Sunday, April 30, 2017

My Wish List Basket For a Year


Dulu, pernah ga ditanya-tanya sama orang sekitar atau guru sekolah, “Cita-cita kamu mau jadi apa?” Ada yang jawab jadi pilot, dokter, insinyur, teknisi, polisi, dan banyak lagi ya. Nah, begitu juga saya. Saat kecil, saya ditanya sama guru, cita-citanya mau jadi apa. Kala itu spontan saya jawab, mau jadi ahli pertanian. Hihihihi… tapi semuanya berubah seiring jalannya roda zaman.

Apa yang menjadi harapan di 2017 ini?
Foto: Dok. http://media.istockphoto.com/
Di SMP pun begitu, saya ditanya mau jadi apa. Saya jawab ahli bahasa. Dan, di SMA juga terjadi hal yang sama, pertanyaan yang sama, nanya cita-cita saya mau jadi apa. Saya jawab, jadi dokter. Dududuuuuu… Dokternya ga kesampaian, jadinya ahli Biologi sajalah.

Ada banyak daftar harapan yang satu per satu terwujud ada juga yang masih nyangkut. Di saat teman-teman saya masih kuliah, saya sudah bekerja dan menikmati gaji jadi orang gajian. Habis itu, saya juga ingin segera menikah, tapi siapa yang mau dinikahi? Wong saat bekerja, pergi pagi pulang petang, bagaimana mau ketemu pasangan?

Tetapi, Alhamdulillah, Allah SWT mungkin mempertemukan saya dengan gadis yang saya idam-idamkan setelah sekian tahun jojoba (jomblo-jomblo bahagia). Perjuangan juga dapetinnya. Mungkin karena niatnya baik dan benar, jadi dipermudah saja jalannya oleh Allah SWT. Akhirnya menikah.

Menikah ingin segera ada yang bisa ditimang-timang dan dibecandain, Alhamdulillah istri hanya kosong tiga bulan. Lahirlah anak pertama saya, lelaki masa depan keluarga. Tak dinyana, tiga tahun setelahnya lahir pula adiknya si abang, bayi perempuan mungil yang cantik dan gemesin. Lengkaplah sudah keluarga kecil saya.

Hari, bulan, tahun,terus berganti. Begitu pula roda kehidupan yang saya dan keluarga kecil jalani. Putaran roda-roda kehidupan terus berjalan. Terkadang di bawah, tetiba berada pada puncaknya. Tapi tak menyurutkan langkah untuk tetap terus maju menghadapi kehidupan yang lebih baik.

Dari tahun ke tahun, harapan-harapan baru muncul, meski harapan sebelumnya ada yang terwujud ada pula yang belum. Kalau belum terwujud, mungkin memang saatnya belum tepat. Percaya dan yakinlah, rezeki dari Allah SWT dengan berusaha sekuat tenaga berdasar cara-cara yang halal. Insya Allah, semua jadi berkah.

Sementara, harapan yang telah terwujud wajib disyukuri. Bisa jadi, dari harapan yang diwujudkan tadi, ada sebentuk ujian Allah. Ya, kita tidak tahu ujian dari Allah itu banyak  macam dan caranya, asal kita peka.

Tuliskan apa yang jadi keinginan
Foto: Dok. http://media.istockphoto.com/
Harapan-harapan yang sudah masuk ke dalam daftar panjang selama satu tahun ke depan untuk saya tidak muluk-muluk. Saya berpikir, apa yang saya harapkan, itu yang akan saya kerjakan. Bolehlah menggantungkan harapan setinggi langit, tapi perlu mengukur kemampuan diri. Sudah sampai atau belum, atau malah justru akan menyakitkan.

Untuk satu tahun ini (2017), ada keinginan untuk menyelesaikan paper-paper hasil riset beberapa waktu lalu yang belum sempat dibukukan. Berharap, ada satu dua buku lagi  yang bisa terbit dari hasil kunjungan dan riset tersebut.

Keinginan dari lubuk hati yang paling dalam untuk menyinggahi baitullah dalam keadaan sehat wal afiat tanpa kurang satu apapun bersama keluarga tercinta. Memberikan wisata rohani untuk keluarga tercinta. Mengenal lebih jauh para bapak anbiya yang telah memberikan setetes ilmu kehidupan dan masih tetap dipertahankan untuk dipelajari.

Meningkatkan dan memperbaiki amal dan ibadah, menuju hal-hal baik dan benar. Mengupayakan untuk salat tak pernah ditinggalkan bukan sekadar menggugurkan kewajiban dan tepat waktu. Lebih banyak mengingat kematian dibanding mengingat harta-harta yang terkumpul tetapi tak diperjuangakan untuk jalan Allah SWT.

Kebahagiaan keluarga yang diberikan kepala rumah tangga untuk anak-anak dan istri tercinta. Mendidik dengan pola asuh islami model ajaran Rasulullah sebagai teladan umat. Tak pelak memang, apapun yang dicita-citakan tetapi hanya diucapkan, percuma! Aksikan dengan gerakan bukan sekadar canangan di kertas tak bersuara.

Sebagai pengejawantahan dari hal-hal yang sudah saya perbuat, berusaha mencapai kehidupan yang lebih baik itu wajar. Akan tetapi, memberikan untuk kemaslahatan dan kebaikan umat itu jauh lebih baik. Wish list yang tak panjang lebar tetapi berharap akan ada jalan terbuka lebar, amin.

#ODOP8  


Saturday, April 29, 2017

Nyebelin Tapi Masih Bisa Bersaudara

Pastinya teman-teman pernah mengidam-idamkan pergi jalan keluar negeri. Ya, mungkin ga perlu jauh-jauh ke Eropa atau Amerika gitu. Cukup di sekitaran Asia saja. Saya, memang tak pernah membayangkan apalagi keinginan untuk pergi keluar negeri. Itu waktu SMP. Tetapi, ketika SMA, saya mulai berpikir begini, “Wah, enak nih kalo bisa jalan keluar negeri. Mungkin dan pastinya berbeda dengan di negeri sendiri. Tentunya banyak banget mungkin ya perbedaan”, terucap dalam hati.


