Thursday, December 21, 2017

Umami Food Marathon-Ajinomoto: Membingkai Rasa dari Genjer Centil hingga Cue’ Ngacir, Singgah Sebentar di Haji Husein, Tertambat Hati di Bir Pletok dan Kerak Telor



Rasa lezat, hidup sehat, dunia cerah, makan nikmat [Foto: Dok Pri]

Indonesia itu negara yang unik. Setiap daerah punya ciri khas kuliner masing-masing. Keragaman kulinernya juga luar biasa. Kuliner menjadi salah satu budaya yang tak terpisahkan dari tiap-tiap daerah di Indonesia. Makanan menjadi unsur penting dalam tradisi dan budaya di berbagai provinsi. Makanan juga menjadi lambang, gelaran, dan bahkan daya tarik wisatawan berkunjung ke daerah tersebut.

Sejalan dengan hal itu, pada Sabtu (16/12/2017) saya hadir dalam satu acara yang diselenggarakan oleh PT Ajinomoto bersama Dapur Umami dan Tabloid Bintang dalam helatan Umami Food Marathon dengan pasukan Food Blogger.

Membelah waktu menembus rinai hujan menuju kantor Ajinomoto di bilangan Sunter, Jakarta Utara. Tak perlu waktu lama untuk sampai di tujuan. Sembari menunggu teman-teman food blogger yang lain hadir, saya sempatkan diri foto di depan teras nama PT Ajinomoto tersebut.

Nah, ngomong-ngomong Ajinomoto, sebenarnya bagaimana perkembangan Ajinomoto hingga besar seperti  sekarang ini? Ayo, kita kulik sebentar.
 
PT Ajinomoto Indonesia, Sunter, Jakarta [Foto: Dok Pri]
PT Ajinomoto Indonesia ini telah memberi warna dalam kehidupan masyarakat tanah air untuk menjadi lebih berarti dengan menciptakan kehidupan yang lebih baik melalui produk unik dalam bidang makanan yang direalisasikan dari filosofi “Eat Well Live Well”. Oleh karenanya, bisnis Ajinomoto dapat membuat lingkungan di bumi terus terpelihara juga terjaga.

PT Ajinomoto di Indonesia hadir pada 1969 di Jakarta. Pada 1970 berdiri pabrik pertama di Mojokerto-Jatim dengan produk utama penyedap rasa merek AJI-NO-MOTO. Produk ini dipasarkan ke seluruh Indonesia. Lalu pada 2012, berdiri pabrik kedua di Karawang yang bertujuan memenuhi kebutuhan produk bumbu masak untuk orang Indonesia.

Pada 2015, PT Ajinomoto Bakery Indonesia pun berdiri. Pabrik yang ada di Karawang Timur dengan Japan Technology dan Japanese Staff berpengalaman mulai beroperasi di Agustus 2016. Selain AJI-NO-MOTO, grup Ajinomoto juga memproduksi Masako (bumbu kaldu penyedap), Sajiku (bumbu praktis siap saji), Saori (bumbu masakan Asia), dan Mayumi (Mayonaise yummy).

Kini, Grup Ajinomoto Indonesia terdiri atas PT Ajinomoto Indonesia, PT Ajinomoto Bakery Indonesia, PT Ajinex International, PT Ajinomoto Sales Indonesia. Bagian yang disebut terakhir punya cabang penjualan di Jakarta, Surabaya, dan Medan.

Tak terasa, waktu cepat berlalu. Rekan-rekan blogger telah berkumpul dalam satu area. Dan acara hari itu dibuka oleh MC kocak Joan Brigita. Asli kocak, Brigita bisa mengocok perut peserta. Saya berpikir, ini masih di tempat (ruangan), bagaimana nanti kalau di jalan. Baterainya full. Sepanjang perjalanan bisa ngakak terus.
 
Food Blogger Umami Food Marathon bersama Ajinomot [Foto: Dok Pri]
Bapak Fahrurozi selaku Head of Public Relation Division menyampaikan sambutannya. “Bahwa, kehadiran blogger di PT Ajinomoto ini sebagai upaya untuk meluasan informasi tentang PT Ajinomoto sendiri, menghapus stigma masyarakat bahwa MSG itu bukan buat bodoh, tetapi diperlukan dengan kadar yang sepantasnya.

Melalui Blogger Gathering ini juga, Pak Ozi biasa disapa berharap, bahwa blogger dapat memberikan kebenaran informasi agar tersebar merata dan masyarakat tidak salah kaprak menelan mentah-mentah informasi yang ada tentang MSG,” tutupnya mengakhiri sambutannya.
 
Food Blogger Umami Food Marathon bersama Ajinomoto foto bersama di kantor Ajinomoto [Foto: Dok Pri
Tak lama berselang, Brigita menggiring blogger untuk foto bersama di depan lobi sebelum naik bis untuk menuju salah satu destinasi kuliner Betawi. Ya, tujuan kami hari itu adalah salah satu tempat makan (kuliner) Betawi yang ada di jalan Pemuda No.72, Rawmangun, Jakarta Timur, bernama Warung Mak Dower.  

Joan Brigita, MC acara yang bikin petjah suasana [Foto: Dok Pri]


 WARUNG MAK DOWER
Pertama kali saya ke warung ini masih berada tidak jauh dari terminal Rawamangun, selang beberapa lama pindah ke jalan Pemuda. Warung ini memang sudah sangat dikenal oleh beberapa pesohor tanah air. Itu karena rasa penasaran mereka dengan nama-nama menu yang terbilang unik dalam tutur bahasa Betawi. Nama yang unik pun didukung cita rasa yang aduhai maaak… lezat!
 
Destinasi Umami Food Marathon bersama Ajinomoto pertama di Warung Mak Dower Pemuda [Foto: Dok Pri]
Warungnya relatif luas, tempat parkir lumayan banyak. Juga ada tempat lesehan, kalau dalam bahasa Betawi ngedeprok. Terdiri dari beberapa bagian, ada yang menggunakan pendingin udara dan tidak. Hmm… sesaat pas mata melihat cat bangunan, hampir di dominasi warna hijau muda atau hijau daun pisang.

