Wednesday, May 30, 2018

Rokok Sebagai Pembunuh dan Perbuatan Mubazir dalam Islam


Berhenti atau mati! [Foto: Dok https://healthadvisor.icicilombard.com]
Pernah membayangkan berapa jumlah uang yang harus dikeluarkan dalam satu tahun apabila Anda merokok satu bungkus dalam satu hari? Andai satu bungkus rokok berharga 15 ribu rupiah x 30 hari, totalnya sudah 450 ribu. Kalikan dalam satu tahun, sekitar 5,4 juta rupiah. So…? Dalam satu tahun Anda telah membakar duit berjumlah 5,4 juta rupiah.

Mungkin  kalau Anda bijak, dengan 5,4 juta yang Anda tabung setiap hari dari pembelian rokok seharga 15 ribu rupiah, bukan mustahil dalam kurun waktu 10 tahun Anda sudah bisa nambah kendaraan roda empat atau Anda investasi tanah untuk masa depan anak dan keluarga. Tak terbayangkan, kan sebelumnya.

Belum lagi kerugian jasmani dan rohani yang Anda derita. Tidak bermaksud menggurui ya, lebih banyak mudharatnya sih menurut saya dibanding manfaatnya. Kalau ada yang bilang, “Ah elu ga ngerokok, ga gentle.” Bukan soal tidak merokok lantas tidak gentle, tetapi perlu memikirkan kembali dampak, akibat, dan penyakit yang ditimbulkan darinya.
 
Diskusi publik Rokok dan Puasa: Murahnya Harga Rokok [Foto: Dok Pri]
Kalau dipikir-pikir secara logis, apa untungnya menghisap asap? Asap banyak mengandung zat berbahaya yang mungkin sebagian orang tidak tahu. Ada material racun yang dibawa asap rokok, baik untuk  yang merokok maupun yang terpapar rokok. Jujur saja, saya dulu memang pernah merokok, akan tetapi, ketika berpikir apa untungnya merokok, saya tinggalkan sesegera mungkin.

Dulu, saat saya bekerja sebagai analis konservasi, setiap masuk ke hutan di pedalaman Sumatera, saya dan guide selalu menyiapkan 20 ball (kotak) rokok dari beragam merek. Karena kondisi hutan Sumatera yang tidak begitu bersahabat, banyak sungai dan nyamuk malaria. Mau tidak mau, sebagai pengusir nyamuk, rokoklah salah satu jalannya dan bakar kayu.

Apalagi, saya juga bekerja langsung berhadapan dengan Suku Anak Dalam (SAD) yang notabenenya salah satu barang kesukaan mereka adalah rokok selain permen. Sebagai penyambung komunikasi tatkala kami bertemu dan berkumpul dalam satu sudung (pondok dari terpal plastik hitam) untuk menggali informasi seputar tanaman obat di pedalaman Jambi.

Saya belum berpikir tentang bahaya rokok itu sendiri. Pokoknya, satu isapan rokok sangat berarti bagi saya demi informasi akurat dari SAD yang mampu menjelaskan detail mengenai tanaman obat. Stigma SAD, kalau mau mendapat informasi berilah mereka rokok sudah menjadi cap memang. Masuk hutan pun tidak sebentar, terkadang hingga berminggu-mingu, bahkan sebulanan.  Mau tidak mau, rokok menjadi pengusir jenuh di dalam dan teman dalam perjalanan.

Alhasil, ketika selesai pekerjaan pun ikut terbawa ke dalam kantor. Dan seluruh penghuni kantor perokok. Saya pun sempat mengenyam dalam satu hari menghabiskan tiga bungkus rokok putih. Semata-mata atas nama pekerjaan bukan karena gengsi atau tak ingin disebut banci, tidak! 
Pun ketika bekerja di media cetak yang notabenenya menuntut saya untuk berpikir keras menerjemahkan kalimat-kalimat yang perlu konsentrasi tinggi.  Rokok dan kopi menjadi teman sekata  di atas meja kerja saya.