Meski pernah ribut tapi Indonesia-Malaysia masih bisa jadi saudara
Foto: Dok. http://www.ukabc.org.uk/
Melihat berita-berita di televisi mengenai negara tetangga kala itu cukup menggiurkan untuk dikunjungi. Berkhayal untuk bisa tinggal beberapa di negara tetangga idaman akhirnya melekat dalam diri saya. Apalagi kalau ada flyer atau booklet yang tak sengaja di temukan di tengah jalan, wah senangnya bukan kepalang.

Kadang-kadang, saya pergi ke perpustakaan daerah untuk sekadar cari literatur tentang negara tetangga yang akan saya kunjungi kelak. Ya, cita-cita boleh digantungkan setinggi langit, kalau tanpa usaha sama saja bohong. Dari sejak SMA itu, segala hal yang berbau negara tetangga saya telusuri.

Mulai dari bahasa yang dipakai, budayanya seperti apa, jenis makanan, apakah ada banyak masjid bertebaran di sekitar tempat atau daerah nanti yang akan saya kunjungi. Mana-mana bagian sudut kota yang bisa dijadikan cerita. Apakah latar belakang sosial budaya terutama orang-orangnya ramah atau justru perlu trik khusus. Benar-benar saya baca satu per satu.

Informasi-informasi itu saya kumpulkan dalam satu catatan. Tetapi, tak jarang juga saya pinjam buku tentang pariwisata atau buku mengenai negara-negara tetangga Indonesia tersebut. Entah kenapa, ketika saya baca, saat zamannya Soekarno memerintah, ada istilah “Ganyang Malaysia”.

Ternyata eh ternyata, Ganyang Malaysia yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno itu sebagai bentuk perlawanan atau menentang Malaysia tentang perbatasan. Banyak orang-orang Indonesia yang ingin kembali mengganyang Malaysia seperti tahun 1960-saat itu. Justru kalau mau berperang, ya berperang saja pemerintah Indonesia siap. Bagaimana  konfrontasi itu sebenarnya terjadi.

Orang yang memomulerkan istilah konfrontasi saat Soekarno menjadi Presiden adalah Menteri Luar Negeri, Soebandrio sekitar 20 Januari 1963. Adanya sikap bermusuhan itu tadi diperkuat juga oleh Presiden Soekarno melalui perintah Dwi Komando (Dwikora) pada 3 Mei 1963. Isinya, selain perintah untuk memperkuat ketahanan revolusi Indonesia, seluruh rakyat diminta membantu perjuangan rakyat Malaya, Singapura, Sarawak, dan Sabah untuk menghancurkan Malaysia. Indonesia menganggap pembentukan Federasi Malaysia yang didalangi Inggris sebagai upaya nekolim (neokolonialisme dan imperialisme) membentuk sebuah negara boneka.

Nah, istilah ”Ganyang Malaysia” dicetuskan Soekarno. Presiden Soekarno sangat gusar ketika dalam demonstrasi anti-Indonesia di Kuala Lumpur pada 17 Desember 1963 demonstran menyerbu gedung KBRI, merobek-robek foto Soekarno, dan membawa lambang negara Garuda Pancasila ke hadapan PM Malaysia waktu itu, Tunku Abdul Rahman, dan memaksanya menginjak lambang Garuda tersebut.

Ternyata, Bapak Presiden marah besar dan sangat mengutuk perbuatan Tunku tersebut. Soekarno mau balas dendam dengan melancarkan gerakan “Ganyang Malaysia” ke negara Federasi Malaysia yang sudah keterlaluan menghina Indonesia dan Presiden.
Akhirnya, Bapak Presiden kita itu pidato di depan rakyatnya. Nah, kira-kira begini 
pidatonya:


Presiden Soekarno, pidatonya tak pernah buat ngantuk dan berapi-api
Foto: Dok. https://cdns.klimg.com
”Kalau kita lapar itu biasa. Kalau kita malu, itu juga biasa. Namun, kalau kita lapar atau malu itu karena Malaysia, kurang ajar! Kerahkan pasukan ke Kalimantan, hajar cecunguk Malayan itu! Pukul dan sikat, jangan sampai tanah dan udara kita diinjak-injak Malaysian keparat itu.”

”Doakan aku, aku akan berangkat ke medan juang sebagai patriot bangsa, sebagai martir bangsa, dan sebagai peluru bangsa yang tak mau diinjak-injak harga dirinya.”
”Serukan, serukan ke seluruh pelosok negeri bahwa kita akan bersatu untuk melawan kehinaan ini. Kita akan membalas perlakuan ini dan kita tunjukkan bahwa kita masih memiliki gigi yang kuat dan kita juga masih memiliki martabat.”
”Yoo... ayooo... kita ganyang. Ganyang Malaysia! Ganyang Malaysia! Bulatkan tekad. Semangat kita baja. Peluru kita banyak. Nyawa kita banyak. Bila perlu satoe- satoe!”

Wuiiiih, saya jadi bergidik baca pidato Bung Karno ini. Bergidik karena semangat juang beliau yang benar-benar bela negara ini. Jadinya, pidato yang dia sebarkan melalui radio saat itu (radio pada masa Soekarno) merupakan alat komunikasi dan informasi yang sangat penting, sampai ke pelosok negeri.

Banyak sukarelawan yang mendaftarkan diri untuk ikut mengganyang Malaysia. Di Asia Tenggara, persenjataan Indonesia menjadi terkuat karena Uni Soviet memberikan bantuan. Tak ada ketakutan Indonesia untuk menggempur Malaysia pada waktu itu. Tetapi, meski demikian semua perselisihan dapat diselesaikan. Mungkin, mungkin nih ya, sampai sekarang masih ada rasa dongkol juga sih sama Malaysia.

