Friday, May 19, 2017

Tepung Gasol: MPASI & Zero Waste Industry

Indonesia, sebenarnya sudah sangat lama melakukan riset dan diversifikasi sumber pangan alternatif. Tidak ada dampak yang signifikan ataupun berdampak buruk ketika mengganti makanan pokok penduduk Indonesia dengan bahan pangan alternatif lainnya seperti tepung-tepungan, baik tepung pisang, ketela rambat, talas, maupun umbi-umbian lainnya. Tetapi, memang sangat disayangkan, program “Alternatif pengganti bahan pangan utama” dibilang tidak berjalan baik, karena keengganan untuk memulai dan merasa lebih “terhormat” ketika makan nasi dibanding makan jewawut, arrowroot (Garut), ketela rambat, pisang, kacang-kacangan, sagu, maupun jagung. Oleh karenanya, sebagaimana orang Indonesia kebanyakan, kalau belum makan nasi, belumlah makan dan sampai hari ini beras masih menjadi primadona makanan pokok bangsa ini.

Gasol Factory di Kab. Cianjur, Jawa Barat
Foto: Dok. Pribadi
Apa yang saya paparkan di atas tentunya tak lepas dari peran serta masyarakat, terutama masyarakat lokal yang memiliki naluri (instinct) menggali potensi daerah dan mengembangkan lahan menjadi berdaya guna untuk orang banyak. Peduli pada makanan yang mengandung nilai gizi tinggi, mencukupi kebutuhan asupan sehari-hari, menghadirkan bayi-bayi sehat, kuat, dan jarang terkena penyakit, juga memberi edukasi kepada warga ibukota yang nyatanya memang “kurang pengetahuan” untuk terjun langsung menyaksikan sawah luas terbentang, bentuk nyata diversifikasi tanaman, pengelolaan kotoran ternak, pemanfaatan limbah hasil pertanian, juga menyentuh lebih jauh kehidupan pedesaan yang arif dan bijaksana dalam tataran norma adat dan kesopanan tinggi.


Rumah kaca yang menjadi satu kesatuan dengan factory
Foto: Dok. Pribadi
Hari itu, Selasa (16/05/2017), kembali mata saya dibukakan lebar-lebar. Apa pasal? Apa yang anak-anak saya konsumsi ketika mereka masuk bulan ke-7, ada di depan mata saya secara nyata. Ya, tepung Gasol. Saya dibawa ke Desa Gasol Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat oleh owner Gasol dan Komunitas ISB untuk melihat dan menyaksikan langsung Gasol Factory juga House of Paddy di desa tersebut.

Rumah kayu, singgah pertama dari idaman Pak Fleming
Foto: Dok. Pribadi
Menempuh perjalanan lebih  kurang tiga jam dari Jakarta, melewati jalan berliku dan sedikit berbatu. Saat memasuki Desa Gasol, terasa ada yang berbeda. Melihat bentangan hijau sawah melambai sejauh mata memandang. Pepohonan jambu, pisang, beberapa herba di kiri kanan jalan menambah indah suasana pemandangan. Sekitar pukul 11.30 kami tiba di Gasol Factory itu dengan disambut Ibu dari pemilik (Ibu Wawa), Bapak Rohman selaku Factory Manager, Pak Dadang (Factory Supervisor), juga Pak Irfan.

Pak Rohman, Manager Gasol (kiri), Mas Abraham Wong, Digital Marketing Gasol (Tengah), dan
Ibu Wawa selaku pengelola Gasol (Kanan). Foto: Dok. Pribadi
Bagaimana Gasol Dimulai?
Bapak Fleming Wong dan Ibu Ika Suryanawati, menjadi orang yang berjasa--(tak berlebihan rasanya saya sematkan kata “berjasa” untuk beliau)--untuk bayi-bayi  di Indonesia ini tumbuh sehat dan cerdas karena olahannya itu tadi. Ika Suryanawati yang kini sudah almarhumah, biasa disapa Ika, merupakan sarjana Agronomi  Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 1991 yang memang punya keinginan memiliki pertanian organik. Beliau terinspirasi dari konsep seorang Mikrobiologi berkebangsaan Jepang bernama Manasobu Fukuoka  dalam satu buku “Revolusi Sebatang Jerami”. Bahwa, manusia itu sebenarnya  tidaklah bisa melawan takdir alam. Manusia justru menjadi pelayan alam sehingga alam dapat berproduksi secara melimpah ruah.