Itu ketika saya belum memutuskan untuk menikah. Lama kelamaan saya berpikir, “Apa ya fungsi rokok untuk kesehatan saya?” Apakah berguna dari sisi medis? Apakah ada dampak yang signifikan ketika saya bisa menghabiskan satu bungkus bahkan lebih untuk kehidupan saya ke depan?

Pertanyaan demi pertanyaan terus menggelayut. Beragam referensi bacaan pun saya telusuri. Rata-rata menyebutkan dampak buruk akibat roko. Ada rasa ngeri yang mendalam timbul di pikiran saya. Ketika saya mulai mengalami napas terengah-engah ketika berjalan baru beberapa meter, di situ saya merasa napas saya jadi napas tembakau. Saluran pernapasan saya tak lagi lancar.  Seperti tersumbat penuh kotoran.

Dari beberapa referensi pun saya coba baca kiat untuk menghilangkan nikotin  yang sudah masuk sejak 1999 hingga 2011 itu (hampir 12 tahun) asap memenuhi seluruh raga saya. Susu, ya susu murni saya coba konsumsi, makanan dengan sayur serat tinggi (sayuran hijau), buah-buahan seperti nenas yang katanya ampuh melunturkan nikotin, dan tak lupa pula air putih  hangat saya konsumsi setiap pagi.

Hal ini demi membersihkan paru-paru dan jalur pernapasan saya yang mulai bermasalah. Saya pun merasakan hal lain, keringat berbau tembakau, napas apalagi. Padahal beberapa pekerjaan saya kala itu menuntut banyak bertemu orang dan bersosialisasi.  Pun olahraga untuk  menurunkan berat badan yang 85 kilogram kala itu saya jalani dengan ketat.

Perlahan-lahan  tapi pasti,  ada kemajuan yang sangat signifikan dari yang saya lakukan.  Diet ketat atas anjuran dokter pun saya jalani dengan niat dan kekuatan penuh. Dalam waktu  dua bulan, berat badan turun drastis, rokok pun sudah tak tersentuh.

Kalau mau jadi maling, bergaul dengan maling (Saya tidak bermaksud untuk membuat Anda menjadi pencuri lho ya, hanya perumpaan saja). Nah,  kalau mau berhenti merokok, jauhi rokok, bukan berarti menjauhi orang yang merokok. Memang, perlu dicatat, godaan terbesar saya ketika saya bergaul dengan para perokok rasa ingin merokok itu kembali. Akan tetapi, karena niat yang kuat semua tertepiskan begitu saja.

Saya tidak ingin mengkhianati atas hal-hal yang sudah saya lakukan agar tidak kembali sia-sia. Kalau saya kembali pada “jalan sesat” itu, artinya saya kembali menyiksa dan mengkhianati usaha yang sudah saya bangun selama ini. Alhamdulillahnya, sebelum menikah, saya sudah bebas dari rokok. Petikan pelajaran berharga ini saya simpan dan sampaikan  untuk keluarga saya yang anak laki-lakinya tiga orang saudara saya perokok berat.

Perlahan-lahan untuk mereka mengurangi rokok. Terkadang ada kalimat-kalimat yang muncul, entah dipikir terlebih dahulu atau memang spontan saja. “Yang tidak merokok saja mati, banyak yang merokok sehat-sehat saja.” Kalimat yang keluar dari mulut dan isi kepala yang sudah dipenuhi asap rokok inilah yang kadang buat saya geretan pengen kasih pelajaran lebih.

Kembali saya tersadar, tak semua orang dapat memahami apa yang kita sampaikan dengan cara baik sekalipun. Rerata mereka memilih mencibir dan bilang “Sok bersih”. Justru akibat yang ditimbulkan dari rokok inilah sedini mungkin kita cegah jangan sampai terlambat. Jika terlambat, banyaklah penyakit yang mendera.

Sama halnya ketika saya mengikuti diskusi publik Rokok dan Puasa, Murahnya Harga Rokok Pada Senin (28/05/2018) di Tjikini Lima Reaturant dan Café, bilangan Jakarta Pusat. Ada banyak hal yang disampaikan berkenaan  dengan rokok ini.
 
