif. Melibatkan LSM anti sawit trans-nasional dan lokal. Secara intensif menggunakan media massa baik nyata maupun maya.

Kampanye tidak lagi sekadar mempengaruhi opini publik global, tetapi juga menggunakan semua jalur mulai dari jalur konsumen, produsen, industri, dan kelembagaan pendukung, hingga jalur pemerintah.

Baca Juga:



Lembaga pemerintah pun mendapat pressure keras untuk mengeluuarkan kebijakan yang mengekang industri minyak sawit. Pandangan keliru yang terhadap industri minyak sawit dapat mengancam masa depan industri minyak sawit  nasional sebagai salah satu industri strategis dalam perekonomian Indonesia.

Ekonomi minyak sawit yang menjadi sumber pendapatan jutaan  penduduk, melibatkan  jutaan unit usaha keluarga, usaha kecil dan menengah setidaknya di 190 kabupaten dan penyumbang terbesar devisa negara nonmigas, merupakan taruhan dampak  kampanye hitam LSM anti sawit.
 
Peserta Konferensi ISPO 2018 [Foto: Dok Pri]
Sejalan dengan hal ini, pada tanggal 11-12 April 2018, dilaksanakan 2nd International Conference and Expo On Indonesian Sustainable Palm Oil 2018 yang di gagas oleh Media Perkebunan.

Kita ketahui, bahwa nilai ekspor minyak sawit Indonesia pada tahun 2017 mencapai titik  puncaknya. Hal ini tidak lain karena hubungan industrial yang sangat baik terjalin secara dinamis, harmonis, juga adil.
 
Beberapa perusahaan penerima penghargaan [Foto: Dok Yulia Rahmawati]
Sebagaimana yang disampaikan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Dirjen PHI dan Jamsostek) Kemenaker Haiyani Rumondang, mewakili Menaker Hanif Dhakiri yang menjadi pembicara di  2nd International Conference and Expo on Indonesian Sustainable Palm Oil (ICE-ISPO) 2018 di Balai Kartini, pada Jumat (13/4/2018), di Jakarta.




Beberapa perusahaan peserta pameran Konferensi [Foto: Dok Pri & Yulia Rahmawati]

"Dalam rangka meningkatkan daya saing minyak sawit Indonesia di pasar dunia, Pemerintah telah menetapkan standar nasional minyak sawit yaitu Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO) dengan menetapkan beberapa prinsip dan kriteria," ucapnya.

Prinsip ke-4 ISPO tersebut, ucapnya,  mengatur mengenai tanggung jawab terhadap pekerja. Hal itu, meliputi keselamatan dan kesehatan kerja, kesejahteraan dan peningkatan kemampuan pekerja, serta larangan perusahaan perkebunan mempekerjakan anak di bawah umur, dan melakukan diskriminasi sesuai peraturan perundang-undangan.

"Selain itu prinsip ke-4 ISPO juga mengatur perusahaan perkebunan harus memfasilitasi terbentuknya Serikat Pekerja. Dalam rangka memperjuangkan hak-hak pekerja dan perusahaan perkebunan juga harus mendorong dan memfasilitasi pembentukan koperasi pekerja dan karyawan,"  terangnya.



Kultur Jaringan Kelapa Sawit [Foto: Dok Pri]

Budidaya kelapa sawit berkelanjutan menurut “cara” Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) hanya perlu percepatan  dan bukan penguatan. Oleh karenanya CPO yang dihasilkan dapat mencapai 100% bersertifikat ISPO.

Seperti yang disampaikan Sekretaris Jenderal  Asosiasi Petani Perkebunan Indonesia (GAPPERINDO), Bapak Gamal Nasir dalam pembukaan International Conference and Expo – Indonesia Sustainable Palm Oil (ICE-ISPO), di Balai Kartini beberapa waktu lalu.

Pak Gamal mengatakan, bahwa yang diperlukan bukan Peraturan Presiden (Perpres) mengenai hal-hal teknis ISPO serta perubahan struktur organisasinya, tetapi yang diperlukan Instruksi Presiden (Inpres) untuk  Menteri Pertanian, Menteri Lingkungan Hidup, dan Kehutanan, Menteri Agraria dan Tata Ruang, juga Menteri Keuangan untuk mempercepat pelaksanaan ISPO.

Fakta tentang sawit [Foto: Dok Pri]

“Hal yang diperlukan itu bagaimana seluruh produk kelapa sawit dapat tersertifikasi ISPO melalui Inpres,” jelas Pak Gamal.

Di laih hal  Pak Gamal mengingatkan, sertifikat ISPO berbeda dengan sertifikat SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu),  karena SVLK sebagai sertifikasi produk akhir. Pohonnya ditebang, kayunya diambil dan disertifikasi. Sementara itu, tempat pohon ditanam sudah tidak dipedulikan lagi.

Sertifikat ISPO itu setelah crude palm oil (CPO)-nya diambil, pohonnya harus dipelihara sesuai peraturan dan prinsip-prinsip dalam ISPO. Peran pemerintah, dalam hal ini, Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjetbun) menjaga dan mengawal bagaimana tata kelola perkebunan kelapa sawit bisa dilakukan.