Aih, begitu masuk, ane (pengganti kata saya dalam logat Betawi juga), disambut sama hidangan yang bikin tenggorokan turun naik, nelen liur. Bayangkan, pas melihat meja kayu panjang, sudah ditata sama lauk-lauk yang melambai-labai minta disentuh. Mungkin kalau itu lauk bisa ngomong, dia akan ngomong, “Abaang… sentuh aku, colek aku baang.” Ya kali ya kalau dipeluk  baju sama badan belepotan kuah.


GENJER CENTIL
Rasa penasaran dan perut yang juga sudah krecek krecek (bunyi piaraan) tak bisa saya tahan-tahan.  Sembari masih menahan ketawa dan lapar saat dikasih tahu nama-nama menu yang hadir di depan saya. Sebut saja Genjer Centil, baru dengar namanya saja sudah ngakak-ngakak. Di mana coba letak centilnya itu genjer? Mungkin, ketika saya mau nyendok, itu genjer lari-larian. Nah, genjer centil ini enak banget menurut saya. Ada perpaduan rasa yang sungguh nikmat di lidah. Campuran oncom, genjer, dan tauco mengantarkan aroma wangi tersendiri.
 
Genjer Centil Mak Dower, kelezatannya dari Ajinomoto [Foto: Dok Pri]
Sayur Genjer Centil ini cukup sulit diperoleh saat ini. Apalagi tumbuhan genjer hidup di air dan pematang sawah yang penuh air. Di Jakarta, relatif sulit mendapatkannya. Olahan sayur genjer centil ala Warung Mak Dower ini terlihat masih hijau dan dimasak tidak over cooked.

Hal itu terbukti ketika dimakan masih terasa crunchy (kress-kress-nya). Rasa gurih lebih menonjol. Perpaduan manis dan asin diseimbangkan dengan Ajinomoto dengan takaran pas, membuat Genjer Centil ini makin centil bermain di lidah saya.

GABUS PUCUNG
Menu selanjutnya yang memang Betawi punya adalah Gabus Pucung. Gabus Pucung ini jadi ciri khas banget di Warung Mak Dower karena Betawi punya. Kuah yang berwarna hitam kental dan gurih, daging ikan gabus yang tak terlalu besar dan lembut. Hitamnya kuah Gabus Pucung  itu berasal dari buah kluwak.

Kluwak, jika diolah tidak tepat, akan terasa pahit. Itu itu, memilih kluwak yang tua dengan tingkat kematangan pas, menjadi salah satu kunci pembuatan kuah Gabus Pucung. Jika Kluwak yang diperoleh masih setengah muda, kuah akan terasa pahit. Gabus Pucung ini menghadirkan cita rasa khas sangat Betawi. Mak Dower mampu mempertahankan cita rasa yang sudah ada sejak dulu.
 
Gabus Pucung Mak Dower, dari aromanya terbayang kelezatannya [Foto: Dok Pri]
Dalam tataran sajian kuliner Betawi, Gabus Pucung selalu dicari. Mak Dower, selalu memberikan tambahan Ajinomoto di dalam setiap masakannnya. Tetapi, dengan takaran yang pas dan tepat. Oleh karenanya, saya akan bilang, rasa Gabus Pucung ini tak pernah bohong. Gabus Pucung ini mampu mengikat rasa di lidah saya dan meninggalkan jejak di antara geligi, pencecap, dan tenggorokan.

JENGKOL NAMPOL
Menu selanjutnya adalah Jengkol Nampol. Mungkin ya, pas dicolek, jengkolnya marah-marah, terus nampolin orang-orang yang makannya. Hahaha… Ternyata, dibilang Jengkol Nampol ini karena sambal yang dibuat dari rawit merah yang dahsyat banget pedasnya. Bisa dower bibir saat makannya.

Jengkol (Archidendron pauciflorum) atau sinonim Archidendron jiringa, Pithecellobium jiringa, dan Pithecellobium lobatu. Jengkol, mengeluarkan bau yang khas. Ada yang memang sangat suka dan tidak. Olahan jengkol ini telah beredar tak hanya di Indonesia, tapi menyebar ke Malaysia, Thailand, juga Filipina. Jengkol Nampol Mak Dower memberikan cita rasa tersendiri.
 
Jengkol nampol Mak Dower, dahsyat! [Foto: Dok Pri]
Kalau dilihat, proses pembuatannya tak terlalu rumit. Jengkol direbus hingga empuk kemudian digeprek agak gepeng. Lantas digoreng sebentar, setelahnya disiram kuah sambal yang sudah dimasak tumis. Mencicipi kuah sambalnya saja ujung lidah saya sudah menjulur-julur, saking pedasnya. Jengkol Nampol Mak Dower ini mampu mendowerkan lidah, bibir, dan meluluhlantakkan pertahanan Apollo 11 saya (baca cairan kental yang keluar dari hidung… repot banget ya mau bilang ingus J).  
Asli, ini jengkol benar-benar nampol-nampolin saya punya mulut dan bibir. Brigita dalam celetukannya pun sempat berkomentar, “Gilaa ini jengkol, bikin mulut gue dower, endolita bambang (dalam bahasa dia = enak banget) ha ha ha ha…

PECAK BANDENG
Next menu yang singgah di lidah saya adalah Pecak Bandeng. Saya pikir tadi Pe (n) cak Silat, eeh. Nah, Ikan bandengny ini ga ada duri, itu hebatnya di Mak Dower (mungkin sudah dicabuti satu-satu kali ya). Begitu saya cuwil, ga kelihatan ada duri di daging ikannya sedikit pun.
 
Pecak Bandeng Mak Dower, lekker! [Foto: Dok Pri]

Rasa pecaknya, wooow! Irisan bawang merah, tomat hijau, cabe rawit, terasi, dan air asam yang berasal dari buah segar asam benar-benar memberikan cita rasa berbeda. Saya menemukan kuliner Betawi, selain unik namanya unik juga rasanya. Ikan Bandengnya pun meski sudah digoreng tapi tak berbau amis atau bau tanah. Benar-benar enak dan lembut juga tidak hancur.