Bapak Fleming Wong,Owner Tepung Gasol
Foto: Dok. Pribadi
Memang, kalau diperhatikan, kala itu pertanian organik belum ada sama sekali kata “populer” yang tertanam di negeri ini. Ibu Ika pun pernah kerja di beberapa perusahaan seperti batu bara juga garmen. Alhasil, keinginan kuatnya untuk membuat pertanian organik tidaklah pernah surut. Pada 2004, Ika bersama Pak Fleming Wong  yang notabenenya suaminya memutuskan untuk pulang kampung ke Cianjur.  Mereka ingin mewujudkan mimpi-mimpi yang pernah ditancapkan dalam benak paling tinggi.

Pemanfaatan lahan dengan tanaman sawi di area belakang Pabrik
Foto: Dok. Pribadi
Benar adanya, untuk mencari lahan pun Pak Fleming dan istrinya tak semudah membalik telapak tangan, minimal ada sumber air juga bebas polutan (bahan-bahan penyebab polusi). Dua tahun kemudian, Pak Fleming membeli lahan seluas 2.500 m2 di Desa Gasol yang memang tak jauh dari sekitar kaki Gunung Gede.  Impian Pak Fleming memiliki rumah kayu yang aduhai indahnya itu pun terwujud di sana. Ya, saya pun merasakan kesejukan, ketenangan, dan kedamaian berada di dalamnya. Jauh dari hiruk pikuk kuda besi ibukota pastinya.

Pemanfaatan lahan dengan tanaman selada di belakang pabrik
Foto: Dok.Pribadi
Tanah seluas itu beliau bangun untuk rumah dan beberapa gudang penyimpanan, sebagian lahan ditanami juga untuk persawahan. Akan tetapi, perlu proses pengolahan panjang untuk mengembalikan tanah yang ditanami padi itu agar berfungsi secara maksimal. Sekitar dua tahun tanah itu diolah untuk dapat mengembalikan unsur hara yang hilang. 

Untuk selanjutnya, ada hal-hal yang perlu diyakinkan kepada petani mengenai konsep pertanian organik yang akan dijalankan Pak Fleming dan Ibu Ika ini. Kalau sekarang zaman semakin maju dan orang-orang lebih memilih kepraktisan ketimbang bersusah-susah payah, beda halnya dengan Pak Fleming dan Ibu Ika. Mereka justru ingin mengembalikan alam dalam kondisi alamiah tanpa campur tangan pestisida.

Setiap hari mereka berdua berjibaku dengan tanaman padi. Beragam jenis padi dilihat dan dipelajari. Kekhawatiran mereka timbul akan beberapa jenis padi yang mungkin sudah mulai jarang ditemukan dan itu menjadi padi lokal unggulan Kabupaten Cianjur, bernama Pare Ageung. Padi jenis  ini mulai punah dan sulit ditemukan.  Ibu Ika (alm) memang pejuang sejati. Tak berhenti sampai di situ untuk berburu padi varietas langka ini. Beliau berburu hingga ke Warung  Kondang, juga Cibeber. Alhasil, satu-satunya jenis padi itu yang masih bertahan ada hanya di Desa Gasol.  Menurut orang-orang setempat, bahwa mereka hanya mau makan makanan lokal.