Namun, bagaimanapun, Malaysia menurut saya sebagai tempat yang asyik untuk ditandangi. Bukan apa-apa, selain bahasanya yang tak jauh beda dengan Indonesia, di negara ini juga banyak muslimnya. Terpenting, kalau ke negara ini tak khawatir untuk tidak mendapatkan makanan halal.

Hal yang terpenting  lagi adalah Malaysia dan Indonesia masih sama-sama satu rumpun, Melanesia. Dari sisi makanan pun tak jauh beda, hanya beda penyebutannya saja. Dan, Malaysia ini juga tempat pertama kali negara yang saya tinggal dan kunjungi. Ya, saya masih bisa toleran dengan Malaysia dan masih saya anggap dan masih bisa menjadi negara saudara Indonesia.

#ODOP7




Thursday, April 27, 2017

Belajar Dari Sapu Lidi

Ga tau ya, buat saya masa-masa kecil itu masa paling indah dan penuh warna. Bayangin aja, saya bisa main sepuas-puasnya tanpa teriakan bapak dan ibu. Pergi ke sungai berenang dan mancing  ikan. Eh, dulu waktu SD saya sudah bisa berenang lho. Ke padang rumput  yang lumayan luas cari  belalang, terus belalangnya diikat benang (menyiksa ini namanya), ya masih kecil ga ngerti dosa. Belalangnya diikat benang terus disuruh terbang.
Selain itu, saya juga biasa ikat kaki ayam pakai tali raffia. Tetapi yang jelas ikatannya tidak terlalu kencang. Masih bisa dilonggarin dan dilepas juga ikatan di kaki ayam itu. Ayamnya diikat, terus talinya ditambatin sama salah satu pohon yang ada di sekitaran kandang ayam di rumah.

Sapu lidi ini penuh kenangan dan pelajaran berharga untuk saya
Foto: Dok. https://www.inspirasi.co
Kadang-kadang juga saya pergi sama teman-teman jerat burung di antara pepohonan tak jauh dari rumah. Cara jeratnya pakai sangkar burung yang dibuat dari bambu. Lantas, di dalam sangkarnya diberi makanan dalam wadah bening, seperti biji-bijian. Pintu sangkar burungnya diikat sama tali di dua sisi. Sisi yang untuk membuka pintu, dan sisi yang untuk menutup pintu.

Selain umpan biji-bijian, kadang dimasukin pula burung hidup untuk memancing burung lainnya datang ke sangkar yang sudah diberi umpan burung dan biji-bijian. Dan, usaha untuk menangkap burung ini selalu berhasil. Burung tangkapannya dipiara di rumah sama salah satu teman saya.

Nah, di sekolah pun saya termasuk orang yang paling banyak  teman. Soalnya dibilang sama teman-teman saya jarang berkelahi atau ribut dan suka menolong (ciee ciee…). Guru-guru pun senang dengan saya. Kata beberapa guru, saya anak yang ramah, sopan, dan suka menolong, itu kata guru saya lho yaa…

Biasanya, sebulan sekali di sekolah itu membuat sapu lidi. Nah, sapu lidi yang dibuat secara berkelompok. Masing-masing  kelompok isinya ada lima anak. Di satu kelas ada  30 anak. Jadi dibuat sebanyak 6 kelompok. Dan ada enam gepok sapu lidi yang lumayan gede-gede ikatannya.

Memang pas juga kali ya disuruh buat sapu lidi, soalnya diminta sama guru pelajaran keterampilan. Di masing-masing kelompok tadi setiap anak diwajibkan membawa daun kelapa yang masih ada lidinya sekitar satu ikat penuh. Ya, kira-kira diameter 30 cm. Lumayan banyak juga yah.

Kalau tinggal di kampung, Alhamdulillah apa saja ada. Semua tidak pernah beli. Tinggal minta sama tetangga. Kurang ini itu juga bisa metik di jalanan, hahaha… ini kenyataan lho teman-teman yang saya hadapi sendiri.

Nah, selesailah sapu lidi yang sudah disiangi dari daunnya itu dan jadi satu ikat penuh dari kelompok saya. Kelompok yang lain pun demikian. Guru keterampilan minta ke setiap kelompok untuk menyerahkan  sapu lidi yang sudah jadi ke kelompok saya. Saya diminta untuk mengantarkan sapu lidi tersebut ke salah satu rumah seorang guru.

Jam pulang sekolah sudah tiba saatnya, bergegas saya untuk siap-siap pulang dan mengantarkan sapu lidi ke rumah salah seorang guru bersama dua orang teman saya. Biasalah ya anak-anak SD, kalau mau pulang bawaannya bercanda melulu. Nah, teman-teman saya yang tidak kebagian tugas mengantarkan itu sapu lidi, masih bercengkerama dengan saya selama perjalanan pulang, termasuk dua teman saya yang mengiringi dari belakang.

Saya juga memang suka bercanda dengan sesama teman. Ya, jadinya semakin tambah seru aja candaannya. Nah, selama bercanda ini terkadang saya menoleh ke belakang sembari ngakak-ngakak dengerin cerita teman-teman saya. Susah ya kalau urat ketawa udah putus, ada hal lucu  sedikit ngakak.

Saya masih belum sadar aja tuh, masih aja terus bercanda dan ketawa puas. Teman-teman saya juga ga sadar. Genggaman enam gepok sapu lidi masih di tangan saya. Tanpa ba bi bu… jebuuurrr… saya tak sadar, di depan jalan saya itu ada genangan air dalam lubang setinggi setengah badan.

Teman-teman yang tahu kalau ada genangan, mereka segera menyingkir. Nah ini saya, yang asyik ngakak tapi ga lihat jalan, kejebur dengan badan penuh lumpur. Teman-teman justru balik menertawakan saya. Di situ muka merah dan malu ga ketulungan. Soalnya, genangan itu di jalan raya yang banyak dilalui kendaraan. Duh muka saya mau ditaruh di mana saat itu.

