Rasa lezat, hidup sehat, dunia cerah, makan nikmat [Foto: Dok Pri] |
Indonesia itu negara yang unik. Setiap daerah punya ciri
khas kuliner masing-masing. Keragaman kulinernya juga luar biasa. Kuliner
menjadi salah satu budaya yang tak terpisahkan dari tiap-tiap daerah di
Indonesia. Makanan menjadi unsur penting dalam tradisi dan budaya di berbagai
provinsi. Makanan juga menjadi lambang, gelaran, dan bahkan daya tarik
wisatawan berkunjung ke daerah tersebut.
Sejalan dengan hal itu, pada Sabtu (16/12/2017) saya
hadir dalam satu acara yang diselenggarakan oleh PT Ajinomoto bersama Dapur
Umami dan Tabloid Bintang dalam helatan Umami Food Marathon dengan pasukan Food
Blogger.
Membelah waktu menembus rinai hujan menuju kantor
Ajinomoto di bilangan Sunter, Jakarta Utara. Tak perlu waktu lama untuk sampai
di tujuan. Sembari menunggu teman-teman food blogger yang lain hadir, saya
sempatkan diri foto di depan teras nama PT Ajinomoto tersebut.
Nah, ngomong-ngomong Ajinomoto, sebenarnya bagaimana
perkembangan Ajinomoto hingga besar seperti
sekarang ini? Ayo, kita kulik sebentar.
PT Ajinomoto Indonesia ini telah memberi warna dalam
kehidupan masyarakat tanah air untuk menjadi lebih berarti dengan menciptakan
kehidupan yang lebih baik melalui produk unik dalam bidang makanan yang
direalisasikan dari filosofi “Eat Well Live Well”. Oleh karenanya, bisnis
Ajinomoto dapat membuat lingkungan di bumi terus terpelihara juga terjaga.
PT Ajinomoto di Indonesia hadir pada 1969 di Jakarta.
Pada 1970 berdiri pabrik pertama di Mojokerto-Jatim dengan produk utama
penyedap rasa merek AJI-NO-MOTO. Produk ini dipasarkan ke seluruh Indonesia.
Lalu pada 2012, berdiri pabrik kedua di Karawang yang bertujuan memenuhi
kebutuhan produk bumbu masak untuk orang Indonesia.
Pada 2015, PT Ajinomoto Bakery Indonesia pun berdiri.
Pabrik yang ada di Karawang Timur dengan Japan Technology dan Japanese Staff
berpengalaman mulai beroperasi di Agustus 2016. Selain AJI-NO-MOTO, grup Ajinomoto
juga memproduksi Masako (bumbu kaldu penyedap), Sajiku (bumbu praktis siap
saji), Saori (bumbu masakan Asia), dan Mayumi (Mayonaise yummy).
Kini, Grup Ajinomoto Indonesia terdiri atas PT Ajinomoto
Indonesia, PT Ajinomoto Bakery Indonesia, PT Ajinex International, PT Ajinomoto
Sales Indonesia. Bagian yang disebut terakhir punya cabang penjualan di
Jakarta, Surabaya, dan Medan.
Tak terasa, waktu cepat berlalu. Rekan-rekan blogger
telah berkumpul dalam satu area. Dan acara hari itu dibuka oleh MC kocak Joan
Brigita. Asli kocak, Brigita bisa mengocok perut peserta. Saya berpikir, ini
masih di tempat (ruangan), bagaimana nanti kalau di jalan. Baterainya full.
Sepanjang perjalanan bisa ngakak terus.
Bapak Fahrurozi selaku Head of Public Relation Division
menyampaikan sambutannya. “Bahwa, kehadiran blogger di PT Ajinomoto ini sebagai
upaya untuk meluasan informasi tentang PT Ajinomoto sendiri, menghapus stigma
masyarakat bahwa MSG itu bukan buat bodoh, tetapi diperlukan dengan kadar yang
sepantasnya.
Melalui Blogger Gathering ini juga, Pak Ozi biasa disapa
berharap, bahwa blogger dapat memberikan kebenaran informasi agar tersebar
merata dan masyarakat tidak salah kaprak menelan mentah-mentah informasi yang
ada tentang MSG,” tutupnya mengakhiri sambutannya.
Tak lama berselang, Brigita menggiring blogger untuk foto
bersama di depan lobi sebelum naik bis untuk menuju salah satu destinasi
kuliner Betawi. Ya, tujuan kami hari itu adalah salah satu tempat makan
(kuliner) Betawi yang ada di jalan Pemuda No.72, Rawmangun, Jakarta Timur,
bernama Warung Mak Dower.
WARUNG MAK DOWER
Pertama kali saya ke warung ini masih berada tidak jauh
dari terminal Rawamangun, selang beberapa lama pindah ke jalan Pemuda. Warung
ini memang sudah sangat dikenal oleh beberapa pesohor tanah air. Itu karena
rasa penasaran mereka dengan nama-nama menu yang terbilang unik dalam tutur
bahasa Betawi. Nama yang unik pun didukung cita rasa yang aduhai maaak… lezat!
Warungnya relatif luas, tempat parkir lumayan banyak.
Juga ada tempat lesehan, kalau dalam bahasa Betawi ngedeprok. Terdiri dari beberapa bagian, ada yang menggunakan
pendingin udara dan tidak. Hmm… sesaat pas mata melihat cat bangunan, hampir di
dominasi warna hijau muda atau hijau daun pisang.
Aih, begitu masuk, ane (pengganti kata saya dalam logat
Betawi juga), disambut sama hidangan yang bikin tenggorokan turun naik, nelen
liur. Bayangkan, pas melihat meja kayu panjang, sudah ditata sama lauk-lauk
yang melambai-labai minta disentuh. Mungkin kalau itu lauk bisa ngomong, dia
akan ngomong, “Abaang… sentuh aku, colek aku baang.” Ya kali ya kalau
dipeluk baju sama badan belepotan kuah.
GENJER CENTIL
Rasa penasaran dan perut yang juga sudah krecek krecek
(bunyi piaraan) tak bisa saya tahan-tahan.