Warna ikan yang digoreng pun perfect. Golden brown sempurna. Tatakan sajiannya pun khas beralas daun pisang dengan piring model Betawi punya. Selain garnish bawang, tomat, cabe rawit merah, dan kuah air asam yang semuanya dicampur jadi satu itu tadi, sajiannya terlihat cantik dan menggoda. Satu cita rasa kuliner Indonesia (Betawi) yang tak akan hilang dari ingatan saya sebagai food lover juga food blogger. Cita rasa yang memberikan gelitik rindu di antara gigi geligi dan ruang cerna.

Agh, Pecak Bandeng, dirimu sungguh-sungguh mampu merontokkan seluruh indera perasaku. Apalagi saya penggemar berat ikan. Ini menjadi menu paling enak yang pernah saya jumpai.


TUTUT NGIBRIT
Dari Pecak Bandeng saya beralih ke Tutut Ngibrit. Ya, Tutut atau keong yang biasa hidup di sawah punya kandungan protein cukup tinggi. Tutut Ngibrit ini sudah dipotong bagian belakangnya agar bersih saat dikonsumsi.

Tutut atau Pila ampullacea  sebagai siput air yang banyak ditemukan di air tawar, seperti  sawah, aliran parit, dan danau. Hewan bercangkang ini dikenal pula sebagai keong gondang, siput sawah, siput air, atau tutut. Bentuk keong sawah agak menyerupai siput murbai, yang masih berkerabat, tetapi keong sawah memiliki warna cangkang hijau pekat sampai hitam.
 
Tutut ngibrit Mak Dower, awas jangan ngibrit [Foto: Dok Pri]
Keong sawah atau Tutut punya kandungan gizi tinggi, menurut Positive Deviance Resource Centre—khasiatnya--karena keong sawah mengandung protein 12% , kalsium 217 mg, rendah kolesterol, 81 gram air dalam 100 gram keong sawah, dan sisanya mengandung energi, protein, kalsium, karbohidrat, dan fosfor.

Kandungan vitamin pada Tutut cukup tinggi, didominansi vitamin A, E, niacin, dan folat. Tutut juga mengandung zat gizi makronutrien berupa protein dalam kadar yang cukup tinggi pada tubuhnya. Berat daging satu ekor Tutut dewasa dapat mencapai 4-5 gram.

Selain makronutrien, Tutut juga mengandung mikronutrien seperti mineral, terutama kalsium yang sangat dibutuhkan manusia. Dengan pengelolaan yang tepat, Tutut dapat dijadikan sumber protein hewani bermutu dengan harga yang jauh lebih murah dari daging sapi, kambing, atau ayam.

Tutut Ngibrit ini memberikan sensasi tersendiri saat disedot. Ya, salah satu  teknik memakan Tutut adalah disedot agar dagingnya keluar. Saat mau disedot, Tutut Ngibrit (Betawi = kabur/lari). Rasanya gurih dengan daging yang agak kenyal tapi menyehatkan. Ah Tutut!

UDANG LENJEH
Lenjeh (bahasa Betawi sama dengan genit atau centil. Kategori nama makanan ini benar-benar unik. Lenjehnya udang karena digoreng lantas ditaburi bawang goreng dan petai yang digoreng asal. Udangnya bukan dari ukuran udang besar, tetapi udang pacet (ukurang sebesar jari telunjuk).
 
Udang lenjeh Mak Dower, lenjeh udangnya dower petenya [Foto: Dok Pri]
Rasa udangnya tidak terlalu asin. Hadirnya bawang goreng dan petai menjadi spesial di antara gorengan udang. Crunchy bawang goreng dan nikmatnya petai jadi kolaborasi rasa yang menawan. Perpaduan sensasi rasa yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata.

Udang Lenjeh Mak Dower, bisa jadi lenjeh karena bumbu yang simpel tapi rasanya nempel di lidah. Bagaimana tidak, gigitan pertama belum selesai, buru-buru untuk menggigit udang berikutnya. Ah… lenjeh bener nih udang!

CUMI LENONG
Saya pikir, cumi main lenong, hahaha… Ini jadi satu menu tersendiri dalam kulinari saya hari itu. Cumi yang dipotong-potong kecil, dimasak kuah dengan irisan tomat merah, daun bawang, dan bumbu-bumbu lainnya.

Cuminya lembut dan tidak liat dengan bumbu yang meresap. Kuahnyanya juga enak dan tak buat enek di perut. Teknik memasak cumi yang cukup baik terlihat dan terasa dari cita rasa daging cumi itu sendiri. Selera terbit tatkala cumi lenong ini menggoda saya untuk menjamahnya.
 
Cumi lenong Mak Dower, rasa tak pernah bohong [Foto: Dok Pri]

Dengan kuah gurih dan nasi hangat, waaw, bisa nambah berkali-kali. Ya, komposisi bumbu yang tepat ditambah cita rasa umami seasoning di masakan Mak Dower ini mampu menghadirkan rasa yang sempurna. Cumi lenong, cara enak menikmati cumi di Mak Dower dengan gempuran nasi putih & teh tawar hangat juga tetap bisa jaga kesehatan.  

CUE NGACIR
“Baaang… stoop! Jangan ngaciiir baang…!” Eiitss… Menu satu ini memang cuek-cuek butuh menurut saya. Mau-mau nggak-nggak. Mau ngacir tapi minta di mamah. Ya, Cue Ngacir, ikan Cue goreng dengan taburan bawang goreng yang chrispy pula. Memang cocok untuk teman makan siang juga malam kita.
 
Cue Ngacir Mak Dower, aromanya menggoda selera [Foto: Dok Pri]
Daging Ikan Cue ini khas dalam ranah kuliner Betawi. Memang cocok dimakan dengan sayur asem. Itu, kalau pengantin sudah sangat serasi dan “Endolita bambang,” kata Joan Brigita (endolita bambang = enak banget). Ahh… bahasa ini bisa juga menaikkan selera makan saya selain lauknya yang cumey (cucok meyoong…) aah, entah apalah istilah yang Brigita ini berikan, tetapi mampu membuat lapar saya tak tertahankan

Ngacirnya Cue ini pas dagingnya mau dirobek, berasa banget lari sana lari sini seolah-olah mau kabur dari sergapan garpu dan sendok. Namun, jari jemari memang lebih ampuh mengalahkan Cue Ngacir dibanding sendok dan garpu tadi.

