Tuesday, May 1, 2018

Imunisasi Lengkap Bersama Melindungi Diri, Generasi Bangsa Sehat Keluarga Bahagia


 
Pekan Imunisasi Dunia 2018: Capai Imunisasi Lengkap Bersama Melindungi dan Terlindungi [Foto: Dok Pri]
Dulu, sebelum punya anak, saya dan istri sempat bersitegang soal imunisasi. Istri sudah warning ke saya kalau punya anak, tidak akan diimunisasi. Sementara saya, bersikukuh harus diimunisasi. Saya punya alasan sendiri kenapa anak mesti diimunisasi, istri punya argumentasi sendiri.

Setelah beberapa lama, lahirlah anak pertama. Entah kenapa, yang dulunya istri bertahan dengan argumentasinya tidak mau anak diimunisasi, setelah beberapa bulan anak pertama lahir, akrirnya luruh juga. Bahkan dia yang selalu mengecek jadwal kapan imunisasi anak kami selanjutnya.

Ya, semua memang mesti disepakati bersama, mau atau tidak anak diimunisasi. Atau cari tahu ada tidak ruginya jika anak tidak diberikan. Karena langsung bertanya pada dokter anak yang sudah jadi dokter keluarga, justru disarankan. Dari situlah istri dan saya benar-benar menaati keberlangsungan kesehatan anak agar terhindar dari penyakit karena tidak mendapatkan imunisasi.

Imunisasi ini justru mampu menyelamatkan nyawa  anak manusia untuk anak-anak Indonesia sehat. Hal ini menjadi salah satu intervensi kesehatan yang boleh dibilang berhasil dan memberi efek jangka panjang anak terhindar dari  penyakit. Selain itu, tentunya biaya yang dikeluarkan tidak banyak (baca hemat biaya).

Aset masa depan  [Foto: Dok http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/imunisasi/]
Kalau dilihat sejauh ini rasanya miris, ternyata masih ada anak-anak di dunia yang tidak mendapatkan perlindungan imunisasi. Ada sekitar 19 juta anak yang justru tidak diimunisasi secara lengkap. Bayangkan saja, ternyata 1 dari 10 anak-anak itu tidak mendapat vaksinasi apapun yang juga tidak terdeteksi oleh sistem kesehatan.

Oleh karenanya, pemerintah melalui imunisasi ini ingin meluaskan capaian Sustainable Development Goals (SDG). Perlu memang kita ketahui bahwa, vaksinasi tidak hanya mencegah penderitaan dan kematian yang terkait penyakit menular, seperti TB, diare, campak, pneumonia, polio, dan batuk rejan, tetapi juga membantu mendukung prioritas nasional seperti pendidikan dan pembangunan ekonomi.

Kalau dilihat juga bahwa nilai vaksin ini sangat unik. Uniknya itu pendorong ditetapkannya Global Vaccine Action Plan (GVAP) 2020. GVAP ini disahkan oleh 194 anggota negara ada World Health Assembly ke-60 pada 12/05/2012. Hal ini sebagai kerangka kerja mencegah jutaan kematian akibat penyakit yang bisa dicegah dengan vaksin pada 2020 dengan akses universal untuk imunisasi.

Apa sih tujuan GVAP ini? Menetapkan imunisasi rutin, mempercepat kontrol penyakit yang bisa dicegah dengan vaksin (pemberantasan polio sebagai tahap pertama), mengenalkan  vaksin baru, dan memacu penelitian dan pengembangan teknologi vaksin.

Target GVAP ini memang untuk mengeliminasi penyakit, termasuk rubella, campak, juga tetanus neonatus dan maternal meski masih telat dari jadwal. Pekan Imunisasi Dunia ini menitikberatkan pada tindakan kolektif yang diperlukan dalam menjamin setiap orang terlindungi  dari penyakit yang bisa dicegah dengan vaksin.