Sembari masih menahan ketawa dan lapar saat dikasih tahu nama-nama menu
yang hadir di depan saya. Sebut saja Genjer Centil, baru dengar namanya saja
sudah ngakak-ngakak. Di mana coba letak centilnya itu genjer? Mungkin, ketika
saya mau nyendok, itu genjer
lari-larian. Nah, genjer centil ini enak banget menurut saya. Ada perpaduan
rasa yang sungguh nikmat di lidah. Campuran oncom, genjer, dan tauco
mengantarkan aroma wangi tersendiri.
Sayur Genjer Centil ini cukup sulit diperoleh saat ini.
Apalagi tumbuhan genjer hidup di air dan pematang sawah yang penuh air. Di
Jakarta, relatif sulit mendapatkannya. Olahan sayur genjer centil ala Warung
Mak Dower ini terlihat masih hijau dan dimasak tidak over cooked.
Hal itu terbukti ketika dimakan masih terasa crunchy (kress-kress-nya). Rasa gurih lebih
menonjol. Perpaduan manis dan asin diseimbangkan dengan Ajinomoto dengan
takaran pas, membuat Genjer Centil ini makin centil bermain di lidah saya.
GABUS PUCUNG
Menu selanjutnya yang memang Betawi punya adalah Gabus
Pucung. Gabus Pucung ini jadi ciri khas banget di Warung Mak Dower karena
Betawi punya. Kuah yang berwarna hitam kental dan gurih, daging ikan gabus yang
tak terlalu besar dan lembut. Hitamnya kuah Gabus Pucung itu berasal dari buah kluwak.
Kluwak, jika diolah tidak tepat, akan terasa pahit. Itu
itu, memilih kluwak yang tua dengan tingkat kematangan pas, menjadi salah satu
kunci pembuatan kuah Gabus Pucung. Jika Kluwak yang diperoleh masih setengah
muda, kuah akan terasa pahit. Gabus Pucung ini menghadirkan cita rasa khas
sangat Betawi. Mak Dower mampu mempertahankan cita rasa yang sudah ada sejak
dulu.
Dalam tataran sajian kuliner Betawi, Gabus Pucung selalu
dicari. Mak Dower, selalu memberikan tambahan Ajinomoto di dalam setiap
masakannnya. Tetapi, dengan takaran yang pas dan tepat. Oleh karenanya, saya
akan bilang, rasa Gabus Pucung ini tak pernah bohong. Gabus Pucung ini mampu
mengikat rasa di lidah saya dan meninggalkan jejak di antara geligi, pencecap,
dan tenggorokan.
JENGKOL NAMPOL
Menu selanjutnya adalah Jengkol Nampol. Mungkin ya, pas
dicolek, jengkolnya marah-marah, terus nampolin orang-orang yang makannya.
Hahaha… Ternyata, dibilang Jengkol Nampol ini karena sambal yang dibuat dari
rawit merah yang dahsyat banget pedasnya. Bisa dower bibir saat makannya.
Jengkol (Archidendron
pauciflorum) atau sinonim Archidendron jiringa, Pithecellobium jiringa, dan Pithecellobium lobatu.
Jengkol, mengeluarkan bau yang khas. Ada yang memang sangat suka dan tidak.
Olahan jengkol ini telah beredar tak hanya di Indonesia, tapi menyebar ke
Malaysia, Thailand, juga Filipina. Jengkol Nampol Mak Dower memberikan cita rasa tersendiri.
Kalau dilihat, proses pembuatannya tak terlalu rumit.
Jengkol direbus hingga empuk kemudian digeprek agak gepeng. Lantas digoreng
sebentar, setelahnya disiram kuah sambal yang sudah dimasak tumis. Mencicipi
kuah sambalnya saja ujung lidah saya sudah menjulur-julur, saking pedasnya.
Jengkol Nampol Mak Dower ini mampu mendowerkan lidah, bibir, dan
meluluhlantakkan pertahanan Apollo 11 saya (baca cairan kental yang keluar dari
hidung… repot banget ya mau bilang ingus J).
Asli, ini jengkol benar-benar nampol-nampolin saya punya
mulut dan bibir. Brigita dalam celetukannya pun sempat berkomentar, “Gilaa ini
jengkol, bikin mulut gue dower, endolita
bambang (dalam bahasa dia = enak banget) ha ha ha ha…
PECAK BANDENG
Next menu yang singgah di lidah saya adalah Pecak
Bandeng. Saya pikir tadi Pe (n) cak Silat, eeh. Nah, Ikan bandengny ini ga ada
duri, itu hebatnya di Mak Dower (mungkin sudah dicabuti satu-satu kali ya).
Begitu saya cuwil, ga kelihatan ada
duri di daging ikannya sedikit pun.
Rasa pecaknya, wooow! Irisan bawang merah, tomat hijau,
cabe rawit, terasi, dan air asam yang berasal dari buah segar asam benar-benar
memberikan cita rasa berbeda. Saya menemukan kuliner Betawi, selain unik
namanya unik juga rasanya. Ikan Bandengnya pun meski sudah digoreng tapi tak
berbau amis atau bau tanah. Benar-benar enak dan lembut juga tidak hancur.
Warna ikan yang digoreng pun perfect. Golden brown
sempurna. Tatakan sajiannya pun khas beralas daun pisang dengan piring model
Betawi punya. Selain garnish bawang, tomat, cabe rawit merah, dan kuah air asam
yang semuanya dicampur jadi satu itu tadi, sajiannya terlihat cantik dan
menggoda. Satu cita rasa kuliner Indonesia (Betawi) yang tak akan hilang dari
ingatan saya sebagai food lover juga food blogger. Cita rasa yang memberikan
gelitik rindu di antara gigi geligi dan ruang cerna.
Agh, Pecak Bandeng, dirimu sungguh-sungguh mampu
merontokkan seluruh indera perasaku. Apalagi saya penggemar berat ikan. Ini
menjadi menu paling enak yang pernah saya jumpai.