Mau tidak mau saya kan malu, sapu lidi yang enam gepok saya serahkan ke salah satu teman saya untuk diantar ke rumah guru. Sementara, saya buru-buru pulang dan mandi. Ngakak-ngakak juga saya sampai rumah cerita ke ibu. Ibu saya berpesan, “Di jalan, apalagi di jalan raya, jangan pernah bercanda yang macam-macam. Waspada lihat jalan, antisipasi bahaya dan jangan lengah”. Sapu lidi kejebur got atau apalah namanya itu, masih mengiang sampai sekarang di benak saya. Jadi, kalau ada yang bawa sapu lidi atau yang jual sapu lidi, saya langsung relate ke masa kecil dulu. Hahaha…


#ODOP6

Dari Masak, Asbak Tanah Liat, hingga Peta Bubur Kertas

Zaman sekolah dulu namanya ada salah satu mata pelajaran PKK saat di SD, terus  di SMP namanya Keterampilan Jasa. Cerita-cerita zaman SD ini banyak banget yang sampai sekarang masih saya ingat. Waktu itu dibentuk lima kelompok, masing-masing beranggotakan 7 orang. Nah, yang guru PKK minta waktu itu buat masakan rumahan. Padahal masih SD lho ya. Ya, tingkatan kelasnya sudah kelas enam sih, jadi sudah bisa berpikirlah  sedikit banyak.

Gulai nangka
Foto: Dok. http://www.tnp.sg/
Ribet banget ya pas zaman SD itu kalau buat kelompok dan dijadiin satu kelompok. Apalagi kalau teman sebelah ga ngomong-ngomong sama kita. Ditambah lagi teman yang satu kelompok tak bertegur sapa. Kacau kan ya. Tapi beda sama kelompok saya. Justru di kelompok ini anak-anaknya pada bawel, termasuk saya (ha ha ha… ngaku).

Jadi, saat guru PKK minta kasih tugas  buat masakan rumah untuk dinilai, pada kebingungan lah kelompok saya. Kelompok saya itu kebagian sayur gulai nangka sama ikan kembung sambal. Ha hah ha… jujur deh ya, pada zaman SD harga-harga masih pada murah banget. Nangka tidak beli, melainkan ambil di kebun teman, kelapa pun begitu tinggal metik. Nah, cabe, dan teman-temannya tinggal kolekan dari rumah masing-masing.
Ha ha ha… masih lucu aja ngebayanginnya hingga sekarang. Betapa tidak, masih SD disuruh masak. 

Ya, dulu ga pake blender, semua serba diulek. Yang tak biasa ngulek, panas-panas deh tangan. Teman yang ngulek cabe berkali-kali basuh tangan pakai air. Namun, saya ingat ucapan ibu saya, “Kalau nanti kamu ngulek cabe, ga usah takut panas tangannya, olesin minyak goreng yang dikasih garam, diemin sebentar, nanti juga hilang panasnya”.

Nah, itu saya praktikkan dan memang benar, tangan saya tak berasa panas. Sama ketika teman saya ngupas bawang merah, matanya perih dan seperti orang nangis yang ga ketulungan. Tetap saja, ketika basuh muka, perihnya bawang merah maish nempel di matanya. Tak terbayangkan kan perihnya bawang merah. Hahaha… makanya ada cerita bawang merah dan bawang putih. Ternyata, memang ya bawang merah itu kejaaam…!

Ahaa… ibu saya juga kasih tips untuk menghindari perih saat mengupas bawang merah. Jadi, ketika mengupas bawang merah biar tidak perih, letakkan garam di samping kita saat mengupas. Sesekali lihat ke garam jika habis mengupas. Daaaan… kejadian bener, mata saya tak perih tuh. Saya ga tahu, logika dan berpikir  ilmiahnya seperti apa.

Mana sempetlah yah mikir ilmiahnya kala itu. Terpenting, ulekan bumbu dapur kelar dan mata, tangan, bebas dari dera siksa bawang merah dan ulekan cabe. Goreng ikan juga masalah. Maklumlah ya anak-anak SD, pokoknya main lempar aja tuh ikan ke dalam wajan. Minyak belum panas ikan sudah dimasukkan, alhasil itu ikan garing ga, bonyok iya.

Sambal ikan kembung
Foto: Dok. http://kulinesia.web.id/
Terpenting, “siksaan” guru kelar hari itu untuk disajikan  pas jam makan siang pelajaran PKK. Denger pelajarannya juga ngakak-ngakak sendiri. PKK? Halah! Itu kepanjangannya Pendidikan Kesejahteraan Keluarga. Baru tahu kan kepanjangannnya PKK waktu zaman saya sekolah itu sekarang? Hahah… Pelajaran tua banget menurut saya.

Kelarlah masak pada hari itu. Ga tau dari soal rasa. Terpenting ada rasa asin, santap saja. Masakan ala-ala anak SD zaman dulu ya apa aja dimasukin. Nangka dipotong pun kadang ga ada seni-seninya motong sayuran. Suka-suka. Ada yang besar, ada yang kecil, bentuk ga beraturan. Eeh… guru-guru yang icip-icip ternyata pada nambah. Hahaha…

Masak udah selesai, selang dua minggu kemudian guru PKK-nya minta murid-murid untuk buat apa saja yang berbau tanah liat. Secara saya tinggal di kampung, ya cari tanah liat ga begitu sulit. Yang sulit ketika tanah liat banyak  campuran pasirnya. Pas ngolahnya tangan berasa perih.

Kalau ini saya suka buat yang simpel tapi dipakai banyak orang. Ya kepikiran asbak rokok. Padahal sebelumnya mau buat vas bunga, lah kok jadi asbak. Asbak rokok dulu kan ada yang terbuat dari kaleng, bentuknya segitiga dan dibuat beragam warna. Ada merah, biru, kuning, juga ungu.