Dr. Adhi Wibowo Nurhidayat [Foto: Dok Pri]
Seperti yang disampaikan Dokter Adhi Wibowo Nurhidayat bahwa Rokok itu membuat ketergantungan karena mengandung candu. Orang  yang telah mengalami nicotine addiction akan dengan sangat  mudah menjadi pecandu narkoba. Karena rokok itu sama dengan narkoba.

Ada hal yang memang menjadi catatan bersama untuk kita, bahwa hadirnya rokok menjadi salah satu pendapatan pemerintah. Kenapa? Ya, pemerintah perlu cukai untuk mengembangkan negara. Di sini kontradiksi rokok antara ingin dihapuskan dan tetap beredar masih terus jadi bahan tarik-tarikkan antara pemerintah, produsen, dan petani tembakau.  

Kembali pada perokok, bahwa menurut Dokter Adhi, perokok itu tahu bahayanya merokok, akan tetapi mereka tetap merokok. Akibatnya mereka semakin ketergantungan. Nah, ketergantungan rokok sama saja artinya dengan ketergantungan narkoba. Puasa yang mereka jalani di saat-saat ramadan, hanya memberhentikan mereka dari merokok beberapa jam, selanjutnya balik lagi merokok.


Masyarakat korban rokok dengan tenggorokan sebagai jalan pernapasan [Foto: Dok Pri]
Padahal ya, selama puasa perokok bisa menahan diri untuk tidak merokok, tetapi selesai puasa (buka) mereka merokok kembali. Menurut saya,  kembali pada niat. Kalau puasa hanya sekadara untuk melepaskan  rokok beberapa saat , dengan niat kuat untuk tidak merokok, lanjutkan saja untuk tidak merokok.

Nikotin dalam rokok merupaka narkoba dalam bentuk lain nomor tiga. Nikotin ini menempati ranking ketiga setelah putaw dan kokain. Orang yang mengalami ketergantangungan rokok memang lebih tinggi. Padahal kalau kita tahu, NIKOTIN itu jauh lebih jahat. Orang-orang di Indonesia sebagian tidak tahu bahwa rokok itu Narkoba. Ya, narkoba yang menyiksa jiwa raga. Jadi, untuk membantu memberikan orang-orang terbebas dari asap rokok, kita bisa bilang bahwa “Rokok Itu Narkoba”.

Menurut saya, salah satu pintu masuk  seseorang menjadi kecanduan dan ujung-ujungnya narkoba melalui rokok.  Kita juga sering mendengar kalimat dari orang-orang yang kesulitan berhenti merokok. Mereka bilang “Sulit sekali berhenti merokok”, kenapa? Ya, tak lain karena zat yang terkandung di dalam rokok itu sebagai narkoba.

Sementara, dari kajian teologis, menurut Dokter Adhi, bahwa kalau khamar dan judi itu dosa besar, maka rokok itu lebih banyak mudharatnya dibanding manfaatnya. Rokok itu sebagai narkoba dan menutup akal sehat.

Pun dikatakan bahwa merokok itu membuat orang jadi gembira, karena tembakau itu stimulan dan membuat orang jadi semangat.  Orang-orang yang merokok menganggap bahwa rokok dapat mempengaruhi perilaku, seperti euforia yang dibilang mampu membangkitkan motivasi. Menurunkan rasa fatique (capek), mengurangi kecemasan, analgesik (mengatasi nyeri dan sakit pinggang),  juga dikatakan sebagai analgesik, dan mampu memperbaiki kognisi seseorang.  Ya, kalau orang patokannya ke sini, otomatis semua bakal jadi perokok.

Makanya, bisa kita lihat orang yang sakaw (candu) dengan rokok) itu sangat gampang marah, frustasi, cemas, gelisah, depresi. Di saat-saat tertentu, rokok pun dapat membuat dirinya tenang. Akan tetapi, kalau rokok dijauhkan darinya, depresi dan sulit konsentrasi menjangkiti. Apakah hal ini berhubungan dengan gangguan jiwa seseorang?