TUTUT NGIBRIT
Dari Pecak Bandeng saya beralih ke Tutut Ngibrit. Ya,
Tutut atau keong yang biasa hidup di sawah punya kandungan protein cukup tinggi.
Tutut Ngibrit ini sudah dipotong bagian belakangnya agar bersih saat
dikonsumsi.
Tutut atau Pila ampullacea sebagai siput air yang banyak ditemukan di air
tawar, seperti sawah, aliran parit, dan
danau. Hewan bercangkang ini dikenal pula sebagai keong gondang,
siput sawah, siput air, atau tutut. Bentuk keong sawah agak menyerupai siput murbai,
yang masih berkerabat, tetapi keong sawah memiliki warna cangkang hijau pekat
sampai hitam.
Keong sawah atau Tutut punya
kandungan gizi tinggi, menurut Positive
Deviance Resource Centre—khasiatnya--karena keong sawah mengandung protein
12% , kalsium 217 mg, rendah kolesterol, 81 gram air dalam 100 gram keong
sawah, dan sisanya mengandung energi, protein, kalsium, karbohidrat, dan fosfor.
Kandungan vitamin pada Tutut cukup
tinggi, didominansi vitamin A, E, niacin, dan folat. Tutut juga mengandung zat
gizi makronutrien berupa protein dalam kadar yang cukup tinggi pada tubuhnya.
Berat daging satu ekor Tutut dewasa dapat mencapai 4-5 gram.
Selain makronutrien, Tutut
juga mengandung mikronutrien seperti mineral, terutama kalsium yang sangat
dibutuhkan manusia. Dengan pengelolaan yang tepat, Tutut dapat dijadikan sumber
protein hewani bermutu dengan harga yang jauh lebih murah dari daging sapi,
kambing, atau ayam.
Tutut Ngibrit ini memberikan sensasi tersendiri saat
disedot. Ya, salah satu teknik memakan
Tutut adalah disedot agar dagingnya keluar. Saat mau disedot, Tutut Ngibrit
(Betawi = kabur/lari). Rasanya gurih dengan daging yang agak kenyal tapi
menyehatkan. Ah Tutut!
UDANG
LENJEH
Lenjeh (bahasa Betawi sama dengan genit atau centil.
Kategori nama makanan ini benar-benar unik. Lenjehnya udang karena digoreng
lantas ditaburi bawang goreng dan petai yang digoreng asal. Udangnya bukan dari
ukuran udang besar, tetapi udang pacet (ukurang sebesar jari telunjuk).
Rasa udangnya tidak terlalu asin. Hadirnya bawang goreng
dan petai menjadi spesial di antara gorengan udang. Crunchy bawang goreng dan
nikmatnya petai jadi kolaborasi rasa yang menawan. Perpaduan sensasi rasa yang
tak bisa dilukiskan dengan kata-kata.
Udang Lenjeh Mak Dower, bisa jadi lenjeh karena bumbu
yang simpel tapi rasanya nempel di lidah. Bagaimana tidak, gigitan pertama
belum selesai, buru-buru untuk menggigit udang berikutnya. Ah… lenjeh bener nih
udang!
CUMI
LENONG
Saya pikir, cumi main lenong, hahaha… Ini jadi satu menu
tersendiri dalam kulinari saya hari itu. Cumi yang dipotong-potong kecil,
dimasak kuah dengan irisan tomat merah, daun bawang, dan bumbu-bumbu lainnya.
Cuminya lembut dan tidak liat dengan bumbu yang meresap.
Kuahnyanya juga enak dan tak buat enek di perut. Teknik memasak cumi yang cukup
baik terlihat dan terasa dari cita rasa daging cumi itu sendiri. Selera terbit
tatkala cumi lenong ini menggoda saya untuk menjamahnya.
Dengan kuah gurih dan nasi hangat, waaw, bisa nambah
berkali-kali. Ya, komposisi bumbu yang tepat ditambah cita rasa umami seasoning
di masakan Mak Dower ini mampu menghadirkan rasa yang sempurna. Cumi lenong,
cara enak menikmati cumi di Mak Dower dengan gempuran nasi putih & teh
tawar hangat juga tetap bisa jaga kesehatan.
CUE NGACIR
“Baaang… stoop! Jangan ngaciiir baang…!” Eiitss… Menu
satu ini memang cuek-cuek butuh menurut saya. Mau-mau nggak-nggak. Mau ngacir
tapi minta di mamah. Ya, Cue Ngacir, ikan Cue goreng dengan taburan bawang
goreng yang chrispy pula. Memang cocok untuk teman makan siang juga malam kita.
Daging Ikan Cue ini khas dalam ranah kuliner Betawi.
Memang cocok dimakan dengan sayur asem. Itu, kalau pengantin sudah sangat
serasi dan “Endolita bambang,” kata
Joan Brigita (endolita bambang = enak
banget). Ahh… bahasa ini bisa juga menaikkan selera makan saya selain lauknya
yang cumey (cucok meyoong…) aah,
entah apalah istilah yang Brigita ini berikan, tetapi mampu membuat lapar saya
tak tertahankan
Ngacirnya Cue ini pas dagingnya mau dirobek, berasa
banget lari sana lari sini seolah-olah mau kabur dari sergapan garpu dan
sendok. Namun, jari jemari memang lebih ampuh mengalahkan Cue Ngacir dibanding
sendok dan garpu tadi.
JAMBAL
TULANG SEWOT
Jambal ini sebagai ikan asin paling enak. Tapi, untuk
menu yang satu ini memang terbilang bikin sewot yang makan. Sewot banget ketika
lagi asyik-asyik makan, kegigit tulang. “Udeh tulang, pedesnya kagak ketulungan,”
makin-makin sewot. Asinnya Jambal Tulang ini tak begitu, masih dalam tataran
rasa yang kena di lidah.
Ini menjadi ciri khas Mak Dower punya rasa dan selera.
Tak bisa dipungkiri, siapapun yang datang ke Mak Dower dan pesan menu ini,
dijamin balik lagi. Kesewotan Jambal Tulang ini buat orang “sewot” untuk lahap
makan. Meskipun tulang ya, tapi daya tariknya tetap saja menggoda. Tulang yang
masih ada sisa-sisa daging ikan yang nempel.