JAMBAL TULANG SEWOT
Jambal ini sebagai ikan asin paling enak. Tapi, untuk menu yang satu ini memang terbilang bikin sewot yang makan. Sewot banget ketika lagi asyik-asyik makan, kegigit tulang. “Udeh tulang, pedesnya kagak ketulungan,” makin-makin sewot. Asinnya Jambal Tulang ini tak begitu, masih dalam tataran rasa yang kena di lidah.

Ini menjadi ciri khas Mak Dower punya rasa dan selera. Tak bisa dipungkiri, siapapun yang datang ke Mak Dower dan pesan menu ini, dijamin balik lagi. Kesewotan Jambal Tulang ini buat orang “sewot” untuk lahap makan. Meskipun tulang ya, tapi daya tariknya tetap saja menggoda. Tulang yang masih ada sisa-sisa daging ikan yang nempel.
 
Tulang Jambal Sewot, bikin sewot yang makan [Foto: Dok Pri]
Di situlah seni makan Jambal Tulang Sewot. Bisa jadi juga, saat coba untuk makannya, mulut sempat menggerutu. “Yaah, kena tulang deh, padahal masih ada sisa daging.” Mak Dower tahu  mengolah rasa dengan daya tarik tersendiri. AJI-NO-MOTO memberi  ruang gerak untuk Mak Dower bereksplorasi rasa hingga pada batas yang diingini.

Tulang Jambal Sewot menjadi semacam anugerah terindah untuk saya. Bagaimana tidak, di tengah kota metropolitan, masih ada sisa ruang untuk menorehkan rasa melepas rindu “kampung” yang melanglang di tengah kota besar bernama Jakarta. Ada setangkai rindu pada Jambal Tulang buatan almarhumah Ibu dengan rasa yang tak kalah berselera. Tulang Jambal Mak Dower, memberi cerita baru untuk saya berkabar.

ES ONDEL-ONDEL
Siapa yang belum pernah lihat ondel-ondel? Kalau orang-orang yang tinggal di Jakarta, Ondel-Ondel bukan barang langka. Ya, Betawi, salah satu ikon yang identik dengannya adalah ondel-ondel. Terkadang, ondel-ondel ini dibawa untuk dikenalkan ke masyarakat Jakarta tengah kota, bahwa ondel-ondel masih hidup, dengan kata lain, “ngamen”.
 
Es Ondel-Ondel... siap ngibing [Foto: Dok Pri]
Lupakan ondel-ondel ngamen, sekarang saatnya menikmati ‘ngamen’ di Mak Dower dengan Es Ondel-Ondelnya. Es Ondel-Ondel ini, berisi tape, cincau hitam, jeli merah dan hijau. Layaknya ondel-ondel yang didandani dengan  nuansa kaya warna. Rasa manis yang pas dengan paduan gula (bisa gula jawa dan gula putih).

Es Ondel-Ondel ini memberikan sebentuk cinta pada saya ketika wadah cerna perlahan terisi sudah. Dalam balutan manis yang menggairahkan pencecap untuk segera menyeruput habis. Tuntas!


AJI-NO-MOTO, KATA SIAPA BUAT BODOH?


dr. Dyah Eka (kiri), Ari Galih (tengah), & Bpk Fahrurozi (kanan) [Foto: Dok Pri]

Icip-icip saya masih berlanjut, tapi kali ini icip-icip talkshow bersama Dokter Dyah Eka sebagai ahli dan dokter gizi, Ari Galih seorang Chef ternama yang sudah malang melintang di dunia kulinari, dan Pak Fahrurozi, Head of Public Relation Division Ajinomoto.
 
Bapak Fahrurozi, Head of PR Division PT Ajinomoto Indonesia [Foto: Dok Pri]

Bicara MSG (Monosodium Glutamat), banyak orang memberi stigma negatif untuknya. Orang-orang mengecap dan mengatakan, bahwa kalau mengonsumsi micin, vetsin, atau MSG bisa kena kanker otak dan bisa jadi bodoh. Akan tetapi, hal itu dibantah oleh dokter Dyah selaku dokter gizi yang ahli di bidangnya. “Kita boleh menggunakan penyedap rasa, tetapi dengan takaran tertentu dan tidak berlebihan. MSG juga diperlukan oleh tubuh,” jelasnya.
 
PT Ajinomoto Indonesia, Sunter, Jakarta [Foto: Dok Pri]
Nah, kalau diperhatikan dan dicermati dengan saksama, seluruh masakan di Warung Mak Dower menggunakan Ajinomoto, sebagai salah satu bumbu penyedap yang membuat masakannya lebih enak dan nikmat. Tetapi, Mak Dower tahu takaran dan batas-batas pemakaiannya.
 
Beberapa produk PT Ajinomoto Indonesia [Foto: Dok Pri]
Di dalam Ajinomoto tersebut terdapat umami (rasa) yang dikenal dengan MSG (Monosodium Glutamat). Nah, MSG ini merupakan garam natrium dari asam glutamat dengan rumus molekul C5H8O4NnaO4. Komponen yang menyusunnya terdiri atas 78% asam glutamat (asam amino non esensial), 12% natrium/sodium, dan 10% air (mineral). Molekul sodium itu sendiri dipakai untuk membuat stabil molekuk glutamat, sedangakan asam glutamat untuk membuat rasa menjadi lebih sedap.
 
Hasil masakan Chef Ari Galih [Foto: Dok Pri]
Ilmuwan mengatakan, glutamat itu merupakan “umami” yaitu biasa untuk menyebut rasa kelima yang bisa dirasakan oleh indera pencecap manusia, selain asin, manis, pahit, serta asam. Rasa umami dan pemakaian MSG sudah berlangsung lama  sebagai bahan tambahan makanan terutama untuk masakan Asia, di China. Jika ditilik lebih jauh, glutamat tak mempunyai rasa, tetapi dapat meningkatkan rasa lain dan membuat masakan jadi lebih gurih.

