Sunday, August 28, 2016

Wignyo Rahadi, Membingkai Jacquard dalam Motif

Workshop Tenun Wignyo Rahadi, Cikole Sukabumi
 Foto: Dok. Pribadi
Kalau dalam makanan ada istilah Haute Cuisine, tak kalah dengan itu, dalam busana atau kain pun juga ada, yaitu Haute Couture. Haute Couture sebagai istilah kebalikan dari ready to wear. Jadi, Haute Couture sebagai satu istilah high dress makingKata tersebut sering dipakai  dalam menjelaskan bagian custom made yang memang secara spesifik dibuat oleh seorang desainer yang diberikan untuk klien yang meminta secara khusus. Kain atau baju haute couture yang dibuat oleh seorang desainer dibuat berdasarkan permintaan atau pesanan sesuai ukuran klien yang memesannya.
Proses pewarnaan benang. Foto: Dok. Pribadi

Seiring dengan perkembangan busana dan kain di negeri  ini, pada satu kesempatan dalam rangkaian acara ASEAN Traditional Textile Weaving Togetherness yang sudah berlangsung pada 24-25 Agustus 2016 lalu, salah satu agenda yang telah dirancang adalah berkunjung ke pusat tenun yang berada di Cikole, Sukabumi. Tenun Gaya namanya. Ya, pemilik tenun tak lain Wignyo Rahadi.

Saya, Mba Astri Damayanti (Founder Kriya Indonesia yang banyak melakukan riset ke berbagai wilayah Indonesia demi untuk melestarikan dan membuat buku mengenai beragam kerajinan Indonesia), Mba Diah Woro, Mba Nisa, Mba Fika (masing-masing mereka memang  penyuka tenun dan kain), serta Mba Lita (pecinta tenun dan juga petualang tenun yang sudah berpetualang ke daerah-daerah demi tenun, salah satunya NTT), berkesempatan menikmati indahnya kain tenun milik Mas Wignyo. Sungguh menakjubkan saat melihat keindahan kain-kain tenun di pusat tenun Mas Wignyo miliki itu

Menggulung benang, butuh kesabaran. Foto: Dok.Pribadi

Tetapi saya tak hanya berlima teman, kami bersama rombongan dari delegasi ASEAN yang terdiri dari Ubon Ratchathani University Thailand, Academy of Malay Studies University of Malaysia, University of Arts and Culture, Peranakan Museum Singapore, Research from South Borneo Museum, dan Perwakilan Baduy Luar yang memiliki ketertarikan pada tenun di negeri ini. Selain dari delegasi ASEAN, ikut serta pula dalam kunjungan tersebut pengelola Museum Tekstil (Mis Ari) dan Sahabat Budaya/Kain Indonesia.
Banyak orang yang dulu kuliah mengambil jurusan apa, dan bekerja di bidang tidak sejalan dengan yang dinginkan. Wignyo Rahadi sebagai salah satu contoh dari sekian banyak orang tersebut. Sebenarnyalah, pada masanya, Wignyo sangat tertarik dalam dunia seni. Akan tetapi, dia sering berbeda pendapat dengan orang tuanya. Demi untuk memuaskan keinginan mereka, Wignyo memutuskan untuk menyenangkan keduanya dan mengambil kuliah di jurusan  ekonomi.
 
Proses penggulungan benang dalam gelondong. Foto: Dok. Pribadi
Begitu ironisnya kehidupan, saat dirinya bekerja menjabat  jabatan rangkap, sebagai seorang manajer keuangan sekaligus sebagai  pemasaran di perusahaan Salim Group. Tahun 1995, Salim Group membuka lini anak perusahaan bidang pembuatan benang sutra bernama PT Indo Jado Sutra Pratama yang berada di Sukabumi.

Hal baru itu memberi tantangan tersendiri untuk dirinya. Justru hal itu menarik kembali minatnya untuk mengetahui seluk-beluk benang sutra. Dari yang mulanya sebagai audit keuangan, dirinya harus menghadapi perkebunan murbei, ternak ulat sutera, juga industri pengolahan benang sutra itu sendiri.

Benang siap ditenun. Foto: Dok. Pribadi