Di situlah seni makan Jambal Tulang Sewot. Bisa jadi
juga, saat coba untuk makannya, mulut sempat menggerutu. “Yaah, kena tulang
deh, padahal masih ada sisa daging.” Mak Dower tahu mengolah rasa dengan daya tarik tersendiri.
AJI-NO-MOTO memberi ruang gerak untuk
Mak Dower bereksplorasi rasa hingga pada batas yang diingini.
Tulang Jambal Sewot menjadi semacam anugerah terindah
untuk saya. Bagaimana tidak, di tengah kota metropolitan, masih ada sisa ruang
untuk menorehkan rasa melepas rindu “kampung” yang melanglang di tengah kota
besar bernama Jakarta. Ada setangkai rindu pada Jambal Tulang buatan almarhumah
Ibu dengan rasa yang tak kalah berselera. Tulang Jambal Mak Dower, memberi
cerita baru untuk saya berkabar.
ES
ONDEL-ONDEL
Siapa yang belum pernah lihat ondel-ondel? Kalau orang-orang
yang tinggal di Jakarta, Ondel-Ondel bukan barang langka. Ya, Betawi, salah
satu ikon yang identik dengannya adalah ondel-ondel. Terkadang, ondel-ondel ini
dibawa untuk dikenalkan ke masyarakat Jakarta tengah kota, bahwa ondel-ondel
masih hidup, dengan kata lain, “ngamen”.
Lupakan ondel-ondel ngamen, sekarang saatnya menikmati
‘ngamen’ di Mak Dower dengan Es Ondel-Ondelnya. Es Ondel-Ondel ini, berisi
tape, cincau hitam, jeli merah dan hijau. Layaknya ondel-ondel yang didandani
dengan nuansa kaya warna. Rasa manis
yang pas dengan paduan gula (bisa gula jawa dan gula putih).
Es Ondel-Ondel ini memberikan sebentuk cinta pada saya
ketika wadah cerna perlahan terisi sudah. Dalam balutan manis yang
menggairahkan pencecap untuk segera menyeruput habis. Tuntas!
AJI-NO-MOTO, KATA SIAPA BUAT BODOH?
dr. Dyah Eka (kiri), Ari Galih (tengah), & Bpk Fahrurozi (kanan) [Foto: Dok Pri] |
Icip-icip saya masih berlanjut, tapi kali ini icip-icip
talkshow bersama Dokter Dyah Eka sebagai ahli dan dokter gizi, Ari Galih
seorang Chef ternama yang sudah malang melintang di dunia kulinari, dan Pak
Fahrurozi, Head of Public Relation Division Ajinomoto.
Bicara MSG (Monosodium Glutamat), banyak orang memberi
stigma negatif untuknya. Orang-orang mengecap dan mengatakan, bahwa kalau
mengonsumsi micin, vetsin, atau MSG bisa kena kanker otak dan bisa jadi bodoh.
Akan tetapi, hal itu dibantah oleh dokter Dyah selaku dokter gizi yang ahli di
bidangnya. “Kita boleh menggunakan penyedap rasa, tetapi dengan takaran
tertentu dan tidak berlebihan. MSG juga diperlukan oleh tubuh,” jelasnya.
Nah, kalau diperhatikan dan dicermati dengan saksama,
seluruh masakan di Warung Mak Dower menggunakan Ajinomoto, sebagai salah satu
bumbu penyedap yang membuat masakannya lebih enak dan nikmat. Tetapi, Mak Dower
tahu takaran dan batas-batas pemakaiannya.
Di dalam Ajinomoto tersebut terdapat umami (rasa) yang
dikenal dengan MSG (Monosodium Glutamat). Nah, MSG ini merupakan garam natrium
dari asam glutamat dengan rumus molekul C5H8O4NnaO4. Komponen yang menyusunnya
terdiri atas 78% asam glutamat (asam amino non esensial), 12% natrium/sodium, dan
10% air (mineral). Molekul sodium itu
sendiri dipakai untuk membuat stabil molekuk glutamat, sedangakan asam glutamat
untuk membuat rasa menjadi lebih sedap.
Ilmuwan mengatakan, glutamat itu merupakan “umami” yaitu
biasa untuk menyebut rasa kelima yang bisa dirasakan oleh indera pencecap
manusia, selain asin, manis, pahit, serta asam. Rasa umami dan pemakaian MSG
sudah berlangsung lama sebagai bahan
tambahan makanan terutama untuk masakan Asia, di China. Jika ditilik lebih
jauh, glutamat tak mempunyai rasa, tetapi dapat meningkatkan rasa lain dan
membuat masakan jadi lebih gurih.
Pada 1960-an, semakin banyak
orang yang membicaakan tentang MSG, dan lebih familiar dengan nama “Sindrom
Restoran China”. Berdasarkan penelitian selama 40 tahun terakhir, diduga ada
orang yang memang sensitif terhadap MSG. Derajat sensitivitasnya berbeda-beda.
Dalam satu penelitian, orang yang mengonsumsi MSG 3 gr di
satu sajian makanan lebih banyak mengeluh pusing, otot tegang, wajah memerah,
dan semutan. Disebutkan pula, kebiasaan konsumsi MSG jangka panjang dapat
meningkatkan tekanan darah. MSG dituding juga sebagai penyebab obesitas. Akan
tetapi, semua itu belum dikonfirmasi. Untuk orang-orang yang tidak punya dampak
negatif terhadap reaksi MSG, belum ada bukti ilmuah kuat dari dampak buruk
penggunaan MSG. Jadi, generasi micin itu tidak benar!
Jadi, menurut Dokter Dyah,”Dari negeri asalnya (Jepang),
MSG sering dipakai untuk penambahan masakan, karena ada rasa gurih. Efek rasa
gurih ini akan meningkatkan nafsu makan.”
Sementara, Chef Ari Galih, basic masaknya dari Western
Food, taste yang dibuat berdasarkan Western Taste. Masak sejak tahun 1998
memang tidak menggunakan MSG karena Western Food.