“Oleh karena itu, kalau Komisi ISPO menjadi lembaga independen (tak memihak) di luar Ditjebun, Kementerian Pertanian, tidak tepat. Apalagi nantinya lembaga sertifikasi dikasih mandat penuh mengeluarkan sertifikat tanpa melalui sidang Komisi ISPO. Prinsip dan kriteria ISPO semuanya ada dalam UU. Bahkan, cara kerja dan metode lembaga independen juga harus mengacu pada UU,” urai Pak Gamal.

Hal yang sama juga disampaikan  Aziz Hidayat selaku Ketua Sekretariat ISPO. Bahwa tujuan ISPO itu telah melingkupi seluruh hal yang diinginkan oleh dunia internasional, yaitu, mendorong usaha perkebunan untuk mematuhi semua peratuaran pemerintah, meningkatkan kesadaran pengusaha kelapa sawit untuk memperbaiki lingkungan dan melaksanakan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan untuk meningkatkan daya saing.

“Sekarang yang perlu dilakukan upaya meningkatkan keberterimaan ISPO di dunia internasional karena apa yang mereka mau sama dengan tujuan kita,” jelas Azis.

Dengan adanya keberterimaan ISPO di dunia,  mau tidak mau Uni Eropa yang ingin menjegal  produk sawit Indonesia, melek mata. Sawit Indonesia telah memiliki standar ISPO yang tidak main-main dan dapat dipertanggungjwabkan. Uni Eropa seringkali menghembuskan angin-angin kontradiktif terhadap sawit Indonesia di dunia internasional. Ini yang mesti dihalau.
 
Pusat Penelitian Kelapa Sawit [Foto: Dok Pri]
Dikatakan mereka,  sawit merusak lingkungan dan adanya pelanggaran HAM, karena mempekerjakan anak di bawah umur di perkebunan. Isu-isu tak beralasan ini yang membuat sawit Indonesai dalam keadaan terancam. Jadi, pemerintah sudah saatnya bertindak tegas demi kepentingan negara dan bangsa dan meningkatkan daya saing sawit Indonesia di mata dunia. 


Derivat (produk turunan) Kelapa Sawit [Foto: Dok Pri]



Wednesday, October 4, 2017

Philips Lighting & UNICEF Berbagi untuk Anak Negeri




Generasi penerus bangsa ini sudah semestinya memperoleh  pendidikan yang layak. Tak hanya dimonopoli sekelompok orang. Ke mana arah dan tujuan pendidikan nasional yang sudah dicanang bertahun-tahun lalu?  Apakah hanya sebatas simbolisasi agar terlihat “ada” saja?

Lihatlah semangat mereka [Foto: Dok http://www.fuelrunning.com]
Seperti laporan Education Public Expenditure Review, dalam rilis Bank Dunia di 2013 mengatakan, bahwa anggaran fungsi pendidikan Indonesia sebesar 20% dari APBN belum efektif meningkatakan kualitas pendidikan tanah air. 

Akan tetapi, ada hal baik terjadi peningkatan belanja publik untuk bidang pendidikan yang sudah memperluas akses pendidikan dan meningkatkan angka partisipasi sekolah di kalangan siswa miskin, meski hal itu hanya berlansung di pendidikan dasar, seperti SD dan SMP.

Pada amandemen Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 , ada muncul amandemen ke-4, yaitu:
(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

Bagaimana anggaran pendidikan dapat mengkover semua anak-anak di Indonesia? Sementara, banyak dari mereka putus sekolah dan keberlanjutan mereka untuk mengenyam pendidikan mesti berjalan.

Ya, benturan ekonomi menjadi salah satu pemicu banyaknya anak-anak Indonesia yang putus sekolah. Orang tua yang tak mampu menyekolahkan  anak-anaknya minimal batas sekolah menengah atas. Ekonomi keluarga yang tak menentu itu tadi menjadi “penghambat” jalannya anak-anak Indonesia yang ingin maju.

Tingkat pendapatan rendah sebagai momok orang tua yang akhirnya mengharuskan anak-anak mereka putus sekolah. Lantas bekerja membantu orang tuanya, baik di sawah, kebun, menjadi buruh pabrik, bahkan semir  sepatu, dan ngamen di jalan.

Miris memang, anak-anak di usianya yang mestinya sekolah, mengenyam pendidikan, bermain, dan bersenda gurau. Justru terpaksa bekerja sedari muda, membanting tulang, demi keluarga, hingga harus putus sekolah.
Upaya-upaya yang dilakukan beragam pihak pun telah dilakukan untuk mengurangi beban biaya pendidikan yang makin membludak. Tetapi, memang sedikit yang masih berhasil untuk dientaskan.

Anak-anak yang putus sekolah masih banyak di beberapa daerah, sebut saja Brebes, Mamuju, dan Bondowoso. Peran pemerintah daerah mungkin juga tak bisa diabaikan begitu saja. Bisa jadi, telah berusaha semaksimal mungkin membantu biaya anak-anak yang putus sekolah, tetapi belum tercapai kata maksimal.

Melalui Philips LightingLighting, Philip mengajak seluruh konsumennya mendukung program UNICEF “Kembali ke Sekolah” Melalui Kampanye Terangi Masa Depan. Bertempat di Avec Moi, Jalan Teluk Betung, pada Selasa (2/10/2017) Philips Lightingdan Unicef berbagi untuk anak-anak negeri putus sekolah untuk kembali ke sekolah.

