Dini Fitria [Foto: Dok Pri] |
Ada banyak cara orang melepaskan ‘unek-unek’ dalam dirinya. Bisa lewat nyanyian, makan,
belanja, wisata, kongkow, juga menulis. Untuk saya, kalau tidak makan, ya nongkrong
atau kongkow. Setiap orang punya caranya.
Menulis untuk saya
pribadi sebagai semacam terapi. Ya, terapi kepuasan batin yang tak bisa dinilai dengan uang. Batin yang kosong, mungkin juga lelah, terobati dengan
saya menorehkan kata-kata. Akan tetapi, torehan itu bukan torehan gundah gulana
yang jadi harga mati saya buat. Tetapi,
cinta dan hati yang menggerakkan sehingga menjadi satu kekuatan untuk
bangkit.
Tulisan yang dihasilkan
mungkin akan berarti jika dimainkan dengan cinta dan hati. Tak saya pungkiri,
begitu pun Dini Fitria, penulis tiga buku (Islah Cinta, Muhasabah Cinta, &
Hijrah Cinta) yang menggali lebih banyak tulisan lewat cinta yang dimainkan.
Menulis dengan cinta menjadi semacam gerakan yang dia lakukan agar tulisan yang dihasilkan tak hambar. Sayang banget,
ketiga buku itu belum sempat singgah di meja bacaan saya. Saya
hanya sempat baca di salah satu blog
teman blogger yang sudah membuat review salah satunya saja, yaitu “Islah Cinta”, di Blog Mba Yayat.
Tulisan tanpa cinta
bagai taman tak berbunga, begitu mungkin kata pujangga. Aaaghh , kayak nyanyi
dangdut aja. Tapi iya lho, tulisan yang keluar dari lubuk hati paling dalam dan
didasari oleh cinta itu beda. Bisa jadi buat pembacanya termehek-mehek. Ada
rasa yang keluar. Pembaca larut di dalamnya. Ini kayak “mainan” 24 tahun lalu kepada editor-editor saya. Tak
henti-hentinya saya ingatkan, “Kalau nulis jangan datar-datar aja. Jalan aja ada belok-beloknya, masa
tulisan ga ada twist sama sekali.” Aah lupakan
sejenak. Apa yang Dini katakan di “Menulis dengan Cinta-nya” ini mengiangkan
saya kembali, bukan berarti saya lebih tahu dan tulisan saya paling bagus,
tidak!
Hari ini,
besok, lusa, dan hari-hari ke depannya, saya masih terus belajar dari siapapun, baik dari Dini Fitria, Teh
Ani Berta, Mba
Yayat, Mba Agatha, juga sesama teman
blogger yang ikut acara ini. Eh iya, sampe lupa saya mau bilang judul acara
ini, “Menulis dengan Cinta Bersama Dini
Fitria”. Materinya tentang Story
Telling untuk Artikel Blog & Feature Stories kerja bareng alias
didukung oleh Indonesian Social Blogpreneur, C2live, Coworking evhive Space,
Kulina, ZOYA, ZOYA Cosmetics, dan Shafira. Bertempat di JSC EVHIVE, pada Kamis (15/02/2018) bersama rekan-rekan blogger.
Rekan-rekan blogger [Foto: Dok Pri] |
Sebelum jauh-jauh ngoceh
nih, saya mau ceritain tentang pendukung acara ini. Saya mulai dari C2live ya
teman. C2live ini sebagai jaringan media yang ngumpulin dan ngedukung blogger,
penulis, pembuat konten di Indonesia dalam membagikan cerita mereka yang
mengagumkan. Ya, boleh dibilang, tempat bagi pembuat konten berkualitas tinggi.
Fungsinya sebagai platform untuk mereka berbagi dan menemukan ragam ide
menarik, sudut pandang orisinil dan pengetahuan mendalam berbagai hal
menakjubkan di negeri ini.
Nah, C2live sebagai
agregator (C2live.com), tempat kontes blogging yang efisien (C2live Connect),
dan juga sebagai tempat Meet up (Acara Bulanan) untuk komunitas blogger di
Indonesia. Blogger-blogger bisa banget kerjasama dengan C2live. Banyak
keuntungan lho yang bisa diperoleh, antara lain artikel kita
bisa mendapat visibilitas lebih dan backlink. Kita juga bisa ngadain lomba
blogging yang cukup efektif dan efisien, ssstttt… gratis lagi!