Pada 1960-an, semakin banyak orang yang membicaakan tentang MSG, dan lebih familiar dengan nama “Sindrom Restoran China”. Berdasarkan penelitian selama 40 tahun terakhir, diduga ada orang yang memang sensitif terhadap MSG. Derajat sensitivitasnya berbeda-beda.

Dalam satu penelitian, orang yang mengonsumsi MSG 3 gr di satu sajian makanan lebih banyak mengeluh pusing, otot tegang, wajah memerah, dan semutan. Disebutkan pula, kebiasaan konsumsi MSG jangka panjang dapat meningkatkan tekanan darah. MSG dituding juga sebagai penyebab obesitas. Akan tetapi, semua itu belum dikonfirmasi. Untuk orang-orang yang tidak punya dampak negatif terhadap reaksi MSG, belum ada bukti ilmuah kuat dari dampak buruk penggunaan MSG. Jadi, generasi micin itu tidak benar!

Jadi, menurut Dokter Dyah,”Dari negeri asalnya (Jepang), MSG sering dipakai untuk penambahan masakan, karena ada rasa gurih. Efek rasa gurih ini akan meningkatkan nafsu makan.”

Sementara, Chef Ari Galih, basic masaknya dari Western Food, taste yang dibuat berdasarkan Western Taste. Masak sejak tahun 1998 memang tidak menggunakan MSG karena Western Food.
 
Chef Ari Galih, Chef "Jari" [Foto: Dok Pri]
“Jadi, kita mesti bisa membedakan, kenapa ada Ajinomoto di Asia dan orang-orang bule tidak menggunakan. Orang-orang bule tidak menggunakan MSG karena lidah mereka sudah terbiasa dengan yang namanya butter. Mereka sudah dapat memproses susu menjadi margarin dan butter. Untuk orang bule, itulah penyedapnya,” urai Ari.

“Orang-orang bule pun sangat percaya dengan kaldu. Mereka membuat stok kaldu, seperti kaldu dari tulang. Tetapi, bila dilihat dari sisi makanan, orang-orang bule kurang variasi makanan. Beda sama orang Indonesia, apa saja bisa diulek dan enak. Ada lengkuas, kunyit, bawang merah, bawang putih. Ini yang membedakan orang Asia dan Bule. Jadi, jangan pula ujuk-ujuk  bilang MSG itu tidak boleh, bisa buat orang stupid, bisa buat orang jadi sakit. Berdasarkan jurnal yang saya lihat, belum ada orang bodoh makan MSG. Dia bodoh tidak makan MSG karena tidak makan ikan dan ayam,” jelas Ari panjang lebar.

MSG ini sudah ada sejak zaman Romawi melalui fermentasi ikan. Sementara, orang Jepang yang menemukannya, mereka menggunakan seaweed (rumput laut)/kombu. Jangan pernah menyudutkan pemakai MSG, karena pemakai terbesar justru orang Jepang, China, dan Skandinavia. Orang bule (Skandinavia) memakai MSG karena mereka mencari after taste.

Ari Galih pun memberi tips memasak. Orang Indonesia tetap mengedepankan Indonesia taste, seperti penggunaan bumbu dapur (rempah-rempah). Rempah-rempah di masakan Indonesia itu mesti keluar. Jadi, ketika lagi masak semua akan berproses. Ketika proses itu sedang berlangsung, jangan dulu diberi MSG, rasakan dulu pertama kali. Masakan itu mesti bervariasi. After taste-nya sebagai penyeimbang rasa barulah kita pakai Ajinomoto. “MSG itu lebih baik dipakai sesuai takaran”, tutur Ari.

Ajinomoto berbahan dasar tebu. Penemu MSG adalah seorang profesor Jepang bernama Kikunae Ikeda seorang ahli kimia. Sebelum menemukan MSG sang profesor belajar di Jerman. Di Jerman, Kikunae banyak menjumpai dan mencicipi makanan Eropa. Akan tetapi, menurutnya ada satu makanan yang enak.

Sekembalinya ke Jepang, dia mulai mempelajari hal yang mengganggu pikirannya tersebut. Hal yang tidak disengaja, ketika makan malam, sang istri mempersiapkan sup. Ternyata, rasa sup yang dimakannya, sama seperti rasa sup ketika dia makan di Jerman.

Menurutnya, di sup itu ada sesuatu (unsur) yang sama sekali belum diketahui orang-orang sehingga makanan menjadi enak. Dari hasil risetnya dia menemukan ada unsur asam amino yang bernama glutamat.

Orang Jepang, ketika masak sup, biasanya ditambah dengan kombu. Di dalam kombu inilah banyak sekali ditemukan glutamat. Karena Kikunae seorang peneliti, tetapi tidak dapat berbuat banyak, hingga dia bertemu seorang pengusaha, bernama Suzuki.
Suzuki ini memiliki perusahaan di Jepang. Akhirnya, Kikunae Ikeda berbagi paten dengan Suzuki dari hasil risetnya dengan kombu. Kikunae menjual patennya dan mengembangkan hasil penemuannya itu.

Nah, Suzuki mengeluarkan produk secara besar-besaran dengan nama Ajinomoto. Jadi, Aji-No-Moto itu artinya sumber rasa. Sumber rasa yang enak ada di Ajinomoto. Jadi, penggunaan Ajinomoto dalam masakan itu tidak salah. Asal dengan takaran yang sesuai dan tidak berlebihan.  

“Jadi, kalau ada yang mengatakan, kita tidak pernah makan MSG, sementara di krupuk ada, saos ada, bakso juga ada—itu bohong banget”, ucap Pak Faharurozi.

Jadi, stigma generasi micin adalah generasi bodoh, bodoh karena MSG, ini sebagai stigma salah dan menyudutkan, digembar-gemborkan sehingga menjadi berita viral dan diyakini kebenarannya.

Nah, di BPOM sendiri MSG ada namanya, yaitu Food Enhancer (penambah rasa). “Kalau memang sudah cocok dan pas rasa yang diperoleh, tidak usah ditambahkan lagi”, lanjut Pak Rozi, biasa Bapak Fahrurozi disapa.