Penandatanganan Kerjasama Philips Lighting & UNICEF [Foto: DokPri]
Ini menjadi satu terobosan lagi untuk Philips Lightingdalam mendukung program yang dibuat UNICEF untuk anak-anak bangsa di daerah yang putus sekolah. Sudah selayaknya, anak-anak Indonesia yang putus sekolah kembali dapat bersekolah.

Pendidikan itu menjadi investasi masa depan yang tak akan pernah habis dan lekang di makan zaman. Kecuali jika kita sudah meninggalkan dunia. Selesai tugas kita sampai di sini. Pendidikan menjadi motor penggerak kemajuan bangsa. 
Terbangunnya jalinan kerjasama Philips Lighting & UNICEF [Foto: DokPri]
Saya meyakini, bahwa anak-anak Indonesia sebagai anak-anak yang cerdas dan bertalenta. Hanya saja, kendala keuangan keluarga menjadi penghalang mereka mengenyam pendidikan lebih tinggi dan jauh ke depan menggapai harapan.

Tak bisa dipungkiri, dana-dana pendidikan di Indonesia terkadang tak tersalurkan  secara merata hingga pelosok nusantara. Di satu sisi, pemerintah menganggarkan 20% dibilang cukup, mesti dicukup-cukupkan. Jadi, terkadang timbul dalam pikiran saya, apakah hanya orang-orang kaya yang bisa bersekolah tinggi?

Bagaimana dengan nasib anak-anak yang orang tua mereka masuk dalam kelas bawah? Jangankan untuk sekolah, untuk kebutuhan sehari-hari masih harus banting tulang dari pagi hingga petang. Di sinilah dapat terlihat. Mereka yang putus sekolah sebenarnya anak-anak cerdas dan pintar. Karena kebutuhan primer keluarga yang tak mencukupi, maka salah satu ada  yang dikorbankan.

Menilik hal inilah, Philips LightingLighting  dan UNICEF maju untuk menghalau anak-anak negeri yang putus sekolah untuk dapat kembali ke sekolah. Philips LightingLighting berusaha mengumpulkan dana dari hasil penjualan paket Philips LightingLED khusus dengan logo UNICEF mulai Oktober 2017 hingga Maret 2018.

Beli 3 gratis 1 membantu untuk membantu anak negeri [Foto: DokPri]
Target yang ingin dicapai sekitar dua miliar rupiah dana dapat dikumpulkan. Uang tersebut nantinya akan digunakan untuk meneruskan pendanaan program UNICEF “Kembali ke Sekolah” yang berada di Kabupaten Brebes (Jawa Tengah), Mamuju (Sulawesi Barat), dan diperluas ke Bone dan Takalar (Sulawesi Selatan). Hal ini untuk membantu lebih kurang lima ribu anak usia sekolah mendaftar ulang atau mendaftar pertama kalinya untuk tetap dapat bersekolah.

Dipilihnya kabupaten Brebes dan Mamuju bukan tanpa alasan. Di Brebes, angka anak putus sekolah sangat tinggi. Rata-rata, anak-anak yang putus sekolah tersebut membantu orang tuanya bekerja. Dari mereka ada yang menjadi petani, berkebun, penarik becak, bahkan nelayan. Pun di Mamuju. 

Lauren Rumble, Deputy Representative UNICEF Indonesia [Foto: DokPri]
“Ternyata, ada sekitar 4,6 juta lebih anak Indonesia tidak punya kesempatan untuk melanjutkan sekolah. Philips LightingLighting program “Kembali ke Sekolah” akan membantu UNICEF untuk menyediakan akses pendidikan berkualitas kepada anak-anak, nantinya akan meningkatkan peluang mereka terbebas dari kemiskinan, mendapat pekerjaan, sehat, dan berpartisipasi penuh kepada masyarakat untuk masa depan. Sektor swasta dapat membuat  perubahan nyata dalam kehidupan anak-anak” ucap Lauren Rumble, selaku Deputy Representatitve UNICEF Indonesia.

Memasuki millennium ketiga, sudah seharusnya pendidikan di Negara ini menjadi semakin baik, bukannya mundur. Dengan banyaknya anak-anak putus sekolah, justru dapat menjadi indikasi adanya kemunduran pendidikan di tanah air. 

Indonesia mesti mampu bersaing dengan negara-negara lain. Indonesia tidak berdiri sendiri, tetapi ada di tengah-tengah Negara lain yang siap menerkam jika tidak waspada terhadap sumber daya manusianya. 

Ya, tantangan dalam dunia pendidikan bukan tantangan satu dua pihak saja, tetapi banyak pihak. Dengan melakukan kerjasama, justru akan dapat menjembatani perbedaan yang terjadi. Kolaborasi lintas sector antara Philips Lighting dan UNICEF menjadi bukti nyata komitmen Philips Lighting untuk mendukung pendidikan di Indonesia.

Komitmen Philips Lighting untuk mengumpulkan dana dua miliar, dua kali lipat komitmennya pada tahun sebelumnya, dengan menyisihkan dua ribu rupiah dari penjualan setiap paket khusus lampu LED, “Beli 3 gratis 1” dengan tanda UNICEF.

Kontribusi besar Philips Lighting dalam program UNICEF untuk membantu anak-anak usia sekolah yang belum atau putus sekolah dapat kembali menikmati sekolah. Bermitra dengan UNICEF menjadi satu bagian penting dalam memajukan pendidikan anak-anak tersebut.

