Tuesday, November 21, 2017

Pondok Pesantren Hadapi Tantangan Global



International Seminar on Pesantren Studies yang berlangsung hari ini diwarnai beragam pandangan. Pesantren menjadi salah satu saksi sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Lembaga ini telah eksis selama ratusan tahun di Nusantara. Kenyataan ini setidaknya mampu menjawab opini  orang tentang pesantren.  Usia yang sudah sangat tua menjadi  bukti tak terbantahkan peran vitalnya yang tidak bisa dinomorduakan. Seperti mencerdaskan anak bangsa hingga menjadi kekuatan yang melekatkan keragaman suku bangsa dalam negara kesatuan republik Indonesia.

Prof. Dr. H. Anwar Abbas, MM. M.Ag (batik lengan panjang), Gus Rizal (batik lengan pendek), dan Prof. Dr. Abdul A'la (paling kanan) dalam International Seminar On Pesantren Studies [Foto: Dok Pri]
“Pesantren menjadi tumpuan dan harapan. Wajib hukumnya menyuntikkan virus entrepreneurship dan intrapreneurship agar siapapun yang telah selesai menempuh pendidikan dapat menciptakan lapangan pekerjaan. Indonesia akan menjadi penguasa dunia,” ucap Prof. Dr. H. Anwar Abbas, MM, M.Ag.

Dalam kesempatan yang sama, Gus Rizal mengatakan, pondok pesantren harus mengimbangi perkembangan  zaman dengan beragam pola pesantren yang ada. Pesantren menjadi salah satu institusi pendidikan yang memiliki skill (keahlian), pembelajaran, maupun pengetahuan. Kementerian Agama harus  benar-benar mengawasi perkembangannya. Pondok pesantren dibangun berdasarkan jasa seorang kyai, dari dulu hingga sekarang sudah semestinya pola pikir pondok pesantren tidak berubah.   

Pesantren kini menjelma sebagai kontrol tak terduga untuk sisi negatif modernitas dengan tetap mengarusutamakan pendidikan moral kepada setiap santri yang belajar di dalamnya. Di pesantren pula globalisasi hanya berpengaruh pada tataran sistem dan struktur, tidak sampai pada nilai dan kultur.

Dalam perkembangannya, pesantren memberikan kontribusi dan sumbangan terbesar untuk bangsa. Di masa penjajahan pun, pesantren memberikan sumbangsih menentang kolonial. Setelah merdeka, pesantren pun ikut serta menjaga persatuan  dan kesatuan bangsa. Sampai sekarang, kontribusi pesantren dalam mengisi dan ikut serta mewujudkan cita-cita bangsa yang  masih begitu terasa.

Sepak terjang pesantren tak hanya di dunia pendidikan. Pesantren pun punya peran besar dan aktif di sektor lain, seperti pemberdayaan ekonomi, politik, sosial, budaya, dan sebagainya.

“Mempertahankan nilai-nilai pesantren mesti dilakukan. Bagaimana mengonstekstualisasikan nilai Islam dengan nilai lokal. Pesantren sebagai hasil kreativitas para kyai orang Indonesia. Pesantren juga menjadi tempat pembelajaran yang tak pernah mati,” ucap Prof. Dr. Abdul A’la, Rektor UIN Sunan Ampel, Surabaya.

Pesantren terus  mewaspadai perkembangan dan perubahan zaman.  Jika tidak, pesantren akan tergilas. Masing-masing zaman memiliki masalah dan tantangan tersendiri. Tak heran, selain ketahanan pesantren yang kokoh, tidak sedikit pula pesantren yang tutup karena tidak mampu beradaptasi dengan perubahan zaman.

Tantangan pesantren kini semakin beragam, tak lagi ekses modernitas dan globalisasi yang datang dari luar, juga pengaruh ideologi radikal dan konservatisme yang menggerogoti dari dalam. Tak lepas pula dari penetrasi teknologi informasi yang semakin liar. Banyak kalangan menyebut fenomena ini dengan disruption. Memang, fenomena ini tak hanya mewabah di dunia pendidikan, tetapi mewabah di semua sektor.

Pesantren perlu berinovasi dalam hal strategi pembelajaran agar anak-anak merasa senang belajar di pesantren, dan mereka juga tidak gagap terhadap perkembangan maupun perubahan zaman. Penguatan lembaga pesantren menjadi hal utama yang harus diperhatikan. Tanpa didukung kelembagaan yang kuat, tentu ketahanan pesantren akan terkikis.

Banyak hal yang mesti dikerjakan oleh pesantren yang menjadi capital,  tidak saja sebagai market. Untuk itu, pesantren terus berefleksi-inovasi untuk meng-upgrade sistem pembelajaran dan bertahan (survive) menghadapi perkembangan zaman.

“Nilai-nilai luhur kesederhanaan, pelestarian,  melek cyber physical system, membangun pesantren sebagai  pusat civilization  dari Indonesia untuk dunia harus tetap sesuai jati dirinya. Pesantren harus secara kritis mampu menyikapi setiap perkembangan agar tidak tergerus zaman. Jika pesantren hilang, Indonesia akan hilang,” tutup Prof. Dr. Abdul A’la.

Seminar yang diselenggarakan mulai tanggal 20--22 November 2017 di Indonesia Convention Exhibition, BSD City, Tangerang ini, menghadirkan pembicara yang sangat  kompeten di bidangnya dari luar negeri, seperti Dr. Muhammad Thayyib (Sudan), Dr. Salim Alwan (Mufti Darul Fatah, Australia),Dr. Syekh Sa’ad Al Ajuz (Global University, Libanon), dan Dr. Fahdi Alamuddin (Jam’iyyah Al-Masyari, Libanon).

Tak hanya itu, pembicara top dalam negeri pun turut hadir memeriahkan seperti K.H. Mustofa Bisri (Pimpinan Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Rembang), K.H. Masdar Farid Mas'udi (Rais Suriah PB Nahdlatul Ulama), Prof. Dr. Nur Syam (Sekretaris Jenderal Kementerian Agama), Prof. Dr. Phil. Kamaruddin Amin (Direktur Jenderal Pendidikan Islam), Prof. Dr. Abd. A'la (Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya), Dr. Noor Achmad (Rekor Universitas Wahid Hasyim, Semarang), Dr. Abdul Mukti (Sekretaris Pimpinan Pusan Muhammadiyah, Jakarta), Dr. Ahmad Zayadi (Kementerian Agama RI, Jakarta), serta Amich Alhumami, M.A., Ph.D. (Bappenas, Jakarta). 
Pembicara luar negeri turut serta menjadi pembicara dalam seminar ini [Foto: Dok Pri]
Selain agenda ini, di IIEE 2017 juga diisi dengan aktivitas  lainnya seperti Deklarasi Jakarta, Apresiasi Pendidikan Islam (API), Anugerah Guru Madrasah Berprestasi (Gupres), Kompetisi Robotik  Madrasah, serta Pentas Dongeng Islami PAI. Acara pembukaan hari ini, Selasa (21/11/2017), dibuka oleh Menteri Agama Republik Indonesia, Lukman Hakim Saifuddin yang dihadiri 4.000 peserta.