Jawabannya, ya! 70-8 %  penderita Schizofrenia adalah perokok. Ketika seseorang menderita gangguan jiwa, menurut Dokter Adhi, justru lebih sulit untuk berhenti merokok. Prevalensi depresi pada perokok 59% lebih dibanding orang yang tidak merokok, sekitar 17% saja.  Orang yang depresi biasanya melarikan diri ke rokok. Nah, orang yang merokok rentan terkena Schizofrenia.

Mengapa justru banyak orang Indonesia yang merokok? Kalau dilihat, 75% orang tua yang merokok ketika berada di rumah dan anak-anaknya melihat, kemungkinan besar akan menurunkan pada anaknya. Di dunia Narkoba ada gateway model dengan nama Gen Y. ketika seseorang telah pernah menggunakan atau memakai narkoba, kemungkinan akan mencoba bentuk lain seperti heroin, ganja atau cimeng, tequilla, bahkan minuman oplosan.

Berdasarkan teori perilaku, ketika seorang ayah merokok  anaknya akan juga ikut merokok. Dari sisi pergaulan, anak-anaknya akan ikut terpapar. Sudah saatnya pemerintah harus menaikkan harga rokok setinggi mungkin untuk membuat orang berpikir.

Fatwa Tentang Hukum Merokok
Seseorang dalam Islam diwajibkan untuk  memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya satu kondisi hidup sehat yang merupakan  hak setiap orang dan merupakan bagian dari tujuh syariah.
 
Dr. Anwar Abbas - Pengurus Pusat Muhammadiyah [Foto: Dok Pri]
Menurut Doktor Awar Abbas, Pengurus Pusat Muhammadiyah, dalam Islam ada lima kategori hukum yang membuat “sesuatu” dapat dilakukan yaitu Wajib, Sunnah, Haram, Mubah, dan Makruh. Doktor Anwar, dalam hal rokok mengharamkan, hal ini mengacu pada Al Quran Surat 7 ayat 157.

Sebagaimana dikatakannya, bahwa merokok terdapat unsur menjatuhkan diri dalam kebinasaan dan sebagai perbuatan bunuh diri secara perlahan-lahan. Oleh karenanya bertentangan dengan Al Quran Surah 2 ayat 195 dan Surah 4 ayat 29.

Doktor Anwar Abbas mengatakan, “Merokok bertentangan dengan dalil-dalil dalam Islam, di antaranya mengharamkan segala yang buruk, larangan menjatuhkan diri pada kebinasaan, dan perbuatan bunuh diri, larangan berbuat mubazir, dan larangan menimbulkan mudarat atau bahaya pada diri sendiri dan orang lain. Itulah mengapa PP Muhammadiyah mengeluarkan fatwa haram rokok agar umat islam menjauhkan diri dari rokok.”

Sementara, Doktor Abdillah Ahsan, SE, M.Si, Wakil Kepala Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah UI menyebutkan, harga rokok masih murah, survei harga di Dirjen Bea dan Cukai Kemenkeu menunjukkan harga rokok per bungus Rp15 ribu. Hal ini masih terjangkau di saku anak-anak karena rokok di Indonesia lumrah di beli per batang.
 
Dr. Abdillah Ahsan (pojok kanan) Wakil Kepala Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah FE-UI [Foto: Dok Pri]
Menurutnya lagi, saat puasa adalah waktu yang tepat berhenti merokok dan uang dapat ditabung untuk masa depan. Merokok juga tidak islami karena makruh, mubazir, dan menyebabkan katastropik.

“Kerugian ekonoi untuk perseorangan akibat konsumsi rokok dapat menghilangkan kesempatan untuk konsumsi yang sifat lebih produktif, misalnya konsumsi untuk pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan pokok,” tambah Abdillah.