Sudah saja, dianggap asbak dari kaleng aluminium itu cetakan, maunya yang simpel dan mudah, tanah liat yang sudah diolah tadi dimasukkan ke dalam asbak rokok itu. Tunggu sampai kering, baru dikeluarkan. Tapiiiii… apa yang terjadi? Hahahaha… asbak rokok dari tanah litany tidak mau lepas alias lengket. Sudah ngolah capek-capek, untuk dapetin tanah liatnya memang tidak sulit, tapi gali ke dalam lapisan tanah yang lumayan dalam sekitar dua meter itu butuh tenaga. Nyangkul lagi!

Asbak tanah liat
Foto: Dok. https://lh4.googleusercontent.com
Muter otak juga akhirnya untuk bagaimana mengeluarkan itu asbak biar tidak pecah. Masa iya, asbak cetakannya digunting?! Kan ga lucu, mana itu asbak boleh minjem sama tetangga. Alhasil, siram air. Agak silly juga sih pikiran saya saat itu. Sudah ga mau mikir terserah saja apa yang terjadi saat disiram air. Yaaaah… itu tanah liat retak-retak karena kering dan berasa panas, tiba-tiba disiram air.

Ya sudah, berantakin saja sekalian alias gagal total. Yah, akhirnya minta Koran bekas sama tetangga. Kertas Koran yang sudah tidak dipakai direndam semalaman, sebelumnya dirobek-robek dulu. Terus dikasih sedikit garam biar cepat hancur. Nah, jadi deh bubur kertas. Diperas airnya, lantas dimasak sama kanji.

Peta timbul bubur kertas
Foto: Dok. https://lh4.googleusercontent.com
Saya buat peta Sumatera yang sudah digambar di atas tripleks. Bubur kertas yang sudah dimasak tadi ditempelin ke tripleks sesuai bentuk peta yang digambar. Kemudian dijemur, setelah kering dicat. Catnya bisa pakai cat air atau cat minyak untuk menyesuaikan gambar peta tersebut.

Yaaa… jadi deh hasil kerja kreatif muter otak sehari.

#ODOP 5


Wednesday, April 26, 2017

Gaji Pertama Penuh Pesona

Dulu, zaman-zamannya masih sekolah (SMA dan Kuliah) kalau ngelihat orang kerja, dalam hati bicara, “Kapan ya bisa seperti mereka, kerja, dapat uang, terus uangnya buat nikah, buat ini, buat itu, de el el lah pokoknya”. Terbersit juga kalau sudah kerja, pengen nabung buat beli kendaraan.

Bukan berapa besar yang saya terima tetapi perjuangan di balik ini
Foto: Dok. http://i.imgur.com/B7n3lAX.png
Kuliah rasanya lama banget jalani. Padahal tak pernah berpikir untuk kuliah atau nyambung sekolah lagi. Tamat SMA maunya langsung kerja. Akan tetapi Allah SWT memberi jalan berbeda. Mau tidak mau harus mengenyam yang namanya bangku kuliah. Ucapan yang pantas, Alhamdulillah wa syukurillah. Karena di luaran sana masih banyak yang mengidam-idamkan ngenyam kuliah, tapi terbentur dana.

Selama kuliah pun saya tak mau diam. Sana-sini cari tambahan. Ada lowongan jadi asisten dosen, saya coba ikut. Dan Alhamdulillah sih ya diterima. Waktu itu honornya per asistensi… (tutup muka, bungkam mulut ah nyebutinnya), ha ha ha… ngakak-ngakak kalau ingat honornya.

Tak berhenti sampai di situ, ngelamar-ngelamar juga ke bimbingan belajar yang ada di sekitaran Depok dan Jakarta. Alhamdulillah diterima juga untuk ngajar sesuai bidang studi. Waktu itu ngajarnya private dan kadang gantiin di kelas. Lumayan juga honor yang diterima. Boleh dibilang lebih “manusiawi”.

Untuk memperoleh ini semua, saya benar-benar butuh perjuangan yang lumayan panjang dan berat. Harus berbagi waktu antara kuliah dan mengajar privat dan kelas. Terkadang, kalau ada praktikum kuliah yang menyita waktu hingga berjam-jam, di situ udah mulai cemas. Cemasnya mikir begini, “Kelar jam berapa nih praktikum?” Padahal praktikum hanya satu SKS, tapiiiiiii lamanya bisa empat hingga lima jam sendiri.

Habis dari praktikum langsung cabut ngajar. Ngajarnya alhamdulillahnya tak jauh-jauh amat. Namun, Depok di tahun 1994 sudah macet. Macetnya memang tak separah sekarang. Ya, tetap was-was juga kalau-kalau telat sampai tempat ngajar.

Hidup saya dari satu tempat ngajar ke tempat ngajar lainnya, hahaha. Maklumlah anak kuliah yang merantau, pastinya uang tak tiap hari ada di kantong. Saya harus mutar otak untuk tetap bertahan di kota besar semacam Jakarta ini. Ngajarnya terkadang di luar bidang dari saya kuliah.

Mantap juga ditawari untuk ngajar orang-orang PLN, waktu itu ngajar Fisika. Saya bisa saya ambil. Ada yang minta privat Matematika pun begitu, sekiranya saya bisa dan mampu saya ambil. Bukan manfaatkan kesempatan, tapi rezeki itu jalannya memang berbeda-beda.

Nah, sebelum selesai kuliah, saya ikut salah satu Tim Ekspedisi Kementerian Kesehatan RI yang waktu zamannya saya itu dijabat oleh Bapak Farid Anfasa Moeloek. Proyek ini saya ambil berkaitan dengan bidang saya, Biologi. Padahal waktu itu, saya mau maju untuk seminar penelitian. Saya tunda untuk waktu yang tidak terlalu lama, hanya dua minggu.

Nah, di Proyek bersama Depkes ini saya dan tim diundang ke istana negara untuk diresmikan keberangkatan oleh Presiden B.J. Habibie kala itu. Di sana, bertemu pula dengan beberapa senior-senior dan Pak Menteri. Ya, bersyukur ternyata Pak Menterinya orang yang juga jadi dosen di Fakultas Kedokteran tempat saya juga kuliah.