Salah satu jenis padi (Omyok) untuk tepung gasol
Foto: Dok. Pribadi
Padi Genja berumur pendek
Foto: Dok. Pribadi
Beberapa jenis padi yang ditanam di Desa Gasol antara lain, Peuteuy, Hawara Batu, Merah Wangi, Rogol Koneng, juga Omyok. Nah, ternyata bibit padi ini diperoleh dari hasil penemuan di lapangan oleh Ibu Ika. Yang namanya usaha perlu perjuangan dan kegigihan. Ada kalanya berhasil dan ada saatnya gagal. Sebelumnya, hasil  pertanian organik Pak Fleming dan Ibu Ika sempat turun drastis, padi lokal yang ditanam umur panennya sangat panjang, juga penelitian yang dilakukan hingga ke daerah-daerah menyedot banyak uang.

Sawah yang ditanami beberapa jenis padi di perkebunan Gasol
Foto: Dok. Pribadi


Makanan Pendamping ASI (MPASI)
Banyak  manfaat dari ikut milis ataupun sekadar melihat-lihat beberapa milis. Ternyata, istri Pak Fleming—Ibu Ika sekitar tahun 2005—mengikuti beberapa milis. Milis itulah yang menjadi penunjuk sekaligus pembuka jalan Pak Fleming dan istrinya. Tak dinyana, ternyata banyak sekali di negeri ini yang memerlukan tepung berbahan dasar beras. Pak Fleming beserta istrinya mencoba meracik Tepung Gasol dari beras-beras organik yang ditanam di areal perkebunannya, berupa Hawara Batu, Cingkrik, Peuteuy, juga Merah Wangi. 

Varian tepung Gasol
Foto: Dok. Pribadi
Dulunya, beras-beras itu diolah hanya sekitar tak lebih dari 20 kilogram, pengolahannya pun masih manual tanpa mesin. Beras yang ditumbuk menggunakan lumpang (lesung), pengeringannya pun melalui proses pengeringan manual pula, disangrai atau digoreng tanpa minyak. Apa yang terjadi? Hasil olahan tepung gasol mereka banyak yang suka.


Varian berikutnya tepung Gasol
Foto: Dok. Pribadi
Seiring bergulirnya waktu, tepung gasol Pak Fleming makin banyak dicari, terutama untuk makanan pendamping ASI. Hal ini memang bagus untuk menambah massa tubuh bayi. Sedikit berbagi pengalaman untuk tepung gasol. Saat anak-anak saya menginjak bulan ke-7, istri saya bingung mau cari makanan pendamping ASI seperti apa. Banyak MPASI yang beredar, tetapi setelah dilihat-lihat ada yang menggunakan gula.


Jenis lain Tepung Gasol
Foto: Dok. Pribadi
Lantas saya coba browsing internet, dan menemukan situs http://gasolorganik.com/  ini. Dari sini, saya telusuri di mana tepung gasol yang terdekat dengan daerah saya,ternyata ada. Saya coba beli dua varian kala itu, tepung gasol kacang hijau dan beras merah. Saya coba  buat dari tepung beras merah terlebih dahulu dengan campuran beberapa macam sayuran. Satu sendok pertama langsung lahap, sendok kedua juga habis, ketiga, keempat, dan seterusnya. Alhasil anak saya suka. Setelah habis tepung gasol beras merah, saya coba tepung gasol kacang hijau. Sama cara memasaknya, saya campurkan beberapa jenis sayuran dan daging ayam.

Disuapan pertama langsung ditelan, kedua pun habis, ketiga, keempat, dan seterusnya, lahap. Alhasil, anak-anak saya memang suka dengan tepung gasol. Badan mereka pun keras dan padat. Ditambah lagi jarang terkena sakit. Kecerdasan mereka pun terus bertambah, tulang-tulang mereka kuat. Saat berkonsultasi ke dokter anak keluarga, dokter pun bilang, tepung gasol direkomendasikan dan baik untuk pertumbuhan bayi  kami.

