Candi Kimpulan,
diketahui juga bernama Candi Pustakasala merupakan candi Hindu sekitar abad
ke-9 hingga 10. Candi ini unik, ditemukan tepat di tengah-tengah bangunan
perpustakaan Universitas Islam Indonesia (UII) yang berada di Jalan Kaliurang,
Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Kedalaman candi saat ditemukan terkubur
sekitar 2,7 meter di bawah tanah. Lantas, bagian-bagian candi ke gali dengan
temuan candi berbentuk bujur sangkar, dinding batu andesit, patung Ganesha, dan
Lingga-Yoni.
Candi Kimpulan, di tengah-tengah gedung perpustakaan UII Foto: Dok. Pribadi |
Letak tepatnya
berada di dusun Kimpulan, Umbulmartani, Ngemplak, Yogyakarta. Ditemukan sekitar
11 Desember 2009. Berada bersebelahan dengan sungai Klanduan. Diperkirakan,
candi Kimpulan bermasa kerajaan Mataram Kuno. Candi ini, ketika diperoleh
berupa Arca Ganesha yang berada tak jauh dari Lingga Yoni, pada satu lempengan
emas dan perak pada kotak peripih. Di dalam Yoninya terdapat tiga baris satu
untaian tulisan huruf Jawa Kuno. Diketahui, tulisan tersebut sebagai mantera dalam
agama Hindu yang digunakan sekitar abad ke-9 masehi.
Ditaksir, candi
ini terkubur dari letusan Gunung Merapi terbawa melalui aliran sungai yang
berada di sekitar Candi Kimpulan. Akan tetapi, meski terkena lahar dingin dan
terpendam sangat lama, struktur bangunan candi sangat intaks. Candi Kimpulan
dapat diketahui sebagai candi Hindu karena ditemukannya Arca Ganesha tanpa
adanya Arca Agastya juga Arca Durga, keduanya sebagai bangunan yang tidak
memiliki dinding bilik yang menempatkan arca-arca tersebut di lantai. Terlihat
juga tanpa ada tangga masuk. Arca Nandi, dua buah Lapik dan satu buah kotak
batu.
Arca Ganesha Foto: Dok. Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Yogyakarta |
Bicara nama candi
Kimpulan, dalam berdasarkan etika dalam dunia arkeologi, pemberian nama itu
sesuai dengan tempat ditemukannya candi. Karena tidak ditemukannya prasasti,
maka otomatis nama yang diberikan adalah nama daerah tempat candi tersebut
berada dan ditemukan, dalam hal ini Desa Kimpulan.
Menilik lebih
jauh, candi ini cukup sederhana, akan tetapi dari sisi arsitektur sangatlah
indah dengan teknik kekuatan bangunan yang sangat memadai. Bangunan candi
Kimpulan memiliki satu candi induk yang unik dan satu candi perwara. Bangunan induk
candi berbentuk balik dengan ukuran 6,21 m x 6,21 m x 2,15 m. Sementara itu
permukaan bagian atasnya membentuk semacam pelataran. Di tengah pelataran
tersebutlah terdapat bangunan Lingga dan Yoni. Di sekitar Lingga dan Yoni itu
terdapat 12 umpak.
Candi Kimpulan setelah di ekskavasi bersih Foto: Dok. Pribadi |
Umpak tersebut
menjadi salah satu bukti bahwa bagian atap candi sebagai bangunan lunak berupa
kayu atau bamboo. Otomatis, sangat sulit sekali jika mencari sisa-sia yang
masih tertinggal. Jarang sekali ditemukan candi dalam kondisi utuh dengan
banyak bukti bahwa candi itu berbahan kayu sebagai atap candi. Selama ini, atap
candi maupun bangunannya terbuat dari batu dengan arsitektur yang khas.
Bicara candi
Kimpulan, tak bisa lepas dari salah seorang mantan Menteri Pariwisata dan
Kebudayaan era SBY, yaitu Bapak Ir. Jero Wacik, S.E. Setelah proses ekskavasi
dengan bangga dan senangnya, Jero Wacik
datang ke UII untuk meresmikan keberadaan candi tersebut pada 17 Oktober 2011.
Kita patut
bangga, melalui tangan dingin Jero Wacik, beberapa heritage negeri ini diakui dunia, salah satunya candi. Beliau mampu
mengangkat nama Indonesia di kancah dunia dan Indonesia tak dipandang sebelah
mata.
Jero Wacik saat mengunjungi dan meresmikan Candi Kimpulan Foto: Dok. Pribadi dalam Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Yogyakarta |
Di tangan beliau
pula, pariwisata Indonesia naik pamor dan dikenal. Dengan kerja kerasnya yang
pantang menyerah, dirinya mampu menaikkan kunjungan wisman hingga 84 Trilin per
tahun (2008). Darinya pula MURI berani memberikan penghargaan dengan capaian
kunjungan Turis Asing tertinggi dalam sejarah Indonesia.
Hal yang tak
dapat dilupakan dalam sejarah Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata negeri ini
adalah bagaimana beliau berusaha keras hingga karya budaya Indonesia
mendapatkan pengakuan dari UNESCO dan bersertifikat internasional dengan
diakuinya keris (2008), wayang (2008), batik (2009), angklung (2010), tari
saman (2011), subak (2012), geopark (2012), dan STP Bandung dan Bali (2014)
sebagai heritage Indonesia.
Jadi, hal-hal
yang memberitakan miring tentang dirinya kemungkinan besar hanya orang-orang
yang memang tak kenal lebih dalam tentang sepak terjang Jero Wacik
sesungguhnya. Sebagai orang Bali yang taat dalam beragama, ditambah pula
dirinya sebagai pemangku (pemimpin) umat Hindu tertinggi di Bali, untuk berbuat
hal-hal aneh semacam korupsi, tentu bukan jalannya. Hal itu jauh bertentangan
dengan nuraninya sebagai pemercik (pemangku) agama Hindu.
Oleh karenanya,
setidaknya membelalakkan mata sejenak mengenal lebih jauh beliau tak salah.
Kenallah maka Anda akan menyayanginya. Seperti pepatah katakana,”Tak kenal maka
tak sayang”, tepat kiranya untuk membahasakan kepada orang-orang yang hanya
kenal beliau dari “kulitnya” saja.
Semoga kasus
hukum yang menjerat beliau, segera tuntas dan beliau kembali bebas seperti
sedia kala. Negara hendaknya melihat apa yang sudah dilakukan beliau demi
membela negara dengan loyalitas tinggi, hingga keluarga pun sempat terabaikan.
Jika nurani sudah tak ada, politisasi hukum pun membabi buta. Semoga Pak Jero
Wacik segera bebas tanpa batas. Dunia baru menanti bapak.