Data dari BPS (2018) mendukung pernyataan ini dengan ditemukannya rokok sebagai komoditas kedua yang berkontribusi terhadap kemiskinan di perkotaan dan perdesaan. Memang, sudah saatnya #RokokHarusMahal. Kenaikan harga cukai rokok dan harga jualan eceran yang setinggi-tingginya sudah harus dilakukan pemerintah. 


Fuad Abbas, Terapis pencandu rokok [Foto: Dok Pri]
Dari tujuh ribu artikel yang ditulis bahwasanya mengatakan bahwa rokok itu tidak sehat. Dilihat dari perspektif ajaran Islam, sebagai pekerjaan sia-sia dan mubazir. Sudah saatnya menjaga jiwa, menjaga akal, dan menjaga keturunan agar terhindar dari rokok, karena merokok tidak sesuai dengan tujuan agama. Justru mencampakkan diri dalam kebinasaan. Sudah saatnya berhenti dan jauhkan diri dari rokok. Bagaimana pendapat kalian? 

Bersama rekan blogger dalam diskusi publik Puasa dan Rokok [Foto: Dok Pri]



Anak Muda Indonesia, Saatnya Bangkit dan Berdaya: Adamas Belva Devara, Perlu 128 Tahun Indonesia (Jakarta) Perbaiki Pendidikan


 
Adamas Belva Devara - CEO Ruangguru.com [Foto: Dok Pri]
Namanya tercatat sebagai satu dari delapan penerima beasiswa di NTU dari pemerintah Singapura. Sosoknya terlihat begitu cheer saat menyampaikan perusahaan yang digawanginya, ruangguru.com. Adamas Belva Devara, sosok penting dalam startup yang didirikannya bersama Iman Usman.

Belva biasa disapa, telah ditanamkan banyak nilai-nilai penting dalam kehidupannya oleh kedua orang tuanya. Salah satu nilai itu adalah pendidikan. Meski berasal dari keluarga dengan ekonomi cukup, tetapi kedua orang tuanya selalu ingin memberi pendidikan layak untuk anak-anaknya, termasuk dirinya.

Menurutnya, pendidikan itu sangat penting sebagai investasi masa depan. Wajar, selama menempuh studi Belva selalu menjadi yang terbaik. Karenanya banyak mendapatkan tawaran beasiswa untuk meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi lagi.

Ruangguru telah banyak melakukan kerjasama dengan pemerintah daerah, sekitar 34 provinsi telah menjalin hubungan kerjasama tersebut. Ada sekitar 500 kota/kabupaten yang telah bekerjasama termasuk pemerintah daerah.
 
Transformasi model belajar dari Ruangguru.com [Foto: Dok Pri]
Ruangguru sendiri berdiri pada 2014 yang digawangi oleh dirinya dan Iman Usman. Mereka berdua memang sangat beruntung, karena bisa melanjutkan pendidikan di universitas terbaik di dunia.

Di Indonesia, menurut Belva, masih banyak anak-anak Indonesia yang jauh lebih pintar, tetapi tidak memiliki kesempatan yang sama seperti kami berdua. Inilah alasan kenapa Belva dan Iman mendirikan ruangguru. Hal ini menjadi jawaban dari permasalahan pendidikan yang ada di Indonesia pula.

Menurut Belva, pendidikan Indonesia tidak begitu bagus. Indonesia berada di peringkat kedua terbawah. Profesornya sendiri beranekdot untuk menghitung berapa lama pendidikan di Indonesia ini mesti berubah. Profesornya menghitung pendidikan yang hanya berada di Jakarta.

Akhirnya, keluarlah angka, Jakarta perlu waktu 128 tahun untuk mengubah pendidikan agar lebih baik.

Menurut Belva, banyak sekarang keluar kalimat, “Indonesia Emas 2030-2045”, tetapi sebenarnya kalau melihat Indonesia ke depannya, bahwa anak-anaklah yang nantinya mendapat tongkat estafet ke depannya seperti apa.
 
