Pastinya teman-teman pernah mengidam-idamkan pergi jalan keluar negeri. Ya,
mungkin ga perlu jauh-jauh ke Eropa atau Amerika gitu. Cukup di sekitaran Asia
saja. Saya, memang tak pernah membayangkan apalagi keinginan untuk pergi keluar
negeri. Itu waktu SMP. Tetapi, ketika SMA, saya mulai berpikir begini, “Wah,
enak nih kalo bisa jalan keluar negeri. Mungkin dan pastinya berbeda dengan di
negeri sendiri. Tentunya banyak banget mungkin ya perbedaan”, terucap dalam
hati.
Meski pernah ribut tapi Indonesia-Malaysia masih bisa jadi saudara Foto: Dok. http://www.ukabc.org.uk/ |
Melihat berita-berita di televisi mengenai negara tetangga kala itu cukup
menggiurkan untuk dikunjungi. Berkhayal untuk bisa tinggal beberapa di negara
tetangga idaman akhirnya melekat dalam diri saya. Apalagi kalau ada flyer atau
booklet yang tak sengaja di temukan di tengah jalan, wah senangnya bukan
kepalang.
Kadang-kadang, saya pergi ke perpustakaan daerah untuk sekadar cari literatur
tentang negara tetangga yang akan saya kunjungi kelak. Ya, cita-cita boleh
digantungkan setinggi langit, kalau tanpa usaha sama saja bohong. Dari sejak SMA
itu, segala hal yang berbau negara tetangga saya telusuri.
Mulai dari bahasa yang dipakai, budayanya seperti apa, jenis makanan,
apakah ada banyak masjid bertebaran di sekitar tempat atau daerah nanti yang
akan saya kunjungi. Mana-mana bagian sudut kota yang bisa dijadikan cerita. Apakah
latar belakang sosial budaya terutama orang-orangnya ramah atau justru perlu
trik khusus. Benar-benar saya baca satu per satu.
Informasi-informasi itu saya kumpulkan dalam satu catatan. Tetapi, tak
jarang juga saya pinjam buku tentang pariwisata atau buku mengenai
negara-negara tetangga Indonesia tersebut. Entah kenapa, ketika saya baca, saat
zamannya Soekarno memerintah, ada istilah “Ganyang Malaysia”.
Ternyata eh ternyata, Ganyang Malaysia yang dicetuskan oleh Presiden
Soekarno itu sebagai bentuk perlawanan atau menentang Malaysia tentang
perbatasan. Banyak orang-orang Indonesia yang ingin kembali mengganyang
Malaysia seperti tahun 1960-saat itu. Justru kalau mau berperang, ya berperang
saja pemerintah Indonesia siap. Bagaimana
konfrontasi itu sebenarnya terjadi.
Orang yang memomulerkan istilah konfrontasi saat Soekarno menjadi Presiden
adalah Menteri Luar Negeri, Soebandrio sekitar 20 Januari 1963. Adanya sikap
bermusuhan itu tadi diperkuat juga oleh Presiden Soekarno melalui perintah Dwi
Komando (Dwikora) pada 3 Mei 1963. Isinya, selain
perintah untuk memperkuat ketahanan revolusi Indonesia, seluruh rakyat diminta membantu
perjuangan rakyat Malaya, Singapura, Sarawak, dan Sabah untuk menghancurkan Malaysia. Indonesia menganggap pembentukan Federasi Malaysia yang didalangi Inggris sebagai upaya nekolim (neokolonialisme dan
imperialisme) membentuk sebuah negara boneka.
Nah, istilah ”Ganyang Malaysia” dicetuskan Soekarno. Presiden Soekarno sangat gusar ketika dalam
demonstrasi anti-Indonesia di Kuala Lumpur pada 17 Desember 1963 demonstran
menyerbu gedung KBRI, merobek-robek foto Soekarno, dan membawa lambang negara
Garuda Pancasila ke hadapan PM Malaysia waktu itu, Tunku Abdul Rahman, dan memaksanya
menginjak lambang Garuda tersebut.
Ternyata, Bapak Presiden marah besar dan sangat
mengutuk perbuatan Tunku tersebut. Soekarno mau balas dendam dengan melancarkan
gerakan “Ganyang Malaysia” ke negara Federasi Malaysia yang sudah keterlaluan
menghina Indonesia dan Presiden.
Akhirnya, Bapak Presiden kita itu pidato di depan rakyatnya. Nah, kira-kira
begini
pidatonya:
Presiden Soekarno, pidatonya tak pernah buat ngantuk dan berapi-api Foto: Dok. https://cdns.klimg.com |
”Kalau kita lapar itu biasa. Kalau kita malu, itu juga
biasa. Namun, kalau kita lapar atau malu itu karena Malaysia, kurang ajar! Kerahkan pasukan ke Kalimantan, hajar
cecunguk Malayan itu! Pukul dan sikat, jangan sampai tanah dan udara kita
diinjak-injak Malaysian keparat itu.”
”Doakan aku, aku akan berangkat ke medan juang sebagai
patriot bangsa, sebagai martir bangsa, dan sebagai peluru bangsa yang tak mau
diinjak-injak harga dirinya.”
”Serukan, serukan ke seluruh pelosok negeri bahwa kita
akan bersatu untuk melawan kehinaan ini. Kita akan membalas perlakuan ini dan
kita tunjukkan bahwa kita masih memiliki gigi yang kuat dan kita juga masih
memiliki martabat.”
”Yoo... ayooo... kita ganyang. Ganyang Malaysia! Ganyang Malaysia! Bulatkan tekad. Semangat kita baja. Peluru kita
banyak. Nyawa kita banyak. Bila perlu satoe- satoe!”
Wuiiiih, saya jadi bergidik baca pidato Bung Karno ini. Bergidik karena
semangat juang beliau yang benar-benar bela negara ini. Jadinya, pidato yang
dia sebarkan melalui radio saat itu (radio pada masa Soekarno) merupakan alat
komunikasi dan informasi yang sangat penting, sampai ke pelosok negeri.
Banyak sukarelawan yang mendaftarkan diri untuk ikut mengganyang Malaysia.
Di Asia Tenggara, persenjataan Indonesia menjadi terkuat karena Uni Soviet
memberikan bantuan. Tak ada ketakutan Indonesia untuk menggempur Malaysia pada
waktu itu. Tetapi, meski demikian semua perselisihan dapat diselesaikan. Mungkin,
mungkin nih ya, sampai sekarang masih ada rasa dongkol juga sih sama Malaysia.
Namun, bagaimanapun, Malaysia menurut saya sebagai tempat yang asyik untuk
ditandangi. Bukan apa-apa, selain bahasanya yang tak jauh beda dengan
Indonesia, di negara ini juga banyak muslimnya. Terpenting, kalau ke negara ini
tak khawatir untuk tidak mendapatkan makanan halal.
Hal yang terpenting lagi adalah
Malaysia dan Indonesia masih sama-sama satu rumpun, Melanesia. Dari sisi
makanan pun tak jauh beda, hanya beda penyebutannya saja. Dan, Malaysia ini
juga tempat pertama kali negara yang saya tinggal dan kunjungi. Ya, saya masih
bisa toleran dengan Malaysia dan masih saya anggap dan masih bisa menjadi
negara saudara Indonesia.
#ODOP7