Rami Hajjar, Country Leader Philips Lighting Indonesia [Foto: DokPri]
Rami Hajjar selaku Country Leader Philips Lighting Indonesia pun menuturkan, “Di Philips Lighting, kami percaya dapat meningkatkan  kesejahteraan masyarakat  melalui inovasi dan kontribusi sosial kami kepada masyarakat. Tantangan pendidikan yang dihadapi anak-anak Indonesia menjadi tanggung jawab semua. Kerjasama lintas sektoral, seperti kemitraan kami dengan UNICEF, akan memastikan bahwa Philips Lighting Indonesia tetap berkomitmen untuk mendukung pendidikan di Indonesia.”

Ya, siapapun itu, tentunya punya harapan besar untuk kemajuan pendidikan negeri ini. Philips pun berharap, dengan kemitraan bersama UNICEF dapat menjadi inspirasi untuk konsumennya, tidak hanya melalui produk-produk Philips LED saja, tetapi dapat mendorong konsumen untuk berbagi demi kehidupan yang lebih cerah dan dunia yang lebih baik.

Mau dibawa ke mana pendidikan Negara ini? Tak dapat dipungkiri, bahwa pendidikan menjadi tiang utama  untuk menghasilkan sumber daya manusia yang utuh dan menyeluruh. Itu utamanya untuk pembangunan bangsa ini.

Teman-teman, ayo kita sekolah. Semngaaat!!! [Foto: Dok https://image1.masterfile.com]





Thursday, April 21, 2016

Jero Wacik, Politisasi Hukum Tak Bertuan

[Sumber: https://cdn.tmpo.co/data/2012/12/14/id_156408/156408_620.jpg]
Dunia benar-benar  panggung sandiwara: Sandiwara di segala lini, terutama hukum dan politik. Yang benar bisa jadi salah dan sebaliknya.

Menapaki Pulau Dewata, mencari tahu secara langsung sumber berita, bersama teman #SobatJW, bertatap muka dengan sahabat-sahabat dekat Jero Wacik. Bertemulah kami dengan beberapa orang sahabat yang mengenal dirinya secara dekat, seperti I Tengah Pringgo (Waket DPD Partai Demokrat Bali), I Putu Suasta (Mantan Ketua Bapilu Partai Demokrat), I Made Mudarta (Ketua DPD Partai Demokrat Bali), I Wayan Gunawan (Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Bali), juga pendidik Prof. Dr. Wayan Windia (Dosen Universitas Udayana, Bali), dan I Ketut Mardjana, Ph.D (Mantan Direktur Pos Indonesia dan Pemilik The Ayu Kintamani Exclusive Villa).

Di situ, kami berbincang panjang lebar, terutama kasus yang membelit salah satu putra daerah Bali itu, Jero Wacik. Tanpa disadari, saya hanyut dalam perbincangan politik dan seperti kursus singkat pembelajaran Politik Praktis dari sahabat dekat Jero Wacik.

Dalam  kasus itu, Jero Wacik didakwa melakukan tindakan pemerasan untuk memperkaya diri sendiri ketika menjabat sebagai menteri ESDM. Ini, aneh! Hal-hal yang didakwakan kepadanya itu terjadi pada 2010, sementara beliau baru diangkat menjadi menteri ESDM pada pertengahan Oktober, tepatnya 19 Oktober 2011. Permainan politik seperti apa ini?
Pemerasan, hal in i menyangkut pada karakter, tindakan, dan rekam jejak (track record) seseorang. Dan hal-hal seperti itu tak terlihat dalam diri Jero Wacik.

“Pak Jero apa adanya, boleh dibilang sederhana. Bahkan, kalau pulang ke kampung halaman (Bali) kami menjemputnya. Dia tidak punya kendaraan pribadi di sini. Sepertinya, sangkaan pemerasaan itu tidak logis, tegas Mudarta selaku Ketua DPD Partai Demokrat Bali.

Sangkaan berikutnya adalah Jero Wacik melakukan penyalahgunaan Dana Operasional Menteri (DOM). Kesaksian Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, penggunaan DOM itu sesuai dengan Deskresi atau kebijakan masing-masing menteri, dan tidak dapat dipisahkan antara dirinya sebagai menteri dengan pribadi.

Penyalahgunaan DOM seperti yang didakwakan itu tidak menguntungkan Jero Wacik juga tidak merugikan negara, karena DOM sebagai biaya operasional menteri  dan dipakai sesuai kewenangan dirinya sebagai menteri. Jelas, dari kesaksian Jusuf Kalla, apa yang dilakukan Jero Wacik tidak terbukti dan tidak ada yang dilanggar. Harusnya  ini sudah gugur secara hukum, begitu pula dengan penggantian uang Rp8,4 Miliar, gugur!  Apabila hal ini dipersoalkan, terkesan jadi mengada-ada. Bukti-bukti yang digulirkan tidak terbukti, dan kesaksian Jusuf Kalla dipersidangan seperti diabaikan.

Sangkaan ketiga seperti yang didakwakan adalah menerima Rp349 juta dari Ketua Umum Bidang Energi dan Pertambangan Kadin  untuk  perayaan ulang tahun ke-63. Ini bukan budaya Jero Wacik memperingati ulang tahun. Beliau tidak kenal yang namanya perayaan ulang tahun.