“Jadi, kita mesti bisa membedakan, kenapa ada Ajinomoto
di Asia dan orang-orang bule tidak menggunakan. Orang-orang bule tidak
menggunakan MSG karena lidah mereka sudah terbiasa dengan yang namanya butter.
Mereka sudah dapat memproses susu menjadi margarin dan butter. Untuk orang
bule, itulah penyedapnya,” urai Ari.
“Orang-orang bule pun sangat percaya dengan kaldu. Mereka
membuat stok kaldu, seperti kaldu dari tulang. Tetapi, bila dilihat dari sisi
makanan, orang-orang bule kurang variasi makanan. Beda sama orang Indonesia,
apa saja bisa diulek dan enak. Ada lengkuas, kunyit, bawang merah, bawang putih.
Ini yang membedakan orang Asia dan Bule. Jadi, jangan pula ujuk-ujuk bilang MSG itu
tidak boleh, bisa buat orang stupid,
bisa buat orang jadi sakit. Berdasarkan jurnal yang saya lihat, belum ada orang
bodoh makan MSG. Dia bodoh tidak makan MSG karena tidak makan ikan dan ayam,”
jelas Ari panjang lebar.
MSG ini sudah ada sejak zaman Romawi melalui fermentasi
ikan. Sementara, orang Jepang yang menemukannya, mereka menggunakan seaweed
(rumput laut)/kombu. Jangan pernah menyudutkan pemakai MSG, karena pemakai
terbesar justru orang Jepang, China, dan Skandinavia. Orang bule (Skandinavia)
memakai MSG karena mereka mencari after
taste.
Ari Galih pun memberi tips memasak. Orang Indonesia tetap
mengedepankan Indonesia taste, seperti penggunaan bumbu dapur (rempah-rempah).
Rempah-rempah di masakan Indonesia itu mesti keluar. Jadi, ketika lagi masak
semua akan berproses. Ketika proses itu sedang berlangsung, jangan dulu diberi
MSG, rasakan dulu pertama kali. Masakan itu mesti bervariasi. After taste-nya
sebagai penyeimbang rasa barulah kita pakai Ajinomoto. “MSG itu lebih baik
dipakai sesuai takaran”, tutur Ari.
Ajinomoto berbahan dasar tebu. Penemu MSG adalah seorang
profesor Jepang bernama Kikunae Ikeda seorang ahli kimia. Sebelum menemukan MSG
sang profesor belajar di Jerman. Di Jerman, Kikunae banyak menjumpai dan
mencicipi makanan Eropa. Akan tetapi, menurutnya ada satu makanan yang enak.
Sekembalinya ke Jepang, dia mulai mempelajari hal yang
mengganggu pikirannya tersebut. Hal yang tidak disengaja, ketika makan malam,
sang istri mempersiapkan sup. Ternyata, rasa sup yang dimakannya, sama seperti
rasa sup ketika dia makan di Jerman.
Menurutnya, di sup itu ada sesuatu (unsur) yang sama
sekali belum diketahui orang-orang sehingga makanan menjadi enak. Dari hasil
risetnya dia menemukan ada unsur asam amino yang bernama glutamat.
Orang Jepang, ketika masak sup, biasanya ditambah dengan kombu. Di dalam kombu inilah banyak
sekali ditemukan glutamat. Karena Kikunae seorang peneliti, tetapi tidak dapat
berbuat banyak, hingga dia bertemu seorang pengusaha, bernama Suzuki.
Suzuki ini memiliki perusahaan di Jepang. Akhirnya,
Kikunae Ikeda berbagi paten dengan Suzuki dari hasil risetnya dengan kombu.
Kikunae menjual patennya dan mengembangkan hasil penemuannya itu.
Nah, Suzuki mengeluarkan produk secara besar-besaran
dengan nama Ajinomoto. Jadi, Aji-No-Moto
itu artinya sumber rasa. Sumber rasa
yang enak ada di Ajinomoto. Jadi, penggunaan Ajinomoto dalam masakan itu tidak
salah. Asal dengan takaran yang sesuai dan tidak berlebihan.
“Jadi, kalau ada
yang mengatakan, kita tidak pernah makan MSG, sementara di krupuk ada, saos
ada, bakso juga ada—itu bohong banget”, ucap Pak Faharurozi.
Jadi, stigma generasi micin adalah generasi bodoh, bodoh
karena MSG, ini sebagai stigma salah dan menyudutkan, digembar-gemborkan
sehingga menjadi berita viral dan diyakini kebenarannya.
Nah, di BPOM sendiri MSG ada namanya, yaitu Food Enhancer (penambah rasa). “Kalau
memang sudah cocok dan pas rasa yang diperoleh, tidak usah ditambahkan lagi”,
lanjut Pak Rozi, biasa Bapak Fahrurozi disapa.
GABUS PUCUNG PECAK BANDENG BERSUA RASA ARI GALIH
Gabus Pucung menjadi
satu dari sekian banyak makanan favorit Betawi yang dicari banyak orang.
Bahan dasar ikan gabus yang dibersihkan sisiknya dan diberi perasan air jeruk
nipis untuk menghilangkan bau amis. Irisan bawang merah dan bawang putih,
kluwak yang sudah tua digiling halus, ketumbar, bumbu rahasia, gula, garam,
daun jeruk, Ajinomoto, kunyit, tomat, daun kemangi, irisan ketimun, juga serai.
Bawang merah, bawang putih, ketumbar, dalam racikan
tangan Chef Ari diulek hingga halus. Sementara kuali berisi minyak dipanaskan.
Setelah semua bumbu siap, ditumis hingga matang, tambahkan air hingga mendidih,
dan masukkan seluruh bahan yang ada, termasuk ikan gabus. Sekitar 15 menit dan
menjelang matang tambahkan gula, garam, dan Ajinomoto, angkat. Kemudian,
garnish dengan irisan cabe hijau besar, daun kemangi, dan irisan tomat.