Saya pun mencoba masak bentuk lain dari tepung gasol ini. Ya, kecintaan saya dengan dunia kulinari, membuat sesuatu yang lain dari tepung gasol. Saya racik menjadi beberapa jenis makanan ringan untuk anak-anak saya, berupa cookies dan pudding tepung gasol. Untuk buat cookies dari tepung gasol apa saja bisa. Biasanya saya buat cookies dari tepung kacang hijau yang dicampur sedikit mentega, telur, dan brown sugar, serta kismis. Hasilnya, anak-anak saya menyukai cookies gasol kacang hijau.

Begitu pula dengan pudding dan chiffon cake. Saya buatkan pudding dari tepung gasol beras merah dengan tambahan gula palm, telur, agar-agar, dan  susu cair. Pun mereka  menyukai  dan lahap menghabiskannya. Chiffon cake yang saya buat dari tepung gasol beras merah tak kalah seru. Hasilnya lembut dan mengenyangkan. Jadi, banyak  sekali manfaat tepung gasol yang keluarga saya dapatkan. Tak hanya sebagai MPASI tetapi juga mampu memenuhi gizi keluarga kami.

Saat kunjungan ke Pabrik Gasol di Desa Gasol, Kec, Cugenang
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Foto: Dok. Kang Gaus
Nah, tepung gasol yang diolah Pak Fleming ini merupakan tepung berbahan pangan lokal dengan kandungan gizi yang cukup tinggi dan bagus. Contohnya, ubi, jagung, garut, beras merah, biji jali-jali, sorghum, pisang, juga kacang hijau. Itu semua dengan kreativitas Pak Fleming diubah menjadi varian-varian baru tepung gasol yang bergizi. Sekarang, sudah ada sekitar 13 macam Tepung Gasol yang dihasilkan oleh Factory Pak Fleming yang ada di Desa Gasol tersebut.  

Tepung Gasol, sebelum di packaging
Foto: Dok. Kang Gaus
Ya, perlahan-lahan tapi pasti, Pak Fleming dan istrinya membangun factory  secara lebih modern di sekitar Desa Gasol. Hebat! Semua dilengkapi dengan warehouse yang kebersihan dan kemanannya sangat terjaga. Kenapa? Ya, karena ini produk makanan sehat untuk tumbuh kembang anak. Mau tidak mau kualitas diutamakan. Begitu pula ketika saya melihat masuk ke dalam factory bahwa pembuatan dan produksi tepung gasol ini secara steril.


Pisang dalam proses pengeringan yang akan dibuat tepung Gasol
Foto: Dok. Kang Gaus
Mengapa tepung gasol menjadi pilihan saya untuk anak-anak sebagai makanan pendamping air susu ibu? Ya, dari hasil bincang-bincang saya dengan Pak Fleming dan Pak Rohman bahwa, benih yang ditanam sebagai benih dengan kualitas unggul tidak berasal dari Genetic Engineering (rekayasa genetika). Kita tidak tahu, zat-zat atau material apa yang terdapat dalam tumbuhan hasil rekayasa genetika itu ketika masuk ke dalam tubuh. 

Benih-benih itu ditanam dengan bahan-bahan organik yang ada di area pertanian Desa Gasol di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Saya akui, bahwa Kabupaten Cianjur salah satu kabupaten di Jawa Barat yang memiliki tanah subur, suhu udara yang sangat cocok untuk pertumbuhan berbagai jenis tanaman, serta mikroba maupun mikoriza yang terdapat dalam akar-akaran. Hal ini yang menjadi perhatian besar saya, area atau lokasi pabrik ada di tempat pertanian yang bebas polusi udara. Otomatis tidak memberi atau mengurangi ruang bagi bakteri dan jamur semisal Aspergillus niger, Saccharomyces, Escherichia coli, dan sejenisnya untuk berbiak.