Tabel pendidikan global [Foto: Dok Pri]
Akan tetapi, kalau pendidikan anak-anak ini tidak terjamin, Indonesia emas dan segala hal yang tersemat di dalamnya, hanya mimpi. Kalau tidak ada gebrakan, business as usual, kita tetap perlu  waktu 128 tahun itu tadi untuk memajukan pendidikan di tanah air.

“Pendidikan Indonesia menjadi pendidikan nomor empat terbesar di dunia. Kenapa pendidikan di Indonesia masih kurang? Hal ini bukan karena bujetnya kurang. Bujetnya sudah 20% dari anggaran belanja negara dan ini termasuk besar sekali,” urai Belva.

Di tahun 2018, anggaran pendidikan negeri ini mencapai 414 Triliun. Permasalahan terbesarnya adalah tidak ada data pendidikan yang valid. “Kalau fundingnya banyak tetapi sporadis hal ini yang mengakibatkan pendidikan di Indonesia tidak fokus. Otomatis jadi sia-sia,” tutur Belva.

Apa yang bisa ditawarkan ruangguru? Learning management system yang sudah banyak dikerjasamakan dengan pemerintah daerah. Melalui sistem tersebut, siswa bisa belajar, latihan soal secara online. Guru-gurunya pun bisa memberikan pekerjaan rumah tambahan secara online. Semua kegiatan belajar mengajar di dalam kelas dapat dikelola (manage) dengan online. Ruangguru menyediakan ini semua secara gratis, dan tidak menyentuh APBN maupun APBD.
 
Sistem global pendidikan terbesar [Foto: Dok Pri]
Kenapa ruangguru bisa memberikan hal ini secara gratis? Mereka harus konsisten. Karena, begitu mereka masuk, akan juga dihadapkan pada teknologi. Anak-anak sekarang lebih digitally.

Anak-anak sekarang, nonton TV juga jarang, nontonnya Youtube. Sehari-hari selalu berteman gadget (sosmed). Jadi, ruangguru juga mulai melihat adanya shifting. Dari yang tadinya belajar lewat buku dan metode konvensional. Tapi sekarang sudah melalui gadget.

Ternyata ruang guru sekarang menjadi salah satu aplikasi terbesar dan menjadi nomor tiga di Asia. Seberapa besar dan banyak siswa-siswa tersebut mendapatkan benefit dari aplikasi tersebut.

Di seluruh kota/kabupaten, ruang guru membuat beragam workshop. Jadi ruangguru ingin membuat gerakan. Gerakan, karena pendidikan di Indonesia ini tidak bisa dipecahkan oleh orang per orang saja. tetapi mesti bersatu dan bekerjasama dengan pemerintah sekolah.

Setiap sekolah bisa saja dilakukan workshop. Semisal dengan kepala sekoah, bagaimana caranya mereka memakai ruang guru, mendapatkan data, dari sistem online.

Sistem online, ruangguru ingin memberikan data yang tadinya pemerintah tidak punya, ruang guru bisa sediakan. Seperti ruang belajar mengajar. Dalam kelas tersebut mana bagian kelas yang bocor. Dalam satu kelas, murid-murid nama yang cerdas.
 
Apps ruangguru memberi kemudahan siswa dan guru dalam belajar mengajar [Foto: Dok Pri]
“Seberapa banyak siswa-siswi mendapatkan pembelajaran dari aplikasi ruanguru.com, itu yang selalu membuat kami energized,” tutup Belva.

Inilah kebangkitan anak-anak muda Indonesia dengan keinginan dan kegigihan untuk memajukan Indonesia, mereka bangkit dan berdaya untuk negara.

Baik William, Heni, dan Belva bukan berarti mereka tidak pernah terpuruk dalam menggapai apa yang dicita-citakan. Mereka bangkit dan memberikan daya untuk kemajuan anak-anak bangsa dan negara dengan keterbatasan dan kemampuan yang dimiliki. Bangkit dan berdayalah anak-anak muda Indonesia untuk Indonesia yang lebih jaya.