Kepiawaian Chef Ari Galih mengolah bumbu [Foto: Dok Pri] |
Pecak Bandeng pun tak kalah seru dalam racikan Chef Ari
Galih. Dengan bumbu bawang meah, tomat hijau, cabe rawit merah, jahe, kencur,
terasi, dan air asam dari buah asam yang masih segar telah dipersiapkan.
Bawang merah diulek seperlunya, tambahkan jahe dan
kencur, terasi, cabe rawit merah, masukkan irisan tomat, perasan jeruk limau, dan air asam. Untuk mendapatkan
rasa yang diinginkan, tambahkan garam, gula, dan Ajinomoto.
Siramkan ke atas bagian ikan Bandeng yang sudah digoreng
tanpa duri. Pecak Bandeng Mak Dower ini begitu simpel dan mudah dibuat. Apalagi,
bumbu dasar mudah diperoleh dan banyak yang jual di pasar.
Soto Betawi Haji Husen Manggarai: Rela Antri Demi Soto Seporsi
Salah satu menu paling laris di menu Betawi itu adalah
Soto. Nah, soto yang satu ini memang “paling” dicari orang. Letaknya di
Manggarai, tak jauh dari Pom Bensin Manggarai menuju ke arah Jalan Padang
Panjang. Soto ini ternyata sudah lama melegenda. Orang-orang sudah tak asing
dengan keberadaan Soto H. Husen ini. Ini merupakan soto yang memang khas
Jakarta punya dan sangat terkenal.
Mendapatinya pun tak sulit. Posisinya persis di pinggir
jalan yang agak menyempit. Tepat di depannya banyak parkir mobil. Nah, di
situlah Soto H. Husen berada. Karena terkenalnya tempat ini, tak pernah sepi
dari pengunjung. Lebih baik, untuk dapat menikmati seporsi soto datang lebih
awal.
Suasana jam makan siang [Foto: Dok Pri] |
Sebelum bukan, warung soto ini sudah dipenuhi antrian
panjang orang-orang yang ingin tahu rasanya. Kapasitasnya tempat duduknya tidak
begitu banyak, jadi mesti pergi sebelum jam makan siang. Antrean pun bakal
panjang manakala jam makan siang datang. Banyak orang yang ingin mencecap rasa
di soto ini.
Ada satu yang unik di warung Soto Betawi H. Husen ini.
Apabila daging soto atau jeroan soto yang dikeluarkan sudah habis sebelum waktu
tutup, empunya tidak akan pernah mau nambah lagi. Habis ya habis.
Perjalanan kuliner saya bersama Umami Food Marathon
Ajinomoto menuju Soto Betawi Haji Husen menjelang makan siang. Saat tiba,
tempat sudah full terisi. Ditambah lagi udara panas membekap tubuh. Tiba-tiba
hujan deras mengguyur. Ah, ini membuat saya semakin berselera.
Namun sayang, daging soto sudah habis, yang tersisa hanya
jeroan. Daripada tidak mencicipi sama sekali, jeroan pun jadi. Segelas es jeruk
dan satu porsi Soto Betawi H.Husen berisi jeroan, tak lama datang ke hadapan.
Melihat penampakan pertamanya, sangat menggiurkan. Saya coba
cicipi kuah sotonya. Rasanya gurih dan seimbang. Daging jeroannya pun tak alot
bahkan lembut dan lepas saat digigit.
Paduan kuah soto yang berasal dari santan dan campuran
susu bubuk ini membuat lidah saya bergoyang
manja. Benar-benar tak memuat enek di perut dan mulut. Taburan bawang
goreng, daun bawang, irisan tomat, dan emping, menambah cita rasa soto. Di
sini, Ajinomoto dengan takaran pas meningkatkan selera dan cita rasa makan
saya.
Ya, rasa tak pernah bohong. Soto Betawai Haji Husen
menambah deret panjang kuliner Betawi yang melegenda. Sederhana memang, tapi
rasanya luar biasa. Oya, kita bisa
memilih isian soto. Bisa daging atau jeroan saja, atau campuran keduanya. Porsinya
pun lebih banyak kalau kita ingin pesan soto istimewa yang dipunyai Haji Husen.
Penampakan Soto Betawi Haji Husein [Foto: Dok Pri] |
Kampung Budaya Betawi Setu Babakan,
Bir Pletok Menghangatkan Kerak Telor Menggairahkan
Eleganitas Kampung Budaya Betawi Setu Babakan [Foto: Dok Pri] |
Kampung Budaya Betawi Setu Babakan menjadi akhir
destinasi saya bersama Umami Food Marathon Ajinomoto. Setu, dalam bahasa Betawi
artinya danau. Setu Babakan atau danau Babakan terletak di Jagakarsa, Srengseng Sawah, Jakarta
Selatan. Tempat ini menjadi salah satu cagar budaya untuk melestarikan dan
memajukan seni dan budaya Betawi—tempat penduduk asli Jakarta tinggal.
Pemandu wisata di Kampung Budaya Betawi memberi penjelasan [Foto: Dok Pri] |
Kedatangan saya ke tempat ini juga mencari lebih jauh
cerita asal muasal hidangan dan minuman khas Betawi, kerak telor dan bir
pletok. Selain juga ingin menyaksikan seni dan pertunjukkan budaya Betawi. Saya
juga mendapati rumah adat, beberapa makanan Betawi, dan motret di pinggir
danau.
Setu atau Danau Babakan, Jagakarsa, Srengseng Sawah, Jakarta Selatan [Foto: Dok Pri] |
Saat tiba dan masuk ke perkampungan Betawi ini, rombongan
disambut oleh pemandu wisata Kampung Betawi. Pemandu (guide) tersebut menjelaskan
tentang keberadaan tempat itu. Nah, cerita punya cerita, Kampung Budaya Betawi
ini diresmikan pada 2004, bertepatan dengan ulang tahun Jakarta ke-474. Kampung
ini memang masih mempertahankan dan melestarikan ciri khas budaya Betawi,
contohnya bahasa (obrolan), tarian, musik, juga bangunan rumah.