Kita tahu, pewarna buatan jika tidak bijak penggunaanya dapat membahayakan tubuh. Berbeda dengan Tepung Gasol ini, semua tanpa bahan pewarna. Warna-warna yang dihasilkan murni warna alami dari material. Pun tanpa ada bahan pengawet sedikitpun yang masuk, juga perasa. Inilah yang namanya organik, benar-benar menciptakan rasa yang unik. Di tengah-tengah percakapan saya itu juga disampaikan Pak Fleming, bahwa Tepung Gasol yang dikomandoinya telah memiliki sertifikat HACCP. Apa itu HACCP? Ya HACPP (Hazard Analysis & Critical Control Point) sebagai satu cara atau metode operasi terstruktur yang dikenal dalam skala internasional untuk dapat membantu organisasi di bidang makanan dan minuman dalam mengidentifikasi risiko keamanan pangan, mencegah bahaya dalam keamanan pangan, dan menyampaikan kesesuaian hukum.

HACCP, dalam industri makanan memberi peran sangat penting sebagai indikator kebersihan produk dan sterilisasi produk dari bahaya kontaminasi. HACCP membantu mengurangi risiko terhadap kecelakaan pangan yang dapat terjadi. Sistem ini baik digunakan untuk skala domestik hingga internasional.

HACCP dengan mudah membantu setiap pengusaha pangan dan minuman untuk mengidentifikasi segala jenis risiko kontaminasi dalam proses produksi dan mekanisme kontrol yang  harus dilakukan.Tepung Gasol Pak Fleming telah memiliki ini. Oleh karenanya, tak ada rasa khawatir untuk mengonsumsi tepung gasol yang sudah jadi langganan lama anak-anak saya.

Industri dengan  Manajemen Nol Limbah
Sang Surya  semakin menapak tinggi. Panas kulit sengatannya makin terasa. Tak lama sebelum masuk ke factory, saya diajak untuk melihat proses pembuatan pupuk berbahan baku Azolla pinnata, sekam padi, dan tanaman hijau lainnya. Azolla, sejenis tanaman air semacan eceng gondok, biasa ditemui di sekitar aliran sungai, di sela-sela genangan air tanaman padi.

Proses pembuatan pupuk kompos dengan bahan Azolla pinnata
Foto: Dok. Pribadi
Azolla sejenis tumbuhan paku atau paku air yang memiliki ukuran 3-5 cm dan bersimbiosis dengan Cyanobacteria untuk memfiksasi N2. Nah, dari simbiosis ini menyebabkan Azolla memiliki  kualitas nutrisi yang sangat baik. Jadi, sudah sejak beradab-abad lamanya, di China maupun Vietnam memanfaatkan Azolla sebagai sumber Nitrogen untuk padi sawah. Tumbuhan ini tumbuh alami di Asia, Eropa, juga Amerika. Ada beberapa jenis yang biasa ditemukan, seperti Azolla caroliniana, Azolla filiculoides, Azolla mexicana, Azolla microphylla, Azolla nilotica, Azolla pinnata var. pinnata, Azolla pinnata var. imbricata, Azolla rubra.

Dari sinilah terbuka, kenapa pupuk organik Azolla yang dipakai untuk memupuk tanaman padi sawah sebagai bahan baku tepung gasol. Kalau membaca literatur tentang Azolla, penelitian internasional menyebutkan bahwa, Indonesia ikut terlibat menggunakan 15N  melalui Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA-Wina), menunjukkan bahwa Azolla yang bersimbiosis dengan Anabaena azollae dapat memfiksasi N2 udara dari 70%-90%. N2-Fiksasi yang sudah terakumulasi itu dapat dipakai sebagai sumber Nitrogen untuk padi sawah. Inilah kandungan unsur hara dalam Azolla Unsur Jumlah N 1.96-5.30 (%), P 0.16-1.59 (%), K 0.31-5.97 (%), Ca 0.45-1.70 (%),Mg 0.22-0.66 (%),S 0.22-0.73 (%), Si 0.16-3.35 (%),Na 0.16-1.31 (%),Cl 0.62-0.90 (%),Al 0.04-0.59 (%),Fe 0.04-0.59 (%),Mn 66 - 2944 (ppm), Co 0.264 (ppm),Zn 26 - 989 (ppm).

