Thursday, October 25, 2012

New Place


_________________________________________________________________________________



Tidak Salah Jika...

Harapan dibangun untuk memacu semangat agar kita lebih giat dalam berusaha. Jangan lupakan doa kepada zat yang memberikan hidup dan kematian. Harapan itu seperti sebuah doa yang kita panjatkan sehabis menunaikan ibadah. Semoga, harapan-harapan yang kita tanamkan seperti memohon doa kepada yang maha kuasa, semoga memberikan hasil.

Tak cukup memang hanya berharap tanpa usaha. Sebaik-baik pengharapan adalah mengharapkan keridhaan Allah SWT dibarengi doa. Jika tidak, semua yang sudah kita lakukan akan sia-sia. Teruslah berusaha, berdoa, dan berharap. Memang, diperlukan mental kuat dan semangat pantang menyerah. Insya Allah, semua akan ada hikmahnya.

Sekecil apapun kita berusaha, harapan itu akan ada. Lihat saja pohon beringin. Pohonnya begitu besar dengan akar-akar yang kokoh dan kuat menggelantung. Tapi, siapa yang tahu sebenarnya biji beringin itu sebesar apa? Mungkin, kita akan mengira, pohon yang sebesar itu memiliki biji atau buah yang sangat besar pula.

Tidak teman! Biji beringin itu kecil. Dari sini kita dapat mengambil pelajaran berharga. Jangan pernah melihat usaha-usaha kecil yang terkadang kita abaikan. Justru usaha dari kecil itu yang akan membawa kepada kebesaran. Insya Allah, amin. Semoga Allah memberkahi.

Profesional vs Konvensional

"Wah, asyik bener yah kantor elu, sistemnya rapih dan tertata", begitulah secuil kalimat yang entah itu curcol (curhat colongan) atau miris karena keadaan dari mulut seorang teman. Ya, sebuah company yang jelas, tentunya memiliki struktur organisasi yang tertata dan sistematis, juga tidak bergaya birokratis. Oleh karenanya, segala hal yang berbau "karyawan" dapat diatasi secara tepat.

Company yang seperti itu namanya profesional. Jika dilihat-lihat, rata-rata company seperti itu kebanyakan asing punya. Tak heran, orang-orang asing memang menyukai sistem yang jelas dan rapih. Mereka tidak menyukai hal-hal "acak kadul" dalam pekerjaan. Sangat terlihat berbeda dengan beberapa company yang notabenenya asli orang pribumi punya (beberap lho yaa bukan di generalisir).

Memang, ada company Indonesia yang  juga bagus dalam penataan atau pengelolaan SDM-nya. Tetapi, lebih banyak tidaknya. Apalagi jika kita menoleh untuk perusahaan yang berbau "keluarga" alias perusahaan turun temurun dari kakek buyutnya. Si cucu buyut entah sudah tangan ke berapa memegang. Karenanya, tak heran kalau pengelolaan SDM-nya "ajrut-ajrutan".

Jangan heran kalau mendapat cap "konvensional". Banyak regulasi siluman yang muncul tiba-tiba. Banyak hal-hal yang sebenarnya "tahu" tetapi "pura-pura tidak tahu". Contoh mudah, karyawan sakit. Seharusnya sebagai sebuah company karyawannya berhak mendapat penggantian uang berobat, entah itu besarnya 50%, 70%, atau 80%. Tetapi apa lacur... karyawan sakit yah bodo' amat.

Kembali lagi pada keadaan yang disebut konvensional tradisional yang tidak jelas. Pekerja/karyawan tidak didudukkan sebagai sebuah aset yang sangat berharga. Apalagi dengan orang-orang yang begitu berpengalaman di bidangnya. Mau tida mau,  turn over sebuah company yang dikelola oleh keluarga begitu tinggi. Tidak tertutup pula untuk company asing di Indonesia.

Transparansi sangat perlu. Oleh karenanya, ketika seorang karyawan masuk pada sebuah perusahaan, karyawan perlu kejelasan tata tertib, sistematika, alur kerja, dan hal-hal yang berkaitan dengan kewajiban seorang karyawan. Jangan sampai seorang karyawan potensial hengkang gara-gara hal sepele yang sebenarnya masih dapat dibicarakan secara baik-baik.

Begitu pula dengan hak perusahaan kepada karyawan dan sebaliknya. Dipikir-pikir ada take and give yang saling membawa benefit di kedua belah pihak. Untuk kejelasan pekerjaan dari sebuah perusahaan kepada karyawan pun diperlukan. Maka dari itu, MoU (Memorandum of Understanding)  alias surat perjanjian kerja untuk kedua belah pihak mutlak ada. Jadi, perusahaan dan karyawan tidak seenak-enaknya.

Profesional, lebih kepada tanggung jawab keduanya.