Semua orang perlu diberitahu dan diajak termasuk pemerintah, organisasi profesi. LSM, organisasi lain yang peduli imunisasi, warga, mitras swasta, juga media untuk meningkatkan  capaian imunisasi secara berkelanjutan.

Berhubungan dengan hal ini, pada Rabu (25/04/2018) Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengadakan seminar media tentang vaksin dalam tema “Capai Imunisasi Lengkap: Bersama Melindungi dan Terlindungi” yang dihadiri blogger dan awak media bertempat di IDAI Salemba.

Prof. Dr. Cissy B. Kartasasmita, Sp.A(K), M.Sc, PhD. Ketua Satgas Imunisasi IDAI [Foto: Dok fkumpalembang.ac.id]
Hadir di tengah-tengah seminar tersebut sebagai pembicara Prof. Dr. Cissy B.Kartasasmita, Sp.A (K), M.Sc, PhD. Selalu Ketua Satgas Imunisasi IDAI. Prof Cissy menyampaikan bahwa, banyak penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi di antaranya,  campak, polio, hepatitis B, pertusis, difteri, Hib, dan tetanus.

Jika anak-anak tidak mendapatkan imunisasi dan terkena penyakit, maka kecenderungannya akan menjadi penyakit kronis dan mematikan. Misal pada bayi dan anak-anak, 80-90% yang terinfeksi tahun pertama ke kehidupan cenderung menjadi kronik. Sementara, anak yang berumur kurang dari 6 tahun 30-50% cenderung menjadi kronik.

Untuk orang dewasa, apabila penyakit yang semestinya harus mendapatkan perlindungan atau diimunisasi tetapi  tidak, maka kurang dari 5% dewasa sehat, jika terkena infeksi akan menjadi kronik. 20%-30% dari hepatitis kronik cenderung menjadi sirosis atau kanker hati.  Semakin kecil umur terkena infeksi, semakin besar kecenderungan menjadi kronis.

Sementara itu, lebih lanjut Prof Cissy menyampaikan apabila terjadi pada masa transmisi neonatal, 70%-90% dari Ibu HbsAg dan HbeAg positif, 20% apabila ibu HbsAg positif. Dari sini bayi tertular saat dilahirkan (penularan secara vertikal) dan 90% menjadi menahun akibatnya terjadi sirosis hepatis berujung pada kanker hati.
Menkes dalam Pencanangan Nasional Introduksi Vaksin Polio Suntik Gianyar Bali [Foto: Dok. http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/search/imunisasi/]
Bagaimana dengan TB? Secara global pada tahun 2013 19%-43.5% penduduk dunia terinfeksi M. tuberculosis. Kasus TB baru lebih dari 9 juta per tahun. Insidens SEA 35%, Afrika 30%, Western Pacific 20%. Pada anak, kasus baru ada 5 ratus ribu per tahun dan 80 ribu meninggal dunia.

Berdasarkan data Riskedas 2013, prevalens TB tahun 2007 & 2013 tidak jauh berbeda (0,4%). Provinsi tertinggi yang tekena TB dialami oleh Jabar (0.7%); Papua (0.6%), DKI Jakarta (0.6%), Gorontalo (0.5%), Banten (0.4%), Papua Barat (0.4%).

Bagaimana dengan Difteri? Difteri merupakan penyakit yang sangat menular disebabkan oleh Corynebacterium  diptheriae. Sumber infeksi hanya manusia yang ditularkan melalui aspirasi pernapasan, yaitu penyakit pernapasan bagian atas. Angka kematian  tertinggi di usia muda dan lansia.