C2live bisa juga bantu
sediakan beragam dukungan, semisal tempat acara dan makanan. Yes, kalo kalian punya ide untuk kerjasama
di C2live, bisa segera hubungi tim mereka. C2live digawangi oleh--salah
satunya--Putra Rizkhy Ananda sebagai Community Manager.
Bisa dikulik di sini nih www.c2live.com.
Untuk makan siangnya,
Kulina menjadi best friend di acara ini
dengan makanan “juara”. Tak diragukan lagi, Kulina ‘raja’ di bidangnya. ZOYA (www.zoya.co.id), ZOYA Cosmetics (www.zoyacosmetics.com), dan Shafira menjadi pilihan busana muslim untuk
muslimah Indonesia. Kepiawaiannya menampilkan busana, alat kecantikan
(kosmetik)-nya, dan beragam keperluan wanita lainnya tak perlu diragukan lagi. Anda bisa cuci mata di website-nya Shafira www.shafira.com.
Sekarang, saatnya saya
ngobrolin bintang utamanya, Dini Fitria. Dia pernah bekerja di salah satu
stasiun TV Swasta sebagai jurnalis TV untuk program bernuansa Islam.
Pengalamannya bepergian dari satu negara ke negara lain untuk mengulik
kehidupan Muslim minoritas membuatnya ingin berbagi experience. Lewat tulisan yang
dituangkan dalam bentuk buku, Dini menuliskannya dengan penuh cinta. Karenanya,
buku yang ditelurkan disukai pembaca.
Satu kali dia katakan,
“Membenci sesuatu yang terlalu, bisa jadi
berbalik pada kita, akan jatuh cinta lebih mendalam”. Hahaha… bisa jadi
sih. Tapiii…, bagaimana pun juga, setiap orang punya cara berbeda menyikapi.
Eiitss, apa
yang dikatakan Dini itu tepat mengenai dirinya. Ya, dia begitu tidak sukanya
dengan India. Dikatakannya, ketika menginjakkan kaki pertama kali di negara itu
pada Maret 2011, kondisi yang tak dia bayangkan sebelumnya. Di jalan-jalan
begitu banyak dilihat dan ditemukan pengemis yang membuatnya miris hati. Entah
seribu alasan lain yang membuatnya tak ingin kembali lagi ke India jika ada
tawaran lagi. Hehehe… saya belum kebayang, itu India seperti apa ya
sampai-sampai buat dirinya berat banget untuk balik lagi.
Eeeh, ternyata di Oktober 2016, dia balik lagi ke India
untuk mengulik lebih jauh kehidupan Muslim minoritas di India yang
dituangkannya ke dalam buku. Dia torehkan setiap kalimat cantik itu dengan
cinta.
Di sini, Dini memberikan
pencerahan juga untuk blogger, bagaimana menulis dengan cinta melalui
gaya bertutur. Nah, untuk hal ini saya tidak pandai. Ber-story telling sepertinya jauh banget
dari saya. Selama 24 tahun, saya bergelut dengan tulisan-tulisan ilmiah, mau tidak mau
kebawa dalam ranah tulisan blog saya. Entahlah, saya biarkan orang menilai
dengan semua kritik membangun. Itu mesti saya terima untuk kemajuan saya as a
personal. Bisa
jadi juga, tulisan di blog saya itu ‘Brosur Online’ yang jadi tempat jualan mudah dan
murah tanpa bayar promosi. Kalau bayar harganya bisa menggila. Hehehe…
Tapi tetap, mencoba
menulis dengan rasa dan cinta selalu saya coba. Rasanya seperti apa, biar saya
dan pembaca saja yang merasakannya. Ya, saya punya ciri sendiri yang tidak mungkin saya tinggalkan. Dari Dini saya petik pelajaran berharganya itu.
Baiklah, kan sebelumnya
Dini kasih tentang Story Telling dan Feature Stories ya. Nah, apa dan bagaimana sih sebenarnya keduanya ini?