GABUS PUCUNG PECAK BANDENG BERSUA RASA ARI GALIH

Gabus Pucung menjadi  satu dari sekian banyak makanan favorit Betawi yang dicari banyak orang. Bahan dasar ikan gabus yang dibersihkan sisiknya dan diberi perasan air jeruk nipis untuk menghilangkan bau amis. Irisan bawang merah dan bawang putih, kluwak yang sudah tua digiling halus, ketumbar, bumbu rahasia, gula, garam, daun jeruk, Ajinomoto, kunyit, tomat, daun kemangi, irisan ketimun, juga serai.
 
Bahan-bahan pembuatan Gabus Pucung masakan Betawi [Foto: Dok Pri]
Bawang merah, bawang putih, ketumbar, dalam racikan tangan Chef Ari diulek hingga halus. Sementara kuali berisi minyak dipanaskan. Setelah semua bumbu siap, ditumis hingga matang, tambahkan air hingga mendidih, dan masukkan seluruh bahan yang ada, termasuk ikan gabus. Sekitar 15 menit dan menjelang matang tambahkan gula, garam, dan Ajinomoto, angkat. Kemudian, garnish dengan irisan cabe hijau besar, daun kemangi, dan irisan tomat. 


Kepiawaian Chef Ari Galih mengolah bumbu [Foto: Dok Pri]

Pecak Bandeng pun tak kalah seru dalam racikan Chef Ari Galih. Dengan bumbu bawang meah, tomat hijau, cabe rawit merah, jahe, kencur, terasi, dan air asam dari buah asam yang masih segar telah dipersiapkan.
 
Bahan-bahan Pecak Bandeng [Foto: Dok Pri]
Bawang merah diulek seperlunya, tambahkan jahe dan kencur, terasi, cabe rawit merah, masukkan irisan tomat, perasan  jeruk limau, dan air asam. Untuk mendapatkan rasa yang diinginkan, tambahkan garam, gula, dan Ajinomoto.
 
Chef Ari Galih dengan menu Gabus Pucung & Pecak Bandeng [Foto: Dok Pri]
Siramkan ke atas bagian ikan Bandeng yang sudah digoreng tanpa duri. Pecak Bandeng Mak Dower ini begitu simpel dan mudah dibuat. Apalagi, bumbu dasar mudah diperoleh dan banyak yang jual di pasar.


Soto Betawi Haji Husen Manggarai: Rela Antri Demi Soto Seporsi

Salah satu menu paling laris di menu Betawi itu adalah Soto. Nah, soto yang satu ini memang “paling” dicari orang. Letaknya di Manggarai, tak jauh dari Pom Bensin Manggarai menuju ke arah Jalan Padang Panjang. Soto ini ternyata sudah lama melegenda. Orang-orang sudah tak asing dengan keberadaan Soto H. Husen ini. Ini merupakan soto yang memang khas Jakarta punya dan sangat terkenal.
 
Soto Betawi Haji Husen Manggarai [Foto: Dok Pri]
Mendapatinya pun tak sulit. Posisinya persis di pinggir jalan yang agak menyempit. Tepat di depannya banyak parkir mobil. Nah, di situlah Soto H. Husen berada. Karena terkenalnya tempat ini, tak pernah sepi dari pengunjung. Lebih baik, untuk dapat menikmati seporsi soto datang lebih awal.

Suasana jam makan siang [Foto: Dok Pri]
Sebelum bukan, warung soto ini sudah dipenuhi antrian panjang orang-orang yang ingin tahu rasanya. Kapasitasnya tempat duduknya tidak begitu banyak, jadi mesti pergi sebelum jam makan siang. Antrean pun bakal panjang manakala jam makan siang datang. Banyak orang yang ingin mencecap rasa di soto ini.
 
Saat pelanggan menunggu antrian [Foto: Dok Pri]
Ada satu yang unik di warung Soto Betawi H. Husen ini. Apabila daging soto atau jeroan soto yang dikeluarkan sudah habis sebelum waktu tutup, empunya tidak akan pernah mau nambah lagi. Habis ya habis.
 
Melihat proses peracikan soto secara langsung [Foto: Dok Pri]
Perjalanan kuliner saya bersama Umami Food Marathon Ajinomoto menuju Soto Betawi Haji Husen menjelang makan siang. Saat tiba, tempat sudah full terisi. Ditambah lagi udara panas membekap tubuh. Tiba-tiba hujan deras mengguyur. Ah, ini membuat saya semakin berselera.
 
"Terima kasih, selamat datang kembali," ucapan ramah sang penjaga [Foto: Dok Pri]

Namun sayang, daging soto sudah habis, yang tersisa hanya jeroan. Daripada tidak mencicipi sama sekali, jeroan pun jadi. Segelas es jeruk dan satu porsi Soto Betawi H.Husen berisi jeroan, tak lama datang ke hadapan.

Melihat penampakan pertamanya, sangat menggiurkan. Saya coba cicipi kuah sotonya. Rasanya gurih dan seimbang. Daging jeroannya pun tak alot bahkan lembut dan lepas saat digigit.

Paduan kuah soto yang berasal dari santan dan campuran susu bubuk ini membuat lidah saya bergoyang  manja. Benar-benar tak memuat enek di perut dan mulut. Taburan bawang goreng, daun bawang, irisan tomat, dan emping, menambah cita rasa soto. Di sini, Ajinomoto dengan takaran pas meningkatkan selera dan cita rasa makan saya.

Ya, rasa tak pernah bohong. Soto Betawai Haji Husen menambah deret panjang kuliner Betawi yang melegenda. Sederhana memang, tapi rasanya luar biasa.  Oya, kita bisa memilih isian soto. Bisa daging atau jeroan saja, atau campuran keduanya. Porsinya pun lebih banyak kalau kita ingin pesan soto istimewa yang dipunyai Haji Husen. 

Penampakan Soto Betawi Haji Husein [Foto: Dok Pri]

Dagingnya empuk. Perasan jeruk limau mampu menambah cita rasa, pun acar ketimun dan wortel yang tersaji di meja. Haji Husen, sotonya mampu mengalihkan pandangan saya.  Saya perhatikan, meski hujan turun, tetapi orang-orang yang makan pada bercucuran keringat. Mungkin nih, di situ letak seninya makan Soto Betawi H. Husen ini.Satu porsi Soto dan nasi dihargai 35 ribu rupiah. Worth it!