Anak Muda Indonesia Saatnya Bangkit dan Berdaya: Heni Sri Sundani, Sarjana Lulusan Luar Negeri Rela Pulang Kampung Membangun Desa


Heni Sri Sundani-Founder Smart Farmer Kids in Action & AgroEdu Jampang Community [Foto: DokPri]
Heni Sri Sundani, hanyalah seorang anak petani miskin. Boleh dibilang, makan hanya sekali sehari. Tiba-tiba masuk majalah Forbes. Masa kecil yang sangat miris, ketika berumur satu tahun sudah ditinggal oleh kedua orang tuanya karena perceraian.

Ibunya menikah di usia yang sangat muda, bahkan sebelum mendapatkan haid pertamanya. Heni lebih banyak diasuh oleh sang nenek yang notabenenya tidak bisa baca dan tulis. Ketika ingin sekolah, saat SD sekolah ditempuh dalam waktu 2 jam, SMP lebih kurang 4 jam pulang pergi.

Sementara, SMA sendiri adanya di kota, bahkan ketika ingin melanjutkan kuliah dirinya justru menjadi TKI ke Hongkong. Hidupnya memang tidak pernah mudah. Tapi Heni tidak pernah menyerah, ketika dia berpikir menyerah, otomatis hidupnya akan berakhir seperti sang Ibu.

Pun hidupnya akan berakhir seperti teman-teman sebayanya yang baru berumur 13 tahun tetapi sudah jadi janda dua kali. Ketika Heni datang ke berbagai forum, banyak mahasiswa/i yang ingin jadi seperti dia.

Heni berkata kepada mereka,”Jangan jadi saya, jadi saya itu berat, biar saya aja, kamu ga akan kuat,” (ngakak juga saya dengarnya).

Heni membuat satu campaign, namanya Sarjana Pulang Kampung. Dia kembali ke Kampung dan membangun kampung. Pertanyaannya, “Mengapa harus kembali ke Kampung?” Kita semua tahu, orang-orang terbaik di Indonesia terpusat di kota. Tetapi yang dibutuhkan Indonesia, buka satu obor raksasa di Jakarta. Tetapi yang dibutuhkan Indonesia di masa depan adalah obor-obor kecil yang menyala dari sebuah desa.

Saat ini Heni membuat satu gerakan bernama “Anak Petani Cerdas”. Dulu hanya dimulai dengan 15 orang anak dan modal 100 ribu rupiah. Bersyukur setelah satu-tiga tahun berjalan, ada tersebar lebih dari 3.000 anak yang tersebar di pulau Jawa dan Lombok.

Kalau dulu Heni hanya membantu satu kampung saja di Bogor. Tetapi, setelah lima tahun kemudian, dirinya dan teman-temannya bisa membantu lebih dari 150 ribu keluarga petani dari Aceh hingga Papua.

Bagaimana caranya Heni bisa sampai seperti itu? Heni memulai dari “Setiap  orang harus menemukan WHY-nya masing-masing.” Mengapa harus menemukan WHY-nya?
 
Mulailah dengan WHY [Foto: Dok Pri]
Menurut Heni, “Saya memberi bukan karena saya punya banyak, tetapi karena saya tahu bagaimana rasanya tidak punya apa-apa. Ketika saya ingin sekolah, saya tidak punya duit untuk sekolah. Ketika ingin makan, saya tidak punya duit untuk makan. Saat mau lanjut kuliah, tidak ada beasiswa. Akhirnya, dari menemukan why inilah, itu yang akan menjadi alasan terbaik kita untuk melakukan hal ini.”

Ketika kita ingin melakukan perubahan sosial, hal pertama yang harus kita lakukan adalah membantu diri kita sendiri dulu. Bayangkan saja, bagaimana kita bisa membantu orang lain kalau kita tidak bisa membantu diri sendiri.

Setelah bertemu dengan alasan yang tepat mengapa kita harus mengerjakan hal ini, barulah kita akan dapat yang namanya komitmen. Karena yang namanya perubahan sosial itu tidak mudah. Banyak sekali hal-hal yang harus kita korbankan. Termasuk diri kita.