“Jero Wacik tidak mengenal ulang tahun. Di Bali yang biasa dirayakan itu otonan atau hari Weton (Jawa). Jadi, tidak ada yang namanya ulang tahun”, tegas I Ketut Mardjana.
Dari hasil persidangan, pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) membuat keputusan atas kasus tersebut untuk Jero Wacik hukuman 4 tahun penjara denda Rp150 juta, serta diharuskan mengembalikan uang negara sebesar Rp5 Miliar. Sementara, JPU menuntut dirinya dengan hukuman 9 tahun penjara, denda Rp300 juta, dan mengembalikan uang negara sebesar Rp18,7 Miliar.

Tak puas dengan putusan Hakim Tipikor, Jaksa Penuntut Umum mengajukan banding. Alasan banding disampaikan bahwa putusan majelis hakim terlalu rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Dalam hal ini, apakah JPU memiliki bukti-bukti baru yang menguatkan agar JW tetap dibui sesuai tuntutan JPU? Mana bukti-bukti tersebut.

Semua saksi-saksi yang dihadirkan saat persidangan mengatakan bahwa tidak pernah memberikan uang untuk kepentingan pribadi kepada Jero Wacik (lihat Pledoi Jero Wacik dalam http://relawanjw.blogspot.co.id/2016/01/pledoi-pribadi-ir-jero-wacik-se.html).
Untuk itu Jero Wacik dan penasihat hukum harus  menyusun Kontra Memori Banding. Kontra memori banding yang dibuat itu sebagai bentuk tanggapan terhadap memori banding atau dengan lain perkataan kontra banding dengan tujuan untuk meng-counter memori banding. Kontra memori banding ini untuk menanggapi alasan-alasan yang dimuat dalam memori banding. Hakikat dari kontra memori banding mendukung keputusan pengadilan tingkat pertama.

Hal-hal yang ditimbulkan dari pembandingan terhadap putusan pengadilan akan muncul: Penguatan putusan pengadilan yang  bersangkutan. Ini berarti, hasil dari penilaian dan penghargaan pengadilan Jero Wacik conform dengan pendirian pengadilan.
Mengubah putusan pengadilan. Sebagian dari hasil penilaian pengadilan yang bersangkutan conform dengan penilaian pengadilan tinggi, sementara lainnya perlu perubahan sesuai pendirian pengadilan tinggi.

Timbul putusan baru. Pengadilan tinggi membatalkan putusan pengadilan negeri yang bersangkutan, karena tidak didukung hasil penilaian dan penghargaan atas fakta yang ada. Putusan baru tersebut dapat berupa yang tadinya putusan pemidanaan, diubah menjadi putusan bukan pemidanaan. Dapat saja Pak JW diputus bebas.

Jelas-jelas jika Pengadilan Tipikor menjatuhkan hukuman ringan kepada Pak Jero Wacik, karena  memang beliau tidak bersalah. Seharusnya, hakim Pengadilan Tipikor pun lebih saksama mencari dan melihat bukti-bukti yang diajukan JPU. Sudah sepantasnya Pak Jero dibebaskan, karena memang tidak terbukti. Hakim Tipikor hendaknya tidak mengabaikan fakta dan kesaksian para saksi, apalagi orang nomor dua di negeri ini sudah menyampaikan kesaksiannya mengenai Pak Jero.

Dalam kesaksiannya JK menyebutkan, bahwa tidak mungkin seorang Presiden yang kala itu masih dijabat oleh SBY mau mengangkat seseorang (dalam hal ini Jero Wacik) dua kali menjadi menteri jika tidak mempunyai prestasi yang baik.

Ini bukti nyata kerja beliau. Beberapa waktu lalu, wisatawan yang datang ke Indonesia sangat sedikit. Pariwisata Indonesia mengalami penurunan, karena ancaman bom, terutama Bali sekitar 2003-2005, tsunami, dan juga terorisme. Melalu kinerja kerja Jero Wacik, pariwisata Indonesia meningkat pesat dalam kurun waktu 5 tahun, kenaikannya lebih dari 50%.

Pada 2008, Jero Wacik juga membuka Studi Kebudayaan di UI, UNUD, UNHAS, dan UGM. Bahkan, karena beliau jugalah karya-karya budaya Indonesia diakui oleh UNESCO dan bersertifikat. Jero Waciklah yang mendaftarkan semua itu, hingga akhirnya, Keris, Wayang, Batik, Angklung, Subak, Tari Saman, Tari Bali, Geo Park menjadi kebanggaan pariwisata Indonesia di mata dunia (lihat Pledoi Jero Wacik dalam http://relawanjw.blogspot.co.id/2016/01/pledoi-pribadi-ir-jero-wacik-se.html).

Ini artinya, Jero Wacik tidak main-main kalau menyangkut urusan negara. Apalagi setelah terpilih menjadi menteri, seluruh  perhatiannya tercurah untuk membela kepentingan negara. Di mana anak bangsa yang kala itu kondisi bangsa terpuruk yang benar-benar ikhlas dan mau menghabiskan waktu hanya untuk negara? Mungkin satu dari seribu! Ini artinya, beliau bekerja tidak main-main. Benar-benar didedikasikan untuk negara ini. Bahkan, anak dan istrinya pun luput dari perhatian.