Saat Sutiyoso menjabat Gubernur DKI Jakarta, tempat ini
diresmikan. Mengapa Setu Babakan? Pernah ada rencana untuk membuat Condet,
Jakarta Timur menjadi kawasan Cagar Budaya Betawi, akan tetapi batal karena
seiring bergulirnya waktu, kampung Condet luntur dari Budaya Betawi. Nah, dari
sinilah Pemprov melihat, bahwa Setu Babakan masih potensial sebagai cagar
budaya Betawi yang kental dengan adat dan budaya Betawi untuk terus
dipertahankan.
Rumah Betawi di Kampung Budaya Betawi [Foto: Dok Pri] |
Tak salah memang, Setu Babakan pun pernah menjadi pilihan
Pacifik Asia Travel Association (PATA) untuk tempat kunjungan wisata peserta
PATA di Jakarta pada Oktober 2002.
Food Blogger Umami Food Marathon bersama Ajinomoto di Kampung Budaya Betawi [Foto: Dok Pri] |
Banyak hal istimewa di Setu Babakan ini. Danau yang dijaga dengan bersih dan rapi. Udara di lingkungan Setu juga masih segar dan asri, karena terjaga dengan baik. Pohon-pohon rindang tinggi menjulang membuat sejuk dan indah pemandangan. Ketenangan rasa dan jiwa pun saya dapatkan. Di Kampung Budaya Betawi Setu Babakan ini, masih banyak tempat-tempat makan (warung) yang berjualan makanan khas Betawi. Saya sempat melihat kerak telor, bir pletok, laksa, arum manis, soto betawi, nasi uduk, dan sebagainya.
TARI NYECEK TAPAK
Sesaat kedatangan kami
disambut dengan tarian Betawi “Nyecek Tapak”, yang dibawakan oleh lima orang
dara cantik. Dengan gerakan lemah gemulai, saya memerhatikan dengan semangat.
Ternyata, Betawi saja banyak ragam tarian yang dimiliki. Mungkin, kalau
dikumpul-kumpulkan, ragam tarian Betawi ini ada ratusan lebih. Ini baru Betawi,
belum lagi daerah-daerah di Indonesia lainnya.
Tari Nyecek Tapak, salah satu kesenian tradisional Betawi [Foto: Dok Pri] |
BATIK BETAWI
Usai menyaksikan tari Nyecek
Tapak, kami menuju tempat pembuatan batik Betawi. Lokasinya masih di dalam
lingkungan Taman Budaya Betawi. Bicara batik, tak melulu identik dengan batik
Jawa. Tetapi, Betawi juga punya. Batik Betawi punya warna cerah dan mencolok,
hal itu sesuai dengan karakter orang Betawi yang ceria. Motifnya, banyak diambil
dari lingkungan sekitar. Contohnya Ancol, juga makanan seperti kembang goyang
& akar kelapa, serta ciri khas Betawi itu sendiri, yaitu ondel-ondel.
Perempuan-perempuan Betawi pejuang batik [Foto: Dok Pri] |
Dilihat dari proses pembuatannya, ada batik tulis juga
batik cap. Batik tulis, proses pengerjaannya dapat menghabiskan waktu hingga
tiga bulan, sementara itu batik cap hanya perlu waktu tiga hari saja.
Dalam balutan goresan keindahan, batik Betawi lahir dari tangan terampil [Foto: Dok Pri] |
Harga
satu lembar batik tulis Betawi mulai 500 ribu rupiah hingga jutaan rupiah,
tergantung lama tidaknya pengerjaan dan jenis motif yang dibuat. Batik capnya
sendiri dihargai 135 ribu rupiah hingga 500 ribu rupiah, tergantung motif. Warna-warna
yang dihasilkan semuanya diambil dari warna alam. Seperti kayu secang, tingi,
tegeran, juga indigo.
BIR PLETOK dan KERAK TELOR
BIR PLETOK
Bagian ini yang saya tunggu-tunggu pembuatan bir pletok
dan kerak telor. Kenapa disebut bir pletok? Bir pletok atau anggur orang barat,
bir tanpa ada kandungan alkohol dan tidak memabukkan.
Kayu Secang, salah satu bahan pembuatan bir pletok [Foto: Dok Pri] |
Bir Pletok sebagai minuman yang dapat menghangatkan
badan. Bahannya terdiri atas rempah-rempah asli Indonesia. Seperti cabe jawa,
lada hitam, kapulaga, cengkeh, kayu misoyi, pala, kayu manis, pandan, daun
jeruk, serai, jahe iprit, jahe besar, kayu secang, gula, garam, dan daun
pandan.
Kayu secang, sebagai bahan yang menghasilkan warna merah
ketika dipanaskan. Meski namanya bir, tapi tidak berbahaya dan tidak
memabukkan. Itu karena bir pletok tak mengandung alkohol. Ketika saya
perhatikan dengan saksama, minuman ini mirip “Wedang Uwuh” yang ada di
Yogyakarta dan Solo. Hanya saja, wedang uwuh tidak menggunakan pala, lada, dan
juga cabe jawa.
Bahan-bahan Bir Pletok [Foto: Dok Pri] |
Orang-orang Betawi, biasanya mengonsumsi bir pletok di
malam hari yang dingin. Karena bir pletok mampu menghangatkan. Dulu, ceritanya
di zaman penjajahan, banyak sekali orang-orang Betawi yang ingin mencoba minum
bir ala-ala orang bule. Bir orang bule tak baik untuk kesehatan, selain dapat
membuat orang mabuk, juga bertentangan dengan ajaran agama. Orang Betawi sangat
taat dengan ajaran agama Islam yang dianutnya.
Dari situ, sebagian orang-orang Betawi mulai berpikir,
bagaimana bisa minum bir, tidak memabukkan, tidak bertentangan dengan ajaran
agama, tetapi menyehatkan. Alhasil, terciptalah satu minuman bir yang enak,
nikmat berkhasiat menghangatkan badan dan punya peranan dari sisi kesehatan
lainnya.