Pun dengan pertusis. Penyakit ini sangat menular. Secara etiologi berasal dari Bordetella pertussis. Hati-hati ketika kita mendekati pasien ini, dapat terjadi penularan ketika pasien sedang batuk-batuk. Insidensinya akan meningkat pada bayi usia muda (pra vaksinasi). Beban ppenyakit global ini sekitar 136.372 kasus versus estimasi 17,6 juta pada 2003 dan 152.535 kasus pada tahun 2007 dan penyakit-penyakit lainnya yang  memang perlu imunisasi.
Jumpa Pers Menkes tentang Vaksin Palsu Lobby Blok A Gedung Adhyatma Kemenkes [Foto: Dok http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/search/imunisasi/]
Banyak pula orang tua yang kadang tidak ingin anak-anaknya diimunisasi. Menurut Riskesdas 2013, alasan utama anak tidak diimunisasi karena takut panas, keluarga tidak mengizinkan, tempat imunisasi jauh, sibuk/repot, sering sakit, dan tidak tahu tempat imunisasi.

Sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan, demam setelah imunisasi merupakan reaksi normal yang akan hilang dalam waktu 2-3 hari. Kejadian ikutan paska imunisasi yang serius sangat jarang terjadi. 

Fakta Imunisasi
Imunisasi mencegah penyakit, kecacatan, dan kematian dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, termasuk TB, hepatitis B, difteri, pertusis (whooping cough, batuk rejan), tetanus, polio, campak, pneumonia, gondongan, diare akibat rotavirus, rubella, dan kanker serviks.

Diperkirakan imunisasi sekarang dapat mencegah 2 hingga 3 juta kematian setiap tahunnya. Tambahan 1.5 juta kematian dapat dicegah jika cakupan imunisasi global meningkat. Selama 2016, diperkirakan 116,5 juta (lebih kurang 85%) anak-anak di bawah usia 1 tahun di seluruh dunia menerima 3 dosis vaksin difteri-tetanus-pertusis (DTP3). Anak-anak tersebut terlindung dari penyakit menular  yang menyebabkan penyakit serius atau kecacatan akibatnya fatal.
Kementerian Kesehatan memprakarsai sebuah pertemuan yang dihadiri perwakilan dari Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Direksi PT. Biofarma, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), UNICEF, WHO, serta para Kepala Dinas Kesehatan dan pemimpin MUI di 34 Provinsi di seluruh Indonesia di Kantor Kemenkes, Jakarta Selatan, Kamis siang (23/8). [Foto dan Keterangan: Dok. http://sehatnegeriku.kemkes.go.id]
Sekitar 19.5 juta bayi di dunia tidak mendapatkan imunisasi dasar bahkan melewatkannya. 60% anak-anak itu tinggal di 10 negara seperti Angola, Brazil, Kongo, Ethiopia, India, Indonesia, Irak, Nigeria, Pakistan, dan Afrika Selatan.

Cakupan imunisasi global sudah stagnan di 86% tanpa ada perubahan signifikan selama beberapa tahun terakhir. Ada peningkatan penggunaan vaksin baru dan vaksin yang kurang dimanfaatkan.

Vaksin yang diberikan kepada anak-anak merupakan produk yang menghasilkan kekebalan terhadap penyakit dan dapat diberikan melalui suntikan, melalui kulit atau diberikan melalui mulut juga dengan penyemprotan.

Sementara, vaksinasi sebagai tindakan penyuntikan organisme yang mati atau dilemahkan selanjutnya akan menghasilkan kekebalan tubuh terhadap organisme tersebut.
 
Dr. dr. Hindra Irawan Satari, Sp.A(K), M.TropPaed [Foto: Dok Pri]
Menurut Dr. dr. Hindra Irawan Satari, Sp.A(K), M.TropPaed, bahwa imunisasi itu aman untuk anak-anak dan efektif. Karena proses produksi vaksin melalui riset panjang menggunakan standar good clinical practice serta berdasarkan etik yang ketat.

“Mesti telah dilisensi, vaksin tetap berada dalam pantauan pemerintah maupun badan independen yang berkompeten,” jelasnya.

Kita juga mesti hati-hati dan waspada terhadap berita hoax yang mengatasnamakan vaksin. Ada kelompok yang antivaksin yang seringkali melebih-lebihkan risiko imunisasi tanpa bukti ilmiah.