Politisasi Hukum Jero Wacik Tak Bertuan
Kasus yang menimpa Jero Wacik hingga saat ini sangat berdampak pada kehidupanya, baik pribadi, keluarga/orang-orang terdekat, juga sahabat beliau. Mereka tidak percaya hal ini terjadi. Negara, yang dibilang negara hukum tetapi penegakkan hukum masih belang di sana-sini. Bagaimana tidak, seakan semua sudah dipelintir jauh dari akar hukum sesungguhnya.

Jelas-jelas bukti-bukti yang diajukan oleh JPU tidak cukup bukti dan dibantah langsung oleh Jero Wacik. Semuanya tidak benar. Saksi-saksi dihadirkan sesuai kapasitas tanpa ada tekanan dan unsur paksaan. Memberikan keterangan yang sejujur-jujurnya. Apa lacur, bermainlah politisasi sejak zaman dahulu hingga saat ini. Dalam perjalanannya, dari waktu ke waktu ternyata hukum tidak steril dari subsistem kemasyarakatan lainnya. Politik kerap melakukan intervensi terhadap hukum. Oleh karenanya, ketika kita melihat sistem ketatanegaraan Indonesia, hukum belum dapat dijadikan panglima, ini yang dialami Jero Wacik. Karena adanya eskalasi politik yang semakin masif, maka rentan dengan adanya politisasi dalam penegakan hukum untuk beliau. Siapa tuan ini semua?

Prof. Dr. Ketut Swastika, Rektor Universitas Udayana bicara tentang Jero Wacik, “…beliau ini orang yang sangat cerdas. Itu kelihatan dari pengetahuan ilmu dan pengetahuan umumnya yang sangat bagus. Sehingga saya kira, kalau beliau bisa memimpin Departemen Budpar sebanyak dua kali, dan sekarang Menteri ESDM, hal itu menunjukkan tanda-tanda beliau sangat cerdas. Beliau juga orang yang jujur. Itu yang penting. Jadi, kombinasi antara kecerdasan dan kejujuran itu adalah yang paling penting”.
Budayawan yang ternyata satu sekolah SMA saat di Singaraja, Putu Wijaya, berucap tentang Jero Wacik. “Menerjemahkan berpikir positif menjadi tindakan”. “Berpikir positif di dalam kinerja Jero Wacik adalah bertindak cepat, tangkas, dan pantang  menyerah. Baginya, segala sesuatu tidak boleh ditunda-tunda, harus segera dilaksanakan. Dalam kaitannya dengan birokrasi, kinerja Jero Wacik menunjukkan komitmen, dedikasi, dan loyalitas pada atasan. Sebagai akibatnya, kinerja Jero Wacik menjadi tangkas, cekatan. Tidak berjalan sendiri, sehingga satu hentakan dengan komando tertinggi. Bagi saya, itu bukan kelemahan, tetapi bagian dari semangat “kesatuan””.

Hal senada juga disampaikan oleh Jaya Suprana, “Jero Wacik itu  sosok yang dinamis, enerjik, dan ramah. Selama menjadi menteri di era SBY, lebih banyak bekerja ketimbang berbicara. Selama  mengenal Jero Wacik, sangat nyata membantu kegiatan kebudayaan yang saya lakukan, mulai dari MURI di tanah air sampai pagelaran konser music klasik dan wayang  orang di Sydney Opera House”.

“Orang yang tidak mengenal Jero Wacik, bisa jadi akan mempunyai gambaran yang keliru tentang dirinya. Mungkin dia akan dianggap kaku, formil, cenderung satu arah atau apapun dalam berkomunikasi. Sebab kebanyakan pejabat banyak seperti itu, tetapi Jero Wacik Tidak. Beliau tidak pernah mengutamakan kepentingan pribadi. Saya akan mau saja dimanfaatkan oleh negara atau pemerintah jika itu demi kepentingan yang lebih besar—yakni untuk rakyat dan bangsa. Di manapun kita berada,, hubungan tetap harus dijaga agar kita semua tetap bisa berkontribusi pada masyarakat”, ucap Christine Hakim sebagai seorang aktris, sineas, dan produser film tentang Jero Wacik.

Kasus Jero Wacik memberikan kita pelajaran berharga bahwa penegakan hukum harus dipisahkan dan terbebas dari berbagai urusan atau kepentingan politik. Menarik penegakan hukum kedalam episentrum praktik politik pada akhirnya akan memperlemah upaya pemberantasan korupsi atau justru mengorbankan orang-orang yang tidak berdosa dan tidak melakukan korupsi menjadi terdakwa/pelaku. Ini sungguh tidak adil jika tidak dicermati secara jeli, terutama oleh penegak hukum dalam hal ini, Jaksa dan hakim sebagai pemutus persidangan. 

Penegakan hukum menjadi imparsial dan cenderung menguntungkan pihak-pihak tertentu yang memegang kendali atau kekuatan politik tertentu. Pemerintah harus mengevaluasi kembali posisi atau jabatan strategis dibidang hukum agar terbebas dari kepentingan politik tertentu..
----------------------------------------
Indrasto, Wahyu et al (Edt). 2013. Jero Wacik, Testimoni 100 Tokoh. Ganeca Exact

Friday, April 15, 2016

Berintegritas dan Kesaksian Jusuf Kalla

 Berintegritas dan Kesaksian Jusuf Kalla

Integritas dan loyalitas tinggi kepada negara. Orang nomor dua di negeri ini pun mau  bersaksi untuk dirinya.