Kami berbincang dan tukar nomor kontak. Akhirnya, diberangkatkanlah proyek Eskpedisi Biota Medika ini oleh Pak Menteri Kesehatan, Menteri Kesejahteraan Rakyat, dan Presiden B.J. Habibie.

Saya dan beberapa orang mendapat tempat di pedalaman Jambi untuk melihat etnobotani, tanaman obat yang dipakai oleh Suku Anak Dalam (SAD) untuk menyembuhkan mereka. Melalui jejaring salah satu LSM di Jambi, saya mulai berpetualang masuk hutan keluar hutan Jambi.

Dari pertemuan saya dengan salah satu LSM di Jambi inilah saya “dilirik” oleh Direktur Eksekutifnya. Padahal saat itu saya belum lagi selesai kuliah. Memang sih, sudah semester akhir. Hingga proyek di pedalaman hutan Jambi bersama jejaring LSM di sana selesai, tukar-tukaran nomor kontaklah saya.

Saya “dipinang” oleh mereka untuk bergabung di LSM tersebut menjadi Analis Konservasi Biologi. Waaaw, saya pikir! Ini kesempatan yang tidak boleh saya sia-siakan. Kalau saya kerja di Jambi, artinya saya balik ke kampung halaman. Tetapi, kerjanya memang di kabupaten. Waktu itu tepatnya di Kabupaten Sarolangun Bangko, sebelum dipecah menjadi kabupaten sendiri-sendiri.

Sebelumnya saya pulang dulu ke Jakarta setelah proyek Depkes selesai untuk melanjutkan sidang seminar hasil penelitian saya. Alhasil, seminar hasil penelitian saya diterima, artinya saya berhak maju sidang. Maju sidang saya itu masih ingat sekali, bulan puasa, sekitar Januari tahun 1999.

Selama disidang Alhamdulillah juga lancar jaya. Harap-harap cemas menunggu nilai hasil sidang, ada yang bilang “B gendut” “A minus”, dan sebagainya. Saya tak penting nilai, tetapi bagaimana saya bisa segera lulus dan bekerja tanpa jadi beban orang tua lagi.
Ya, pengumuman nilai diberikan, Alhamdulillah, nilai A yang keluar. Senang, plong, dann beban hidup saya berkurang satu.

Selang 10 hari pasca sidang skripsi, surat panggilan kerja dari LSM di Jambi itu datang. Saya bingung, mereka minta surat keterangan lulus sementara. Ya, seumur-umur kan baru kali ini mengurus ini itu. Tanya ini itu ke sana ke marilah saya akhirnya. Bersyukur Alhamdulillah, saya minta surat keterangan lulus sementara ke bagian akademik bisa keluar cepat begitu pula transkrip nilai sementara.

Saat itu masih zamannya fax-fax-an ya teman. Jadi, saya harus ke warnet untuk nge-fax itu surat-surat yang dibutuhkan. Jadi, saya hanya  istirahat sepuluh hari saja setelah lulus kuliah dan akhirnya bekerja.

Nah, di kesempatan bekerja itu tidak saya sia-siakan. Beruntungnya saya, LSM itu didanai oleh salah satu grup musik dunia yang concern dengan indigenous people. Saya bertemu langsung dengan peneliti Suku Anak Dalam yang juga ahli Eko Antropolgi, Dr. Oyvind Sanbuk yang notabenenya orang Norwegia dan sepuluh tahun lebih meneliti SAD di Jambi, sampai paham dan bisa bahasa SAD.

Di LSM ini, saya masuk hutan keluar hutan untuk mencari kira-kira tanaman yang biasa digunakan SAD untuk makanan dan juga obat-obatan. Nah, setiap tanggal 28 di akhir bulan, saya dan teman-teman menunggu sesuatu yang sudah jadi hak sebagai pekerja. Gaji, ya gaji! Saya digaji bukan dalam rupiah, tapi dikonversi dalam dolar. Saya terima sekitar 80 dolar di zaman krisis ekonomi tahun 1999 tersebut.

Dolar yang sempat gila-gilaan saat krisis ekonomi di Indonesia
Foto: Dok. http://listcrown.com/wp-content/uploads/

Alhamdulillah banget. Gaji pertama itu saya masih banget, beli keripik pisang sepuluh kantong. Kenapa keripik pisang? Ya, keripik pisang itu sebagai makanan dan camilan favorit bapak saya di rumah. Pulang ke rumah  dari Kabupaten Sarolangun Bangko sekitar 5 jam perjalanan. Biasanya dua minggu sekali pulang dengan menggunakan Mobil Help. Tiba di rumah sekitar pukul 8 malam. 


Keripik pisang ini dibeli dari gaji pertama saya
Foto: Dok. https://doingbusinessinindonesia.files.wordpress.com
Ya, bapak dan ibu saya, saya pulang saja sudah sangat senang, apalagi saya bawakan makanan yang sangat sederhana itu dari gaji pertama saya, bukan main senangnya. Terlebih lagi saya, dengan hati berbuncah, finally  I could give my parents snack from my first salary. Bersyukur! 

Suzuki IGNIS One Stop Vehicle Entertaining

Debutnya dimulai dari ajang eksibisi mobil  paling punya pengaruh di Indonesia, Suzuki sebagai Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM) di Indonesia, hadir membawa nuansa baru untuk dunia mobil di negeri ini. Dimensi mobil Suzuki IGNIS berkonsep Crossover ini hadir relatif kecil untuk ukuran  di kelasnya. Meski begitu, tidak mustahil IGNIS akan sangat banyak mencuri perhatian penggemar di kelasnya.