Kampung Budaya Betawi Setu Babakan,
Bir Pletok Menghangatkan Kerak Telor Menggairahkan


Eleganitas Kampung Budaya Betawi Setu Babakan [Foto: Dok Pri]
Kampung Budaya Betawi Setu Babakan menjadi akhir destinasi saya bersama Umami Food Marathon Ajinomoto. Setu, dalam bahasa Betawi artinya danau. Setu Babakan atau danau Babakan terletak  di Jagakarsa, Srengseng Sawah, Jakarta Selatan. Tempat ini menjadi salah satu cagar budaya untuk melestarikan dan memajukan seni dan budaya Betawi—tempat penduduk asli Jakarta tinggal.

Pemandu wisata di Kampung Budaya Betawi memberi penjelasan [Foto: Dok Pri]

Kedatangan saya ke tempat ini juga mencari lebih jauh cerita asal muasal hidangan dan minuman khas Betawi, kerak telor dan bir pletok. Selain juga ingin menyaksikan seni dan pertunjukkan budaya Betawi. Saya juga mendapati rumah adat, beberapa makanan Betawi, dan motret di pinggir danau.  

Setu atau Danau Babakan, Jagakarsa, Srengseng Sawah, Jakarta Selatan [Foto: Dok Pri]

Saat tiba dan masuk ke perkampungan Betawi ini, rombongan disambut oleh pemandu wisata Kampung Betawi. Pemandu (guide) tersebut menjelaskan tentang keberadaan tempat itu. Nah, cerita punya cerita, Kampung Budaya Betawi ini diresmikan pada 2004, bertepatan dengan ulang tahun Jakarta ke-474. Kampung ini memang masih mempertahankan dan melestarikan ciri khas budaya Betawi, contohnya bahasa (obrolan), tarian, musik, juga bangunan rumah.

Saat Sutiyoso menjabat Gubernur DKI Jakarta, tempat ini diresmikan. Mengapa Setu Babakan? Pernah ada rencana untuk membuat Condet, Jakarta Timur menjadi kawasan Cagar Budaya Betawi, akan tetapi batal karena seiring bergulirnya waktu, kampung Condet luntur dari Budaya Betawi. Nah, dari sinilah Pemprov melihat, bahwa Setu Babakan masih potensial sebagai cagar budaya Betawi yang kental dengan adat dan budaya Betawi untuk terus dipertahankan.

Rumah Betawi di Kampung Budaya Betawi [Foto: Dok Pri]

Tak salah memang, Setu Babakan pun pernah menjadi pilihan Pacifik Asia Travel Association (PATA) untuk tempat kunjungan wisata peserta PATA di Jakarta pada Oktober 2002. 


Food Blogger Umami Food Marathon bersama Ajinomoto di Kampung Budaya Betawi [Foto: Dok Pri]

Banyak hal istimewa di Setu Babakan ini. Danau yang dijaga dengan bersih dan rapi. Udara di lingkungan Setu juga masih segar dan asri, karena terjaga dengan baik. Pohon-pohon rindang tinggi menjulang membuat sejuk dan indah pemandangan. Ketenangan rasa dan jiwa pun saya dapatkan. Di Kampung Budaya Betawi Setu Babakan ini, masih banyak tempat-tempat makan (warung) yang  berjualan makanan khas Betawi. Saya sempat melihat kerak telor, bir pletok, laksa, arum manis, soto betawi, nasi uduk, dan sebagainya. 

TARI NYECEK TAPAK
Sesaat kedatangan kami disambut dengan tarian Betawi “Nyecek Tapak”, yang dibawakan oleh lima orang dara cantik. Dengan gerakan lemah gemulai, saya memerhatikan dengan semangat. Ternyata, Betawi saja banyak ragam tarian yang dimiliki. Mungkin, kalau dikumpul-kumpulkan, ragam tarian Betawi ini ada ratusan lebih. Ini baru Betawi, belum lagi daerah-daerah di Indonesia lainnya.


Tari Nyecek Tapak, salah satu kesenian tradisional Betawi [Foto: Dok Pri]


BATIK BETAWI
Usai menyaksikan tari Nyecek Tapak, kami menuju tempat pembuatan batik Betawi. Lokasinya masih di dalam lingkungan Taman Budaya Betawi. Bicara batik, tak melulu identik dengan batik Jawa. Tetapi, Betawi juga punya. Batik Betawi punya warna cerah dan mencolok, hal itu sesuai dengan karakter orang Betawi yang ceria. Motifnya, banyak diambil dari lingkungan sekitar. Contohnya Ancol, juga makanan seperti kembang goyang & akar kelapa, serta ciri khas Betawi itu sendiri, yaitu ondel-ondel.




Perempuan-perempuan Betawi pejuang batik [Foto: Dok Pri]

Dilihat dari proses pembuatannya, ada batik tulis juga batik cap. Batik tulis, proses pengerjaannya dapat menghabiskan waktu hingga tiga bulan, sementara itu batik cap hanya perlu waktu tiga hari saja. 





Dalam balutan goresan keindahan, batik Betawi lahir dari tangan terampil [Foto: Dok Pri]
Harga satu lembar batik tulis Betawi mulai 500 ribu rupiah hingga jutaan rupiah, tergantung lama tidaknya pengerjaan dan jenis motif yang dibuat. Batik capnya sendiri dihargai 135 ribu rupiah hingga 500 ribu rupiah, tergantung motif. Warna-warna yang dihasilkan semuanya diambil dari warna alam. Seperti kayu secang, tingi, tegeran, juga indigo.



BIR PLETOK dan KERAK TELOR

BIR PLETOK
Bagian ini yang saya tunggu-tunggu pembuatan bir pletok dan kerak telor. Kenapa disebut bir pletok? Bir pletok atau anggur orang barat, bir tanpa ada kandungan alkohol dan tidak memabukkan.


Kayu Secang, salah satu bahan pembuatan bir pletok [Foto: Dok Pri]

Bir Pletok sebagai minuman yang dapat menghangatkan badan. Bahannya terdiri atas rempah-rempah asli Indonesia. Seperti cabe jawa, lada hitam, kapulaga, cengkeh, kayu misoyi, pala, kayu manis, pandan, daun jeruk, serai, jahe iprit, jahe besar, kayu secang, gula, garam, dan daun pandan.