Pemangku dan Menteri, dua jabatan yang pernah diemban Jero Wacik. Sibuknya dahulu sebagai seorang petinggi negara, membuatnya jarang-jarang pulang ke Batur. Tetapi, pada dasarnya beliau orang yang sangat mencintai keluarganya. Keluarga cukup mengerti dengan kesibukan yang diamanatkan kala itu.

Integritasnya sangat tinggi ketika menjabat sebagai menteri. Jero Wacik memang menjadi orang yang tepat menggawangi Kemenbudpar saat itu. Ketika situasi negeri ini penuh dengan ancaman dan di tengah ketegangan serta menurunnya jumlah wisatawan yang datang.

Banyak prestasinya ketika menduduki kursi sebagai kemenbudpar. Kunjungan wisatawan mancanegara meningkat tajam dan negara mengantongi devisa sebesar 7,65 miliar dolar dari 6,4 juta pengunjung. Sungguh prestasi yang luar biasa. Tak lepas pula wisatawan dalam negeri yang melakukan perjalan mengitari republik ini.

Tetapi kini, beliau berada di balik bui dengan  satu kata “pemerasan” yang disangkakan  oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari rekanan perusahaan kementerian. Seharusnya, tuduhan tersebut gugur atas nama hukum. Bagaimana tidak, karena rekening dana kickback sudah ada sejak tahun 2010. Dan bila dilihat dari perjalanan beliau menjadi menteri, itu pada 2011. Sebenarnya, ada apa di balik ini semua?

Kesaksian Wakil Presiden Jusuf Kalla
Di tengah terpaan kasus  DOM, Jusuf Kalla hadir sebagai saksi yang meringankan atas sangkaan kepada Jero Wacik, saat menjadi wakil Presiden di Kabinet Indonesia Bersatu-SBY, ketika itu Jero Wacik menjabat sebagai Menteri Pariwisata dan Kebudayaan, dan Kabinet Kerja Jokowi-JK, JK sebagai wakil presiden. JK menegaskan dan menyampaikan  terkait perubahan Peraturan Menteri Keuangan No. 3 tahun 2006 menjadi Peraturan Menteri Keuangan No. 268 tahun 2014.
 
Jusuf Kalla, orang nomor dua di negeri ini mau menjadi saksi untuk kasus Jero Wacik.
[Sumber gambar: http://pekanews.com/]
Beliau  memberikan penjelasan, di masa dia menjabat sebagai wakil presiden era SBY, Jero Wacik memegang  kendali sebagai Menteri Kebudayaan dan Pariwisata. Sektor pariwisata saat itu mengalami penurunan, dikarenakan banyak ancaman bom di mana-mana, terutama di Bali sekitar 2003—2005, gelombang tsunami, dan terorisme.

Melalui kinerja kerja Jero Waciklah pariwisata Indonesia meningkat sangat pesat dalam kurun waktu lima tahun, kenaikan lebih dari 50%. JK pun menyampaikan, dalam hal profesi JW sebagai menteri, dia berhasil meningkatkan kinerja kerjanya sebagaimana yang diamanatkan. JK sebagai saksi juga memberikan penghargaan (apresiasi)  mengenai hal-hal yang beliau ketahui dan lihat terhadap kinerja kerja Jero Wacik selama menjabat menteri.

DOM, secara khusus diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 3 Tahun 2006, sementara yang berlaku saat ini adalah PMK No. 268 tahun 2014. PMK No. 268 2014 tersebut merupakan produk dari Kabinet Kerja Jokowi-JK. Segala sesuatu yang dulunya ada di PMK No. 3 tahun 2006, otomatis akan gugur dengan sendirinya setelah terjadinya perubahan PMK terbaru.

Seharusnya, hakim dapat melihat lebih jauh, rinci, dan tajam sangkaan tersebut. Menelaah lebih lanjut terhadap tuntutan jaksa penuntut umum yang telah dijelaskan melalui keterangan saksi.

Pada dasarnya, DOM tersebut sebelumnya merupakan kebiasaan dari dana taktis, lantas menjadi DOM. Hal itu  membantu menteri  untuk pengeluaran-pengeluaran yang tidak terdapat dalam anggaran resmi dalam keseharian sebagai representatif Jero Wacik sebagai menteri. Sebagai contoh mengundang tamu untuk makan bersama, pergi ke daerah untuk urusan pekerjaan kementerian, pembelian tiket pesawat, dan atau hal-hal yang menyangkut tugas kementerian lainnya.

Pertimbangannya ketika itu karena gaji menteri terbilang rendah untuk ukuran seorang menteri, hanya 19 juta rupiah, maka pemerintah memberikan keleluasaan penggunaan anggaran. Artinya, menteri diberikan keleluasaan anggaran. Hal ini dapat dibaca di PMK No. 3 tahun 2006 yang kini sudah dicabut.

Artinya, penggunaan DOM yang dilakukan oleh Jero Wacik  sesuai  dengan Deskresi  Menteri dan kebijakan menteri,  tidak merugikan negara, tidak menguntungkan diri sendiri, juga tidak menyalahgunakan wewenang karena sesuai kewenangan menteri. Sebagaimana diketahui bahwa DOM sebagai biaya operasional yang diberikan untuk dipakai menteri melakukan tugasnya.