Ibu Helen Representative Officer Suzuki IGNIS
Foto: Dok.Pribadi
Sebenarnya, dari negara tempatnya bermula, IGNIS merupakan pengganti dari Suzuki Cultus.  Sebelumnya pernah hadir sekitar 2008-2009 dan di 2016 mobil tersebut muncul dengan crossover kecil. Berbahan bakar bensin, meski kecil IGNIS dimuati mesin 1250 cc, dan tenaganya mampu menggapai di 89 Horse Power (HP). Sedangkan  torsinya sendiri berada di angka 118 nm. Selain  itu ditambah pula sistem transmisi 5 percepatan. Alhasil, ini membuat IGNIS punya ketangguhan berlari  dibilang cukup baik.

Salah satu varian warna SuzukI IGNIS Midnight Black Pearl
Foto: Dok. Pribadi
Kalau kita perhatian  ada 2 pilihan untuk pergerakannya, 4WD untuk varian paling tinggi. Sementara, varian standar penggerak 2WD. Suplai bahan bakar menggunakan MPFI (injeksi). Itu artinya, bahan bakar dapat dikontrol. Dari sisi kemudi yang menggunakan rack & pinion pastinya akan membuat kita sangat dapat menikmati serunya berkendara yang enak, baik, dan nyaman. Nah, tubuhnya yang boleh dibilang kecil, akan dapat membuat mobil ini mampu berlari dengan baik.


Varian warna Suzuki IGNIS Tinsel Blue Pearl Metallic
Foto: Dok. Pribadi
Suzuki IGNIS dibuat sebagai “Urban SUV” kenapa? Ya, karena beragam kekompakan yang terdapat di dalamnya memperlihatkan kemudahan dan kenyamanan interior yang dikemas melalui eksterior stylish. Mobil dengan harga di bawah 200 juta ini punya fitur  unggulan, berupa sistem rem ABS. Tetapi, di tipe tertentu belum ada sensor untuk parkir, mungkin agak menyulitkan ketika parkir, apalagi kalau tukang parkir tidak ada.

Varian warna Suzuki IGNIS Arctic White Pearl
Foto: Dok. Pribadi
IGNIS sudah menggunakan Dual Airbags. Fitur ini sangat menolong ketika ada benturan ke mobil. Suzuki IGNIS punya dimensi 3.700 x 1.690 x 1.595 mm. Artinya, dengan dimensi sebesar itu, IGNIS menjadi mobil Crossover yang terkecil di jual di Indonesia. Akan tetapi, jangan memandang kecil dari luar, ketika saya masuk ke dalam mobil tersebut, justru terasa lebar, dan tidak ada rasa sempit sama sekali. Pastinya Suzuki punya alasan, yaitu dari penataan ruang yang sangat baik, sehingga membuat ruang-ruang di dalamnya terasa masih longgar.


Mas Emir Reza Isnafi Strategic Planning Department Corporate Public Relation  (4W)
Foto: Dok. Pribadi
 Tubuh bagian depan IGNIS terlihat gagah. Grill dan aksen krom ada di sekitar lampu depan memberi kesan yang elegan dan sejalan dengan bumper. Bumpernya terlihat ada racikan sporty. Tampilan lampu kabut terlihat dengan desain membulat.

Untuk  bannya sendiri berprofil 175/65 R15, membuat IGNIS tampil lebih bergaya dan tetap memberikan kenyamanan saat berkendara di permukaan yang tak rata.

Struktur body Total Effective Control Technology untuk mendukung keselamatan dan platform baru HEARTECH, ini seperti struktur baru high-rigid underbody dengan material high-tensile steel yang memungkinkan IGNIS andal digunakan untuk jalanan offroad.

Untuk mendukung mobilitas dengan gaya hidup perkotaan, IGNIS memiliki material body ringan. Desain aerodinamis dikedepankan. Hal itu untuk memberi efisiensi bahan bakar agar lebih baik ketika melaju dengan kecepatan stabil (konstan). IGNIS punya air intake dengan tinggi 700 mm yang mampu membelah banjir di musim hujan.

Suzuki IGNIS tampak gagah dari depan
Foto: Dok. Pribadi
Bagaimana dengan mesinnya? Mesin IGNIS memiliki tipe K12M berkonfigurasi 4 silinder segaris, DOHC, VVT. Oleh karenanya sangat andal digunakan untuk melihat performa begitu pula dengan bahan bakarnya terbaik di kelasnya. Konsumsi bahan bakar IGNIS mencapai 23,64 km/liter transmisi manual saat dilakukan drive test olehBT2MP-BPPT dan 23,44 km/liter untuk transmisi AGS.

Mari kita bedel satu per satu untuk Suzuki IGNIS dari sisi eksterior. Desain stylish modern dengan dukungan lampu LED projector & Daytime Running Light (tipe GX). Dibenamkan lampu kabut dengan krom. Dengan lampu LED membuat usia pakai lebih awet. Teknologi LED memaksimalkan pandangan pengendara ke depan, karenanya memberi rasa aman saat berkendara di malam hari. Termasuk juga bagian high moutn stop lampnya.

Ada kekuatan karakter pada SUV Suzuki IGNIS melalui kotak-kotak kecil di bagian grill. Fender Garnish sisi kanan-kiri mobil dan pilar c dibenamkan slit-like design seperti membuat mobil bergerak cepat pada saat diam. Roof rail juga dipasang untuk tipe GX dengan tetap memperhatikan keindahan dan efisiensi berkat material aluminium.

Bagian belakangnya pun terkesan tangguh dengan tarikan garis. Ada flare fender dan rear bumnper garnish yang melintang horizontal berwarna hitam. Beberapa pilihan warnanya  Silky Silver, Arctic Whiter Pearl, Midnight Black Pearl, Uptown Red Pearl, Tinsel Blue Pearl Metallic, dan Glistering Grey Metalic. 

Sementara itu untuk tipe GX tersedia tujuh pilihan warna, Silky Silver, Midnight Black Pearl, Arctic Whiter Pearl, Glistering Grey Metalic, Dualtone Uptown Red Pearl  & Midnight Black Pearl, Dualtone Tinsel Blue Pearl & Midnight Black Pearl, dan Dualtone  Tinsel Blue Pearl  dan Arctic Whiter Pearl.