Pengorbanan yang Heni lakukan ketika lulus dari Hongkong di tahun 2011, dia menjadi salah satu sarjana dengan predikat terbaik. Dia banyak mendapat tawaran beasiswa untuk melanjutkan kuliah di luar negeri. Tapi, dia lebih memilih pulang ke Indonesia dan menjadi salah satu guru yang hingga hari ini tidak pernah dibayar.

Pernah satu ketika Heni mengajar di sekolah formal. Akan tetapi, hal itu tidak bisa dilakukan kalau setengah-setengah dan mesti full time. Jadi, kalau ditanya apa pekerjaannya saat ini, Heni bisa menjawab full time di komunitas.

“How far you go, seberapa jauh kita melangkah,seberapa tinggi kita terbang dengan gerakan dan komunitas kita, itu bergantung seberapa kokohnya komitmen kita,” tutur Heni.

Karena kalau kita melakukan pekerjaan ini di masyarakat, menurut Heni, kita akan banyak menjumpai kesulitan. Fondasi kita mesti benar-benar kuat, karena tidak ada yang menggajinya.

Untuk bisa membuat gerakan  sosial atau usaha sosial di masyarakat apalagi? Biasanya, Heni memulai dari “What” dulu. Apa masalah di sekitar kita. Melihat permasalahan di sekitar kita apa. Heni membuat “Anak Petani Cerdas” karena tinggal di kaki Gunung Pangrango, di Cimande.

Jadi, masalah di sekitar kita itu apa. Kita bisa atau tidak menjadi bagian dari solusi permasalahan yang ada di sana. Lantas tujuannya apa? Heni percaya, bahwa pendidikan itu senjata paling ampuh untuk memutus rantai kemiskinan. Hal ini telah ia buktikan sendiri. Goalnya adalah, agar anak-anak petani miskin yang tidak punya harapan, bisa bersekolah. Di satu rumah ada yang bisa jadi sarjana.

Kenapa? Karena kalau kita hanya memberi bantuan sembako terus menerus, justru tidak akan menyelesaikan masalah. Yang ingin diselesaikan adalah akar masalahnya. Selanjutnya adalah “Resouces”-nya apa? Ketika kita ingin memulai gerakan sosial bertanyanya jangan ke orang, tapi tanyakan ke diri kita.

Apa kita miliki saat ini? Di Gerakan Anak Petani Cerdas, Heni berpikir dia punya ilmu. Dia sanggup mengajar, akhirnya diputuskan untuk  mengajar. Tidak perlu harus menunggu orang lain. Bayangkan, kalau kalian ingin membuat gerakan sosial menunggu orang lain, akan lama dan bisa tidak jadi-jadi.

Ketika mengerjakan sesuatu itu kerjakan yang benar, bukan yang paling mudah. Karena hal ini penting. Mengerjakan yang mudah-mudah tetapi bukan itu tujuannya, justru tidak akan menyelesaikan apa-apa.

Lantas jalannya dengan cara bagaimana? Ada banyak cara, ada yang membuat platform online sosial, startup, juga membuat komunitas kecil-kecilan. Semuanya memang benar, yang tidak benar itu yang tidak melakukan apa-apa. “Ujung-ujungnya, kita akan bertemu dengan passion kita,” ucap Heni.

Untuk menjadi leader di masyarakat, menurut Heni bukan dari power-nya, tetapi justru dari ability empower others. Terakhir, lebih ke arah “WHO”-nya. Kita mengerjakan hal ini untuk siapa, targetnya siapa, donaturnya siapa, partnernya siapa.

“Partner terbaik saya adalah suami saya. Karena apa? Diskusinya mudah di rumah. Ketika saya menikah dengan suami saya, saya melihat cara berpkir yang sama. Karena menikah itu bukan sekadar aku dan kamu menjadi kita. Saya memilih laki-laki ini karena visi dan misinya sama seperti yang saya miliki. Kami prosesnya ta’aruf, dan saya memilih dia gara-gara dia bilang seperti ini,”nikah itu bukan siapa yang paling siap, tapi siapa yang paling berani,” tutup Heni.