Kayu secang, sebagai bahan yang menghasilkan warna merah ketika dipanaskan. Meski namanya bir, tapi tidak berbahaya dan tidak memabukkan. Itu karena bir pletok tak mengandung alkohol. Ketika saya perhatikan dengan saksama, minuman ini mirip “Wedang Uwuh” yang ada di Yogyakarta dan Solo. Hanya saja, wedang uwuh tidak menggunakan pala, lada, dan juga cabe jawa.








Bahan-bahan Bir Pletok [Foto: Dok Pri]
Orang-orang Betawi, biasanya mengonsumsi bir pletok di malam hari yang dingin. Karena bir pletok mampu menghangatkan. Dulu, ceritanya di zaman penjajahan, banyak sekali orang-orang Betawi yang ingin mencoba minum bir ala-ala orang bule. Bir orang bule tak baik untuk kesehatan, selain dapat membuat orang mabuk, juga bertentangan dengan ajaran agama. Orang Betawi sangat taat dengan ajaran agama Islam yang dianutnya.

Dari situ, sebagian orang-orang Betawi mulai berpikir, bagaimana bisa minum bir, tidak memabukkan, tidak bertentangan dengan ajaran agama, tetapi menyehatkan. Alhasil, terciptalah satu minuman bir yang enak, nikmat berkhasiat menghangatkan badan dan punya peranan dari sisi kesehatan lainnya.







Kompleksitas bahan bir pletok [Foto: Dok Pri]
Pletok yang ada pada bir ini ternyata ada tiga anggapan, bunyi pletok yang berasal dari bambu karena ada campuran bahan lain, beradunya es batu dengan wadah tempat bir hingga keluar bunyi pletok, dan bunyi pletok dari kayu secang, mungkin saat kayu secang dipatah-patah, terdengan bunyi pletak-pletak.


KERAK TELOR
Ya, kerak telor  menjadi salah satu dari sekian  banyak makanan favorit yang ada di Kampung Budaya Betawi. Bahan dasar kerak telor adalah beras ketan. Beras ketan direndam selama 12-15 jam, kemudian dicuci bersih dan ditiriskan. Kemudian telor, garam, Ajinomoto, serundeng, bawang goreng, ebi halus, juga lada putih.

Bahan dasar pembuatan kerak telor [Foto: Dok Pri]

Proses pembuatannya tak perlu waktu lama. Ketan dimasak dalam wajan kemudiah dipipihkan hingga rata. Masukkan satu butir telur, garam, ajinomoto, ebi, lada putih, serundeng, dan aduk rata sambil dibuat bentuk bulat yang agak lebar. Diamkan sebentar, jika adonan terasa sudah lengket, kerak telor di balik untuk mematangkan bagian atasnya.

Beras ketan, salah satu bahan pembuatan kerak telor [Foto: Dok Pri]

Selang beberapa menit (3-6 menit) balik kerak telor dan lihat, apakah permukaan atasnya sudah berwarna kuning kecokelatan atau belum. Kalau sudah berwarna kuning kecokelatan, artinya kerak telor sudah matang. Selanjutnya bubuhi serundeng yang dicampur ebi dan taburan bawang goreng.

Kerak Telor bersama penyedap rasa [Foto: Dok Pri]

Ya, kerak telor ini menjadi filosofi hidup orang Betawi. Ketan sebagai ketegasan seorang  pemimpin. Telor, mengikat dan menyatukan. Teknik memasak juga mesti memperhatikan waktu. Kalau telur dan ketan langsung di balik dan dipanggang, sementara belum matang, akan berantakan dan hancur. Jadi, pemimpin perlu kesiapan yang matang. Pun tidak perlu lama-lama untuk jadi pemimpin, ditakutkan tidak enak, justru akan dibuang. Sementara, bumbu lainnya, cara berdinamika. Nah, pilih  bir pletok atau kerak telor? Kembali kepada Anda.

Pak Udin, penjual kerak telor [Foto: Dok Pri]

Destinasi Umami Food Marathon Ajinomoto saya berakhir di kerak telor dan bir pletok. Semoga, hal ini membawa dampak nyata dalam kehidupan sehari-hari untuk mempertahankan adat dan budaya yang terus dapat terjaga untuk cucu saya kelak. Jadi, seluruh makanan yang dimasak menggunakan Ajinomoto, itu aman. Ajinomoto bukan hantu yang menakutkan. Dengan takaran yang tepat, semua bisa nikmat. So, jangan takut menggunakan Ajinomoto untuk tambahan bahan masakan kita. Ingat! Ajinomoto tidak bikin bodoh!

Jadi, seharusnya, istilah generasi micin itu tak perlu disebut-sebut. Konotasi negatif tentang micin menjadi-jadi. Karena generasi micin itu diidentikkan dengan perbuatan yang bertentangan moral. Padahal micin tidak salah apa-apa. Itulah, cap buruk MSG muncul dari tulisan Dr. Ho Mon Kwok pada 1968. Dia menulis  surat ke New England Journal of Medicine tentang sindrom restoran China. 

Apa yang dia tuliskan tentang mati rasa yang dialami di bagian leher belakang dan menyebar hingga ke lengan dan punggung, lemas, juga berdebar-debar setiap makan di restoran China (Chinese Syndrom Restaurant). Dia sempat menduga kalau hal ini berasal dari kecap dan anggur. Namun, Kwok yang pertama kali mengenalkan istilah itu sesungguhnya tidak mengidentifikasi MSG atau bahan masakan apapun sebagai penyebab Sindrom Restoran China. Ya, sayang memang, surat itu telanjur viral  hingga MSG mendapat cap negatif seakan-akan benar. 

Cermat-cermatlah membaca dan menyebarkan berita. Jangan main sebar dan langsung ambil kesimpulan. Teliti terlebih dahulu. Jika dirasa tidak benar tanyakan pada ahlinya.
Tahu, kan sekarang bahwa MSG itu sebenarnya bukan biang kebodohan? Semoga  bermanfaat ya ulasan ini.  Salam Budaya!