Mari kita kuliti satu-satu. Feature
Stories, seperti yang dia sampaikan, ini terkait dengan fakta
bukan fiksi. Feature, semua
hal mengenai emosi juga soal rasa. Jadi, feature yang berhasil menurut saya,
ada fakta yang diangkat sesuai kenyataan. Di dalam cerita mampu mengaduk-aduk
emosi pembaca
sehingga pembaca larut di
dalamnya. Pembaca merasakan apa yang penulis rasakan. Masing-masing memberi
nilai yang mampu membuat siapa pun yang membaca ada di dalamnya. Inilah feature
yang berhasil.
Di dalamnya ceritanya
punya ciri tersendiri. Seperti apa ciri feature ini? Bertutur. Bagaimana seorang penulis mampu mengungkapkan cerita dengan
cara bertutur, seperti berdialog dengan orang lain. Sangat
bisa, budaya lisan (budaya tutur) masuk
ke dalam tulisan feature. Deskriptif, seorang penulis feature dapat dengan
jelas dan lugas memberikan gambaran terhadap cerita, profil, atau peristiwa. Hal
ini, mengingatkan saya kembali pada jenis-jenis karangan atau cerita yang
pernah Gorrys Keraf tulis dalam bukunya, KOMPOSISI.
Dari buku tersebut,
Deskriptif atau menggambarkan satu cerita dalam satu tulisan ada di dalamnya.
Memang, ini perlu latihan banyak, tak serta merta hadir dan langsung jadi
bagus. Informatif. Feature
memberikan informasi yang benar. Kalau melihat dan membaca apa yang dipaparkan
Dini bahwa feature itu bicara fakta. So, jangan pernah juga buat-buat atau
ngarang-ngarang cerita kalau mau menulis feature. Human interest menjadi bagian paling kuat dalam tulisan feature
ini.
Gaya Penulisan feature ini berbeda dari penulisan yang pernah ada. Di dalamnya mengandung
keindahan kalimat, mampu memikat pembaca,
membeberkan (naratif), prosais, dan imajinatif. Jadi, disampaikan dengan
gaya-gaya ringan dan menghibur.
No Need Exactly 5W
+ 1H. Unsur ini sepertinya tak
begitu berlaku untuk feature, artinya, 5W+1H bisa diabaikan. Feature itu lebih kepada hal yang remeh
temeh dan jarang tersentuh oleh pewarta yang sifatnya stright news (tulisan langsung/hard news). Human Interest, ada stressing
pada fakta yang sifatnya mampu menghibur, selain membangkitkan emosi, bahka ada
rasa simpati dan keharuan yang ditimbulkan. Artinya, feature stories mampu
menyentuh sisi-sisi manusiawi karena tulisan bersifat bacaan
ringan (light reading).
Jenis feature cukup
beragam, mungkin di bawah ini hanya sebagian contohnya saja yang dipaparkan Dini.
1. Feature human interest (human interest feature)
2. Feature sidebar
3. Feature biografi (biographical feature)
4. Feature profile (profile feature)
5. Feature perjalanan (travelogue feature)
6. Feature “Di ballik layar” (explanatory feature)
7. Feature sejarah (historical feature)
8. Feature musiman
(seasonal feature)
9. Feature tren (trend feature)
10. Feature ilmiah (scientific feature), dan lain-lain.
Satu feature itu hadir
karena diciptakan. Bagaimana seorang penulis berusaha menciptakan satu tulisan
feature yang bisa bertutur dengan baik, para pembacanya bisa larut dan terbawa
emosi di dalamnya, dia adalah orang yang mampu bertutur menghasilkan story
telling secara baik.
Ya, kita mesti tahu
bagaimana tulisan feature diciptakan. Seseorang yang ingin menciptakan feature
adalah orang yang mampu bertutur dengan
gayanya. Artinya, Story Telling orang tersebut dapat dikeluarkan dan
ditunjukkan, tak hanya cerita. Pembaca diajak untuk berimajinasi dari satu
tulisan feature yang lahir.
Bagaimana Menciptakan Feature?