DOM menteri ini menjadi dana yang disediakan untuk menunjang tugas-tugas keseharian menteri berkaitan dengan representasi, pelayanan, keamanan, biaya kemudahan, dan kegiatan lain untuk melancarkan tugas menteri sehari-hari. Di PMK 268 tahun 2014 dirumuskan secara sederhana dan khusus. Jadi, yang tadinya diatur oleh PMK No. 3 tahun 2006 dan diubah ke PMK 268 tahun 2014, sudah tidak relevan lagi. Dan hal tersebut gugur dengan sendirinya dari dakwaan.

Jika hakim jeli, tentunya tidak akan mempertimbangkan lagi sesuatu yang sudah dicabut. Mengapa dicabut? Dalam kesaksiannya JK mengatakan, sulit untuk memberikan rumusan yang tepat antara strategis dan khusus yang dilakukan oleh menteri. Karena strategis dan khusus itu sangat subjektif. Menteri memiliki tugas yang berbeda-beda. Menteri pariwisata punya tugas bicara di depan publik, promosi ke luar, sebagai “pengeras suara” negara untuk mempublikasikan hal-hal yang laik berkaitan pariwisata dan kebudayaan negara ke mancanegara, promosi kenegaraan.  

Selama menjabat sebagai Menteri Pariwisata selama 7 tahun dan Menteri ESDM selama 3 tahun, Jero Wacik banyak mengantongi prestasi. Ukuran prestasi tersebut terlihat dari capaian yang diperoleh, sesuai dengan target. Ketika bergabung di KIB  SBY-JK, sektor pariwisata untuk turis kurang lebih 5 juta orang,  meski dihantui ancaman bom. Di akhir masa jabatannya, jumlah turis meningkat tajam menjadi 7,5 juta orang. Artinya, ada kenaikan sekitar 50%.  Sampai-sampai Jero Wacik dua kali diangkat menjadi menteri. Mengapa? Menurut  JK, seorang menteri yang diangkat untuk kedua kalinya, tentunya memiliki prestasi yang baik. 

Mengenai lumpsum yang diberikan, artinya diberikan sepenuhnya kepada menteri yang bersangkutan berjumlah 80% . Itu dapat dipakai sesuai dengan deksresi atau kebijakan dari menteri yang bersangkutan. Hal ini sangat subjektif dan sebagai representasi  dia (Jero Wacik) seorang menteri.  Meskipun ini bersifat pribadi,  tidak bisa dipisahkan dari dirinya sebagai menteri dengan pribadi.  Juga menyangkut harkat dan martabatnya sebagai menteri.
Lumpsum tidak dipertanggungjawabkan  antara rupiah demi  rupiah dan sifatanya sangat fleksibel. 

Dari keterangan kesaksian Pak JK, apakah Jaksa Penuntut Umum masih terus mempertanyakan? Jelas-jelas di sini JK menyampaikan secara gamblang.

JK pun menuturkan, sebagai contoh seorang menteri, untuk menjaga kebugaran pastinya perlu  berolahraga, akan tetapi tidak ada dana untuk melakukan hal itu. Oleh karenanya, di DOM dana itu dikeluarkan dan dapat dipakai.  Begitu pula untuk mengunjungi keluarga, dana itulah yang dipakai. Sama juga halnya dengan tiket pesawat, dapat diberikan langsung tanpa harus bersusah payah untuk membeli. Itu semua terkait dengan representasinya sebagai seorang menteri dan juga pribadi. Jadi, jika JPU bersikeras mengejar tuntutan ini, sangat perlu memperhatikan kembali apa yang diutarakan JK semasa persidangan sebagai saksi. Tuntutan-tuntutan yang dituduhkan sudah seharusnya gugur secara hukum. Keterangan saksi memberikan penjelasan yang  jelas, dan gamblang. Tentunya dapat dipertanggungjawabkan di hadapan hukum.

Selama Jero Wacik menjabat Kemenbudpar, BPK selaku lembaga negara yang berwenang memeriksa keuangan kementerian, tidak menemukan masalah untuk pertanggungjawaban DOM. Audit yang dilakukan BPK di 2008 hingga 2011 untuk audit Kemenbudpar disebutkan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Sementara JW menjadi Menteri Budpar sejak 2004.  Dan dalam proses pengambilan DOM pun tidak ada yang berubah, termasuk penggunaan, serta pertanggungjwabannya. BPK dan Irjen pun juga tidak pernah mendapati masalah krusial DOM dalam auditnya.

Atas permintaan KPK, BPK diminta untuk audit ulang di Agustus 2015, mengapa baru diakukan di bulan dan tahun itu? Dan itu juga dilakukan dalam hitungan hari jelang pelimpahan perkara JW di 1 September 2015. Apakah ada unsur kesengajaan yang dilakukan KPK untuk mengorek-ngorek kesalahan JW selama menjabat menteri? Jika kita lihat kembali secara jelas, bahwa  BPK dan Kemenkeu menyatakan bahwa Kemenbudpar bersih tanpa masalah. 

Mana suara BPK dan Kemenkeu mengenai hal ini. Kita (warga negara Indonesia) mesti jeli mengamati hal ini. Kasus ini menjadi pertanyaan besar warga negara Indonesia agar lebih melek hukum dan menjadi bahan pemikiran bersama.