Kompleksitas bahan bir pletok [Foto: Dok Pri] |
Pletok yang ada pada bir ini ternyata ada tiga anggapan,
bunyi pletok yang berasal dari bambu karena ada campuran bahan lain, beradunya
es batu dengan wadah tempat bir hingga keluar bunyi pletok, dan bunyi pletok
dari kayu secang, mungkin saat kayu secang dipatah-patah, terdengan bunyi
pletak-pletak.
KERAK
TELOR
Ya, kerak telor
menjadi salah satu dari sekian
banyak makanan favorit yang ada di Kampung Budaya Betawi. Bahan dasar
kerak telor adalah beras ketan. Beras ketan direndam selama 12-15 jam, kemudian
dicuci bersih dan ditiriskan. Kemudian telor, garam, Ajinomoto, serundeng,
bawang goreng, ebi halus, juga lada putih.
Bahan dasar pembuatan kerak telor [Foto: Dok Pri] |
Proses pembuatannya tak perlu waktu lama. Ketan dimasak
dalam wajan kemudiah dipipihkan hingga rata. Masukkan satu butir telur, garam,
ajinomoto, ebi, lada putih, serundeng, dan aduk rata sambil dibuat bentuk bulat
yang agak lebar. Diamkan sebentar, jika adonan terasa sudah lengket, kerak
telor di balik untuk mematangkan bagian atasnya.
Beras ketan, salah satu bahan pembuatan kerak telor [Foto: Dok Pri] |
Selang beberapa menit (3-6 menit) balik kerak telor dan
lihat, apakah permukaan atasnya sudah berwarna kuning kecokelatan atau belum. Kalau
sudah berwarna kuning kecokelatan, artinya kerak telor sudah matang. Selanjutnya
bubuhi serundeng yang dicampur ebi dan taburan bawang goreng.
Kerak Telor bersama penyedap rasa [Foto: Dok Pri] |
Ya, kerak telor ini menjadi filosofi hidup orang Betawi. Ketan
sebagai ketegasan seorang pemimpin.
Telor, mengikat dan menyatukan. Teknik memasak juga mesti memperhatikan waktu. Kalau
telur dan ketan langsung di balik dan dipanggang, sementara belum matang, akan
berantakan dan hancur. Jadi, pemimpin perlu kesiapan yang matang. Pun tidak
perlu lama-lama untuk jadi pemimpin, ditakutkan tidak enak, justru akan
dibuang. Sementara, bumbu lainnya, cara berdinamika. Nah, pilih bir
pletok atau kerak telor? Kembali kepada Anda.
Pak Udin, penjual kerak telor [Foto: Dok Pri] |
Destinasi Umami Food Marathon Ajinomoto saya berakhir di
kerak telor dan bir pletok. Semoga, hal ini membawa dampak nyata dalam
kehidupan sehari-hari untuk mempertahankan adat dan budaya yang terus dapat
terjaga untuk cucu saya kelak. Jadi, seluruh makanan yang dimasak menggunakan Ajinomoto, itu aman. Ajinomoto bukan hantu yang menakutkan. Dengan takaran yang tepat, semua bisa nikmat. So, jangan takut menggunakan Ajinomoto untuk tambahan bahan masakan kita. Ingat! Ajinomoto tidak bikin bodoh!
Jadi, seharusnya, istilah generasi micin itu tak perlu disebut-sebut. Konotasi negatif tentang micin menjadi-jadi. Karena generasi micin itu diidentikkan dengan perbuatan yang bertentangan moral. Padahal micin tidak salah apa-apa. Itulah, cap buruk MSG muncul dari tulisan Dr. Ho Mon Kwok pada 1968. Dia menulis surat ke New England Journal of Medicine tentang sindrom restoran China.
Apa yang dia tuliskan tentang mati rasa yang dialami di bagian leher belakang dan menyebar hingga ke lengan dan punggung, lemas, juga berdebar-debar setiap makan di restoran China (Chinese Syndrom Restaurant). Dia sempat menduga kalau hal ini berasal dari kecap dan anggur. Namun, Kwok yang pertama kali mengenalkan istilah itu sesungguhnya tidak mengidentifikasi MSG atau bahan masakan apapun sebagai penyebab Sindrom Restoran China. Ya, sayang memang, surat itu telanjur viral hingga MSG mendapat cap negatif seakan-akan benar.
Cermat-cermatlah membaca dan menyebarkan berita. Jangan main sebar dan langsung ambil kesimpulan. Teliti terlebih dahulu. Jika dirasa tidak benar tanyakan pada ahlinya.
Tahu, kan sekarang bahwa MSG itu sebenarnya bukan biang kebodohan? Semoga bermanfaat ya ulasan ini. Salam Budaya!
Jadi, seharusnya, istilah generasi micin itu tak perlu disebut-sebut. Konotasi negatif tentang micin menjadi-jadi. Karena generasi micin itu diidentikkan dengan perbuatan yang bertentangan moral. Padahal micin tidak salah apa-apa. Itulah, cap buruk MSG muncul dari tulisan Dr. Ho Mon Kwok pada 1968. Dia menulis surat ke New England Journal of Medicine tentang sindrom restoran China.
Apa yang dia tuliskan tentang mati rasa yang dialami di bagian leher belakang dan menyebar hingga ke lengan dan punggung, lemas, juga berdebar-debar setiap makan di restoran China (Chinese Syndrom Restaurant). Dia sempat menduga kalau hal ini berasal dari kecap dan anggur. Namun, Kwok yang pertama kali mengenalkan istilah itu sesungguhnya tidak mengidentifikasi MSG atau bahan masakan apapun sebagai penyebab Sindrom Restoran China. Ya, sayang memang, surat itu telanjur viral hingga MSG mendapat cap negatif seakan-akan benar.
Cermat-cermatlah membaca dan menyebarkan berita. Jangan main sebar dan langsung ambil kesimpulan. Teliti terlebih dahulu. Jika dirasa tidak benar tanyakan pada ahlinya.
Tahu, kan sekarang bahwa MSG itu sebenarnya bukan biang kebodohan? Semoga bermanfaat ya ulasan ini. Salam Budaya!