Story telling menjadi
penting karena pada dasarnya orang menyukai cerita. Mereka (pembaca)
seakan-akan berada pada situasi tempat penulis bercerita. Story Telling lebih
mudah menyentuh hati untuk mereka yang baca. Ketika seserong ber-story telling,
ada kesan yang sangat dalam ditinggalkan pada cerita itu.
Akan tetapi, story
telling saja tak cukup. Seseorang yang membuat feature mesti tahu tujuan yang jelas. Tujuan yang jelas
untuk menggiring pembaca agar terarah pada jalan satu cerita. Jika tak ada hubungannya atau
dekat dengan keseharian tak perlu dituliskan. Feature sedapat mungkin ada hubungan, kebanggaan, juga dekat dengan
sehari-hari kita. Penulis feature juga dapat memberikan rasa penasaran
pembaca untuk dapat mengetahui apa sebenarnya yang terjadi. Saya berpikir,
feature yang dibuat dapat tuntas dan tidak menggantung cerita. Ada nilai-nilai penghayatan yang diberikan penulis.
Otomatis, penulis mampu mengikat pembaca dengan menanamkan nilai-nilai penghayatan
yang kuat dari tulisan yang dibuat.
Teknik Menulis Feature
Ini menjadi satu bagian
yang tidak bisa dilepaskan begitu saja
ketika seseorang akan memulai menulis feature. Lead in angle. Tulisan pembuka (lead) atau bridging (tulisan
penghantar sebagai jembatan ke body text atau content) mestilah diberikan.
Dengan sedikit membuat rasa penasaran orang.
Begitu pula dengan sudut
pandang yang akan dikemukakan.
Dari mana point of view yang baik dan
menurut penulis bagus untuk dituangkan. Ada banyak point of view dari satu tulisan, tetapi kita dapat memilih satu yang
terbaik untuk dijadikan fokus agar
tulisan tidak lari ke mana-mana.
Membuat daya pikat seperti orang membuat jerat. Daya pikat dapat dikreasikan atau
diciptakan sesuai keinginan. Tapi,
buatlah daya pikat yang memang benar-benar memikat dan pembaca tak beranjak
dari bacaan. Bisa jadi perlu latihan untuk terus menulis agar tahu dan paham di
mana daya pikat tulisan yang bisa menjadi “racun”.
Sistematika bahasa yang
terjaga dan rapi menggambarkan pola berpikir dari seorang penulis. Hal ini juga
mencerminkan logika berpikir penulis. Kita dapat melihat penulis yang gundah
gulana dari cara dia menulis ketika kondisi hati tak tenang. Cara
bertutur/bahasa yang disampaikan tak beraturan bahkan cenderung meloncat-loncat. Artinya, logika
bahasanya tidak benar. Bahasa yang rapi dan terjaga itu memang perlu berlatih. Kalau teknik saja
tidak cukup tanpa ada latihan.
Kepandaian kita bermain kata-kata sangat perlu untuk
menulis feature. Mengapa? Agar pembaca tak bosan dengan kalimat yang hadir. Semua
kembali pada jam terbang penulisnya. Banyak
membaca jadi salah satu kunci penting untuk pintar bermain kata dan pilihan kata (diksi).
Feature mampu memberikan
nilai-nilai pendidikan sekaligus hiburan (menghibur). Teknik penguasaan model edutainment ini perlu dilatih tak serta
merta hadir begitu saja. Mengemas feature dalam bentuk mendidik dan menghibur
bukan pekerjaan mudah. Seiring bergulirnya waktu, penulis yang melatih diri dan
mencoba memberikan nuansa ini, akan mampu menghasilkan tulisan feature yang
dimaksud.
Dalam satu tulisan
feature, mestilah ada muatan dan nilai (full of value). Nilai-nilai ini akan menjadi jaminan keberhasilan
feature yang dibuat. Pesan atau amanat tersampaikan kepada pembaca. Pembaca dapat
mengambil nilai yang dituliskan. Kemampuan mengerahkan hati dan jiwa untuk menghasilkan satu tulisan feature bukan perkara
mudah. Hati yang gundah jiwa gelisah, tentu tak akan bisa menghasilkan karya
feature terbaik
yang ‘wah’.