Interiornya sangat futuristik. Warna pada doortrim juga disesuaikan dengan bagian eksterior, serta konsol tengah. Jok untuk pengendara dan penumpang depan dibaut sporty  model bucket seat, tetapi mewah dengan head rest yang ketinggiannya bisa disetel.

Dapur kendali Suzuki IGNIS
Foto: Dok. Pribadi
Bagaimana dengan lingkar kemudi? Di lingkar kemudi ada tombol untuk Multi Information Display (MID), audio yang bisa terkoneksi dengan ponsel untuk menerima maupun menolak panggilan telepon. Sudut kemudi pun begitu, dapat disetel untuk menaikkan kenyamanan.
Pengendara bisa mengetahui tingkat kenyamanan berkendara karena dipantau melalui meter cluster. Hal ini akan mempermudah mendapatkan informasi mengenai baterai aki, immobilizier,  power steering, ABS, hand brake, oil indocator, RPM meter, speedometer, safety belt, juga airbag.

Lampu LED untuk membantu pengemudi di malam hari
Foto: Dok. Pribadi
Head unit dipisah dari dashboard. Ini dapat mengakses radio dan pemutar CD atau USB berformat MP3/WMA. Ada pula Bluetooth (Tipe GX). Suhu kabin dapat disetel dengan desain unik yang dibuat seperti terpisah pula dengan dashboard. Semua tombol tekan ditampilkan secara digital.

Fitur Keyless Entry (tipe GX) memudahkan akses ke kabin. Pemilik bisa menyimpan atau meletakkan di kantong juga tas, selama jarak kunci tidak jauh dari 80 cm dari mobil. Kita juga tak perlu memasukkan anak kunci, tekan tombol START/STOP pada dashboard untuk mengaktifkan atau mematikan mesin. Suzuki IGNIS masih nyaman dikendarai untuk 5 orang.

Saat saya merasakan  sensasi berkendara, tidak terasa sempit sama sekali. Hentakkan kaki-kaki tidak berasa, begitu pula saat mengerem. Rem terasa halus dan tidak berbunyi derit.  Mesin Suzuki IGNIS sangat ramah lingkungan dan efisien untuk bahan bakar. Materialnya terbuat dari aluminium dengan 83 ps pada 6.000 rpm dan torsi 113 Nm pada 4.200 rpm. Performanya saat dikerahkan ke penggerak roda depan sehingga tetap memberikan ketenangan berkendara.

Transmisinya mengakomodir pengendara yang meminta efisiensi bahan bakar dengan pilihan transmisi manual lima percepatan. Pengendara yang ingin praktis ada pilihan perpindahan AGS. Transmisi memungkinkan pengendara dapat mudah melaju  di padatnya arus lalu lintas tanpa mengesampingkan performa  ketika dioperasikan secara  manual saat meminta akselerasi.

Fungsi-fungsi utilitas dan ergonomis dihadirkan IGNIS, seperti mampu memuat barang banyak di bagian depan melalui glove box, center console tray, dan dua cup holder. Ada juga rear console cup holder. Di bagian pintu depan ada ruang untuk menyelipkan bahan bacaan dan botol minum. Pintu kiri-kanan belakang juga ada tempat botol. Front seat back pocket ada di bagian punggung  jok penumpang belakang.

Barang-barang yang dimuat di bagian belakang sangat akomodatif. Dari 276 liter saat jok diberdirikan. Saat dibaringkan jok belakang, konfigurasi 60:40, diperkirakan 469 liter.  Dengan jok belakang dilipat total keseluruhan mencapai 947 liter.

Akses barang tak merepotkan juga dengan tinggi pintu bagian bawah ke tanah hanya 740 mm. Bibir pintu bagasi punya tinggi 715 mm lebar 995 mm. Dalam kabin, barang bisa ditumpuk hingga 950 mm dan lebar 1.160 mm. Panjang barang masuk mencapai 1.280 mm.


Test DriveSuzuki IGNIS salah satu varian warna Uptown Red Pearl 
Foto: Dok. Pribad
Sistem keamanan menggunakan anti lock  braking system dan electronic brakeforce distribution (ABS dan EBD). Ada pula brake assist (BA).  Dengan dibenamkannya fitur ini akan membuat  pengemudi merasa aman dan nyaman ketika terjadi pengereman mendadak atau normal. Sorotan  lampu LED dapat disetel  secara manual  yang disesuaikan dengan jarak pandang pengendara, karenanya berkendara terasa nyaman di malam hari.

Sementara, sabuk pengaman telah dilengkapi dengan fitur pretensioner & force limiter. 
Penumpang di depan pun tak perlu khawatir untuk keselamatan, karena sudah disisipkan pula Dual SRS Airbag. Kemudi dengan power steering akan memudahkan pergerakan. Pengemudi dapat leluasa bermain maneuver saat menyetir dengan tingkat presisi setir yang sangat tinggi.

Nah, untuk keluarga yang baru punya bayi, pastinya tidak akan kesulitan menggunakan child seat, karena Suzuki IGNIS punya standar untuk mengamankan bayi melalui ISOFIX di jok bagian belakang penumpang. Fitur immobilizer menjadikan Suzuki IGNIS mengecilkan kemungkinan terjadinya pencurian pada mobil, karena anak kunci punya sinyal sendiri. Artinya, tak dapat dihidupkan tanpa ada kunci asli.

Bagaimana dengan suspensinya? Ya, IGNIS memberikan nuansa aman, nyaman, dan tidak khawatir dengan penumpang lima orang, baik kecil maupun besar. Suspensi depan MAcPherson Strut dengan Coil Spring dan belakang berupa Torsion Beam dengan Coil Spring pula.

Foto bareng MACAN (Mama-Mama Cantik) usai Blogger Gathering Suzuki
The A Team
Foto: Dok. Pribadi
Jadi, pilih aku atau dia? Ya tetap pilih Suzuki IGNIS donk!


#GearToIgnite #SuzukiIgnis # UrbanSUV