Umumnya, biomassa Azolla mencapai maksimum setelah 14 sampai 28 hari setelah inokulasi. Dari beberapa penelitian menyebutkan bahwa menginokulasi 200 gram Azolla segar per m2, setelah tiga minggu, Azolla akan menutupi seluruh permukaan lahan tempat Azolla ditumbuhkan.

Dalam kondisi seperti itu dapat dihasilkan 30--45 kg N/ha, itu artinya sama dengan dengan 100 Kg urea. Ditemukan juga, bahwa Azolla tumbuh  dan berkembang lebih baik saat penghujan tiba dibanding musim kemarau. Nah, ini dia beberapa manfaat Azolla:
1. Sumber N dapat mengganti pupuk urea sampai 100 kg
2. Pakan ternak/hijauan, pakan ikan, terutama ayam dan itik
3. Menekan pertumbuhan gulma
4. Tanaman hias
5. Kontrol terhadap perkembangan nyamuk

Apa yang dibincangkan Pak Rohman tentang Azolla, menjadi daya tarik tersendiri untuk saya. Selain Azolla, saya melihat pula areal ditanami tebu. Ya, Pak Rohman menuturkan, “Tebu-tebu itu memang sengaja ditanam. Pengennya untuk bisa produksi gula sendiri, tetapi terhenti sejenak. Jadi, gula yang diambil berupa gula cair saja”.

Menginjak kaki masuk ke dalam, saya diperlihatkan ada tiga ember berisi air. Ternyata, ember-ember tersebut berupa mol atau molase untuk proses pembusukan pembuatan pupuk organik. Molase itu diperoleh dari tebu berupa gula cair yang ditampung dari proses penyaringan. Masuk ke dalam lagi, saya diperlihatkan pada kandang ternah berupa kambing. Ada sekitar 30 ekor kambing yang dipelihara untuk diambil kotorannya. Kemudian diolah menjadi pupuk kompos (organik). Kotoran kambing itu dicampur bersama arang sekam padi, jerami padi, Azolla pinnata, dan tetumbuhan hijau lainnya. Sementara, air urin kambing dialiri ke sawah-sawah sebagai tambahan pupuk alami urea yang berasal dari air seni kambing itu tadi.


Bahan Mol (Molase) untuk pembuatan pupuk organik
Foto: Dok. Pribadi
Di sini saya  melihat, inilah yang dimaksud dari alam, untuk alam, dan kembali ke alam yang dilakukan oleh Pak Fleming. Ya, alam tidak untuk dilawan, tetapi bagaimana alam dirawat, dibiakkan agar terus produktif dan menghasilkan. Konsep-konsep seperti ini yang jarang sekali saya dapatkan ketika kita menyatakan melindungi alam tetapi tetap saja  merusaknya. Ada kearifan yang ditanamkan Pak Fleming kepada usaha yang dilakukannya.

Peternakan Kambing untuk proses pembuatan pupuk
Foto: Dok. Pribadi
Di saat-saat saya dibawa ke perkebunan, salah seorang pekerja menunjukkan cara-cara membuat arang merang padi. Arang itu yang nantinya dipakai untuk campuran pupuk organik. Ya, alat pembakar seperti tabung setinggi kurang lebih 1,5 meter yang di sekelilingnya dilubangi. Sementara di bawahnya diberi kayu bakar yang kemudian disulut hingga api menjalar ke atas. Untuk selanjutnya, merang padi ditebar mengelilingi tabung pembakaran.

Alat untuk pembakaran sekam padi
Foto: Dok. Pribadi
“Proses pembakaran merang padi ini perlu waktu relatif lama, tergantung tingkat kekeringan merang. Semakin kering, merang padi akan cepat terbakar dan menjadi arang. Waktu proses pun semakin cepat. Akan tetapi, jika merang masih basah, proses pembuatan arangnya pun semakin lama”, ucap Pak Rohman di sela-sela bincang saya siang itu.