Boleh danTidak Boleh
Teknik why,
what, dan how bisa kita pakai
untuk menulis feature. Menangkap pembaca kita itu dengan cara menangkapnya
lewat tulisan pertama (lead atau bridging). Jadi, pikat pembaca kita
dengan kekuatan tulisan pertama. Banyak kegagalan penulisan feature di
awal-awal kalimat yang memang sudah tidak menarik. Hasilnya, pembaca kabur. Tak
perlu banyak basa-basi atau berbunga-bunga.
Tetapi, ketika saya
menyimak penuturan Dini, di bagian ini agak kontradiktif dengan yang dia
sampaikan. Masih dalam ingatan saya, bahwa ketika menulis di awal, agar orang tertarik, buatlah “kalimat-kalimat
indah”. Menurut saya, tak masalah mau buat kalimat berbunga-bunga tetapi tepat
sasaran dan bisa memikat pembaca.
Penulis, bisa seimbang
menempatkan dirinya di satu tulisan baik sebagai subjek maupun objek. Dominansi penulis dalam satu tulisan perlu
dipertimbangkan agar tulisan tak timpang. Membuat keterhubungan tulisan dengan yang
dialami diri sendiri dan berita kekinian (up
to date) juga berkolaborasi dengan pembaca seakan-akan mereka satu nasib
dengan kita. Hal ini penting untuk
memberikan dan mendapatkan engagement
yang kuat dari tulisan yang dihasilkan.
Pembaca kini cerdas dan
kritis. Berhati-hati ketika kita memberikan satu advice. Bisa jadi, pembaca tidak perlu nasihat yang sekiranya
justru dapat membuat mereka tersinggung
atau marah. Kita juga boleh provokatif, akan tetapi tidak perlu agresif yang
keterlaluan. Penambahan kosa kata untuk tulisan itu penting dilakukan. Kosa kata menjadi salah satu indikator
keberhasilan seorang penulis membuat cerita. Terlihat tidak monoton dengan twist kalimat yang renyah.
Padupadan pengalaman
diri sendiri dengan kasus-kasus yang ditulis juga perlu. Ini menjadi salah satu
kekuatan yang bisa ditonjolkan. Terlalu banyak ide, akan sulit juga membuat
eksekusi. Ide mana yang akan dipakai, menurut hemat saya perlu skala prioritas
yang tidak asal-asalan. Hindari kalimat yang loncat-loncat (jumping words). Jumping words, itu menandakan tulisan seseorang tak beraturan. Cara berpikir yang
meloncat-loncat tidak tertata.
Typo
menjadi salah satu hal yang sering terjadi. Saya pribadi pun demikian. Sedapat mungkin,
memeriksa kembali tulisan itu sangat penting. Typo, meski hanya satu huruf akan
membuat tulisan yang tadinya indah menjadi rusak. Saya punya prinsip, “Kecil
itu indah, jika yang kecil dibuat jelek , semua akan ikut buruk”.
Representatif Shafira (kiri), Founder ISB, Ani Berta (Tengah), Dini Fitria (Kanak) foto bersama [Foto: Dok Pri] |
Seiring semakin
berkembangnya feature, tentu kita juga perlu mengetahui dan melihat bagaimana
satu tulisan feature yang baik. Ada rasa peka,
feature bukan berita yang aktual atau up to date, akan tetapi, seorang penulis
yang pintar mampu membuat keterhubungan cerita yang terjadi. Pandai-pandailah
mengendus berita. Hal ini hanya menyangkut jam terbang dikolaborasi dengan
latihan yang sering. Dengan sendirinya, kita akan terasah dan paham. Identitas
kita sebagai penulis feature mestilah tegas. Ada kekhasan yang orang langsung
pahami bahwa ini tulisan X, Y, atau Z, serta konsisten menuangkan tulisan yang
dinanti banyak orang.
“Untuk satu tulisan
Feature, mesti ada premis. Premis ini menjadi dasar ketika seorang penulis
menarik satu kesimpulan. Dengan kata lain, premis sebagai satu hal yang
diinginkan. Akan tetapi, untuk mendapatkannya ada benturan atau tantangan. Ada benang
merah alur cerita yang dipaparkan dan punya emosi,” ucap Dini mengakhiri
paparannya.