“Mereka menggambarkan bahwa vaksin itu tidak efektif padahal risiko tersebar muncul (wabah) apabila anak tidak divaksinasi,” terang Dokter Hindra.

“Di sisi lain, banyak keluarga yang ragu-ragu untuk mengimunisasi anaknya. Keragu-raguan itu muncul karena adanya isi Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI). Adanya isu halal-haram vaksin yang diberikan. Bahkan ada yang berpikir bahwa kandungan zat yang ada di dalam vaksin berbahaya,” ucap Dr Piprim B. Yanuarso, Sp.A(K).

Dokter Piprim B. Yanuarso, Sp.A(K) [Foto: Dok mommiesdaily.com]
Padahal kenyataannya tidak demikian. Tidak dianjurkan ketika anak dalam kondisi kurang sehat untuk diimunisasi, seperti batuk, deman, atau pilek.   

Apakah vaksinasi itu haram?  Menurut Dr. H.M. Asrorun Ni’Am Sholeh, MA,  bahwa vaksin harus aman dan sesuai norma agama. Bahan imunisasi harus aman dan sesuai norma agama. Pasal 153 “pemerintah menjamin ketersediaan bahan imunisasi yang aman, bermutu, efektif, terjangkau, dan merata bagi masyarakat untuk upaya pengendalian penyakit menular melalui imunisasi. Pasal 2 UU kesehatan menegaskan salah satu asas pembangunan kesehatan harus memperhatikan dan menghormati agama yang dianut masyarakat.

Fatwa MUI No. 4 tahun 2016 poin No. 5 program imunisasi hukumnya wajib. Disebutkan dalam hal jika seseorang tidak diimunisasi akan menyebabkan kematian, penyakit berat, atau kecacatan permanen yang mengancam jiwa, berdasarkan pertimbangan ahli yang kompeten dan dipercaya, maka imunisasi hukumnya wajib.
 
Dr. H.M. Asrorun Ni'am Sholeh, MA. [Foto: Dok seruji.co.id]
“Imunisasi pada dasarnya dibolehkan (mubah) sebagai bentuk ikhtiar untuk mewujudkan kekebalan tubuh (imunitas) dan mencegah terjadinya penyakit tertentu. Vaksin untuk imunisasi wajib menggunakan vaksin yang halal dan suci. Penggunaan vaksin imunisasi yang berbahan haram dan atau najis, hukumnya haram. Imunisasi dengan vaksin yang haram dan atau najis, tidak dibolehkan, kecuali digunakan pada kondisi al-dlarurat atau ah-hajat; belum ditemukan bahan vaksin yang halal dan suci; dan adanya keterangan tenaga medis yang kompeten dan dipercaya bahwa tidak ada vaksin yang halal,” pungkas Arorun Ni’am.

Tiga hari pasca diterbitkannya Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 33 tahun 2018, Menteri Kesehatan RI, Nila Farid Moeloek, didampingi Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI, Anung Sugihantono, dan Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam, menghadiri pertemuan yang mengundang semua Kepala Dinas Kesehatan dan Pimpinan MUI dari 34 Provinsi seluruh Indonesia.
Pertemuan yang diselenggarakan pada Kamis pagi (23/8) di Gedung Adhyatma Kementerian Kesehatan ini dilakukan dalam rangka bertujuan untuk penyebarluasan informasi secara utuh kepada pemegang program kesehatan (khususnya terkait program imunisasi) di daerah serta masyarakat mengenai pentingnya mendapatkan imunisasi MR. [Foto & Keterangan: Dok. http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/search/imunisasi/

Jadi, jelas kan  sekarang bahwa imunisasi tidak bertentangan dengan agama selama bahan-bahan yang dikandungnya tidak berasal dari bahan yang diharamkan dalam syariat Islam. Pencegahan melalui imunisasi artinya mencegah generasi masa depan bangsa dari beragam penyakit.