Kemudian, saya dibawa ke areal persawahan yang ditanami padi.Ya, padi beras merah (genja). Genja yang dimaksud Pak Rohman adalah padi yang berumur pendek dan dapat dipanen setelah berumur  empat bulan. Di sekitarnya juga ditanami pohon jali-jali.

Nah, bicara jali-jali ini semakin membuat saya tertarik. Jadi teringat lagunya “Jali-Jali”. Ya, jali-jali sudah dilupakan orang. Mungkin, kalau ditanya, “Tahu tidak bentuk dan rupa buah jali-jali?” Saya yakin, ada yang tidak tahu sama sekali. Dulu, di tempat saya di Jambi, jali-jali ini dijadikan tasbih, aneka souvenir, dirangkai menjadi bentuk-bentuk kerajikan tangan yang sangat menarik. Memang, ada dua jenis jali-jali yang bernama latin Coix lacryma-jobi var.lacryma-jobi punya pseudokarpium sangat keras warna putih, oval, dan dibuat beragam aksesoris. Coix lacryma-jobi var. ma-yuen yang dapat dikonsumsi dan jadi bahan obat oleh orang-orang China. Dalam dunia perdagangan dikenal dengan nama Chinese pearl wheat (gandum mutiara China), meski kekerabatannya lebih dekat dengan jagung ketimbang gandum.

Di tangan terampil Pak Fleming, jali-jali diubah menjadi  tepung gasol jali-jali untuk produk olahan MPASI. Jali-jali mengandung gizi seperti prebiotik, beta-sitosterol yang bagus untuk mengendalikan kolesterol gula darah tubuh. Sementara itu, di China, jali-jali dipakai sebagai obat untuk kanker. Kita juga dapat membuat bubur jali-jali dengan  gula secukupnya untuk sarapan. Kalau jali-jali memang berasa tawar, saat dimasak dapat ditambah gula merah dan daun pandan agar lebih beraroma.

Hasil penelitian pun menunjukkan bahwa jali-jali yang dibuat bubur tidak menaikkan gula darh tubuh. Apalagi kalau ditambah yoghurt, justru memiliki manfaat yang banyak. Yoghurt menjaga keseimbangan mikroba. Meski sudah jarang beredar di pasar, tetapi di Desa Gasol dalam pabrik pengolahan tepung gasol milik Pak Fleming, jali-jali masih dihasilkan dan diproduksii.

Saya juga menjumpai sejumlah tanaman sorghum. Sorghum atau cantel (di Jawa), menjadi bahan pangan lokal nomor lima di dunia. Tetapi, tidak saja di Jawa, sorghum juga menyebar ke daerah timur Indonesia, tepatnya di Adonara Barat, Desa Pajinian yang dikelola oleh Ibu Maria Loretha sebagai sumber pangan lokal yang kini sudah merambah mancanegara. Sorghum dapat dibuat sebagai MPASI karena zat besi yang dikandungnya mampu menghindari bayi dari defisiensi besi, juga penambah darah, dan beberapa jenis tanaman yang dapat dibuat tepung lainnya.

Saya juga menyusuri galangan sawah untuk melihat padi-padi yang sudah berbuah dan mulai menua (masak). Di tegalan  padi itu juga ditanami tanaman kacang tanah dan kacang kedelai. Sistem tumpang sari atau juga tanaman sela untuk memanfaatkan lahan, juga memperbaiki unsur hara dilakukan oleh Pak Fleming. Jadi, tidak perlu mengandalkan perluasan lahan (ekstensifikasi lahan).

Bagaimana dengan pestisida? Di kebun Gasol ini tidak atau mengurangi sama sekali pemakaian pestisida olahan pabrik. Justru mereka memakai pestisida alami seperti mahoni dan suren. Kedua tanaman ini mampu mengusir hama belalang, dengan cara ditumbuk dan direndam air cucian beras lantas di fermentasi.

Kearifan lokal yang tetap terjaga, perlindungan pada ekosistem alam tak hilang dalam membentik ekosistem  alam seimbang. Pak Fleming memanfaatkan limbah kulit pisang, bonggol jagung, dan  sampah rumah tangga untuk dijadikan kompos. Alhasil, pupuk-pupuk yang ditebarkan di perkebunan miliknya adalah pupuk organik tanpa campuran bahan kimia pabrik.

Rumah kaca ini sebagai "alat" untuk proses pengeringan material tepung
Foto: Dok. Pribadi
Di pabriknya itu, Pak Fleming juga membuat rumah kaca untuk proses pengeringan material tepung. Hal itu dapat membuat penghematan energi yang jumlahnya dapat mencapai ribuan watt. Akan tetapi, jika kondisi  cuaca tidak memungkinkan, hujan yang terus menerus, heater menjadi alternatif lain untuk pengeringan. Di cuaca yang sangat panas, rumah kaca itu mampu menyerap panas tinggi (30 derajat Celcius).

Untuk mengembangkan usahanya ini, Pak Fleming tidak sendirian. Dia bermitra dengan dengan beberapa petani di Desa Gasol. Ada yang bersawah di tempat yang mereka punyai dengan menerapkan pola-pola organik yang diberikan oleh Pak Fleming. Petani-petani yang bekerja di lahan Pak Fleming bersimbiosis mutualisme dengan banyak mengambil keuntunngan tanpa merugikan satu sama lainnya.

Mereka, selain mendapat gaji, juga ada aturan bagi hasil untuk areal-areal tertentu. Pekerja yang menggarap lahan juga mendapat jaminan kesehatan secara free. Ada kalanya mereka berbagi cerita (curhat) mengenai kondisi di perkebunan, kendala yang dihadapi, dan hal-hal lainnya. Pak Fleming tak hanya  mempekerjakan kaum pria, ketika saya bertandang ke pabriknya itu, ada banyak wanita juga. Ya, sepertinya hal ini sebagai bentuk penyerapan tenaga kerja seiring dengan penerapan pola pertanian organik berkonsep kembali pada lingkungan sekitar dengan hal-hal positif.

Ya, tepung-tepung gasol ini membawa begitu banyak harapan tak hanya untuk Pak Fleming dan keluarga, tetapi untuk mereka yang ada di Gasol. Seperti banyaknya varian Gasol yang dihasilkan, meliputi Tepung gasol  merah wangi, Tepung gasol beras merah, Tepung gasol beras cokelat, Tepung gasol kacang hijau, Tepung gasol kacang kedelai, Tepung gasol kacang merah, Tepung gasol jagung, Tepung gasol ubi, Tepung gasol pisang, Tepung gasol arrowroot (Garut), Tepung gasol jali-jali, Tepung gasol labu kuning, dan Tepung gasol talas.

Para pengelola Pabrik Tepung Gasol
Pak Rohman (kaos belang), Pak Fleming Wong (kacamata berbaju hitam kuning) Owner
Mas Abraham Wong (Digital Marketing Gasol) kaos biru, Ibu  Wawa (baju bunga-bunga) sebagai Ibu pengelola
dan Kang Dadang (Baju Putih Hitam) sebagai Supervisor Pabrik. Foto: Dok. Pribadi
Tak terasa, surya sore perlahan-lahan pamit masuk ke peraduan. Saya kembali ke dalam ramah dan damainya rumah kayu yang diidamkan Pak Fleming. Ibu Wawa dan Teteh sudah menyediakan kembali sepiring combro dengan hangat teh sereh. Tak lama berselang foto bersama dilakukan sebagai satu bentuk pengingat bahwa suatu saat nanti saya akan kembali lagi. Ibu Wawa, sempat berkaca-kaca. Pak Rohman, Mas Abraham, Mas Irfan, Teh Hetty, dan Kang Dadang, mungkin akan ada sejuta cerita yang singgah selanjutnya untuk saya kembali menceritakan perjalanan penuh liku di Gasol, seperti liku-liku tegalan sawah yang membawa cerita indah untuk esok.   

Sejenak foto bersama menjadi bentuk peninggalan jejak
Foto: Dok. Pribadi