Selama yang masih dia ingat, Greg hanya ingin satu
hal… menjadi seorang wanita. Meski sebagai anak laki-laki, dia cemburu kepada
adiknya yang seorang perempuan. Saat usianya telah mencukupi, Greg melakukan hal
yang bisa ia lakukan, berubah menjadi seorang wanita.
Transgender dan Transeksual, dua hal yang berbeda Foto: Dok. https://upload.wikimedia.org |
Greg
menjadi Deborah dan Deborah menjadi satu dari 6.000 orang lebih yang sudah
berubah dari laki-laki menjadi perempuan. Satu dari beberapa ratus orang per
tahun berusaha memperbaiki kesalahan alami. Sexual
Reassignment Surgery (SRS) atau operasi perubahan jenis kelamin, merupakan operasi termahal,
menyakitkan, dan permanen. Hal itu sebagai hasil perjalanan panjang, terkadang
menjadi pergolakan menyiksa untuk orang-orang yang punya pikiran dan perasaan
sebagai seorang dari satu jenis kelamin. Akan tetapi, memiliki organ dari jenis
kelamin berbeda.
Tulisan
ini akan menjelajahi dunia transeksual dari sisi ilmiah, sosial, dan dinamika
seksual ketika mereka menjalani perubahan dari lelaki menjadi perempuan, dalam
segala cara dan bentuk. Apa yang membuat seorang lelaki sebagai lelaki dan
seorang perempuan sebagai perempuan? Mengapa beberapa kita terlahir dengan
organ seksual yang tidak sesuai dengan sisi psikologis kita?
Mereka
terlahir sebagai pria, tetapi merasa sebagai wanita. Jika melihat di depan
cermin, mereka akan bertanya, “Mengapa saya bisa seperti ini?” mereka selalu
mengatakan, hidup seperti ini rasanya ingin mati saja. Bagi transeksual, hidup
dalam tubuh mereka sendiri sebagai penderitaaan. Mereka pun selalu mengatakan,
kalau mereka lahir dengan organ seksual yang salah.
Setiap
tahun, ribuan transeksual yang terlahir sebagai pria memutuskan untuk mengubah
dirinya menjadi wanita. Meski risiko dan biaya yang besar, mereka tetap ingin
melakukan operasi dan mengubah bentuk tubuhnya. Hal yang membuat bulu kuduk
berdiri adalah, kelamin mereka diubah untuk selamanya. Oww, saya tak
dapat membayangkan!
Bagi
transeksual, mereka seringkali sulit beradaptasi dengan lingkungannya. Seperti
dituturkan “X” yang tak mau disebutkan identitasnya. Hal itu dikarenakan dia
takut kehilangan semua yang sudah dimiliki. “Keluarga, termasuk pendapatan,
bahkan kehidupan. Saya tak butuh belas kasihan dari orang-orang sekitar”,
tandasnya.
Menurut
keterangan medis, kondisi mereka ini disebut dyasphoria gender. Biasanya disebut juga dengan transeksualisme.
Mereka berpikir bahwa mereka adalah wanita, tetapi dilahirkan dengan tubuh
sebagai pria. Penyebab itu semua belum jelas. Tetapi, yang pasti pengaruhnya
terjadi pada mereka setiap detik, menit, dan hari.
Jennifer
berkata, “Bagi saya, hampir selama hidup saya berpura-pura menjadi orang lain”.
Anne beda pula, dia mengalami kesulitan untuk bergaul di masyarakat sebagai
seorang pria. Dia merasakan seperti hidup dalam kematian. Alexia pun demikian,
dia selalu berfantasi menjadi seorang wanita. Hal itu terjadi sejak dia berusia
tiga setengah tahun.
Menurut
Kim, hal itu bukan sebagai pilihan, tetapi untuk bertahan hidup. Setiap malam
dia tidur dan berdoa untuk “tidak bangun” di keesokan harinya. Vanessa pun
beranggapan bahwa dia salah, sebenarnya dia adalah pria. Harusnya dia melakukan kegiatan yang
biasa dilakukan pria dan bergaul dengan pria. Berusaha menjadi pria. Untuk pria
normal, bertindak sebagai pria sangatlah mudah. Untuk transeksual, menjadi diri
mereka sama dengan menolak tubuh mereka. Bagi sebagian orang hanya ada satu
solusi, yaitu menjadi jenis kelamin yang berlawanan.
Menurut
Marie Keller, seorang konselor di La Gender Center, untuk mereka yang berpikir
itu sebuah pilihan, dianggapnya seperti “lalat di dinding kotor”. Dia yakin tak
lama kemudian, siapapun punya keyakinan hal itu, akan membuangnya jauh-jauh.
Banyak yang kesulitan dan menderita untuk mengalaminya. Itulah sebabnya, kenapa
pilihan itu sangat bodoh.
Dr.
Russel Reid, seorang psikiater di London mengatakan, Anda tak memilih menjadi seorang
transeksual. Itu karena kejadian alami dan Anda berusaha mengatasinya sebaik mungkin. Jika Anda salah
mengatasinya, Anda akan bersedih. Jika Anda mengatasinya dengan benar atau
menjalani perawatan yang benar, maka hidup Anda akan sukses.
Transeksual
sering dianggap sama dengan waria. Suka memakai pakaian wanita untuk kesenangan
atau kepuasan pribadi. Untuk orang-orang transeksual, hal itu bukanlah masalah
seks, melainkan perjuangan melawan
perasaan ketika berada pada tubuh yang salah. Bagaimana seseorang mengatasi hal itu? Semua tergantung orang itu
sendiri. Ada yang memilih hidup sebagai wanita tanpa operasi, ada juga yang
mengambil semua cara tanpa memedulikan rasa sakit untuk menjadi wanita.
Tak lama
memang, Anne kemudian melakukan rekonstruksi total pada wajah. Hal itu
dilakukannya agar tampak lebih feminin. Kim pun melakukan hal yang sama,
termasuk pencangkokan buah dada, juga prosedur untuk mengurangi buah jakunnya.
Jennifer dijadwalkan untuk melakukan operasi yang sangat penting, termasuk alat
kelaminnya. Sebuah prosedur yang lebih baik, sudah dimulai beberapa abad lalu.
Ada
beberapa aspek jika melakukan operasi. Pertama,
mereka ingin vagina yang lebih baik. Kedua,
menurut Gary Alter, MD, seorang dokter bedah plastik, mereka menginginkan
sensasi sehingga dapat orgasme. Ketiga,
tentunya mereka ingin terlihat lebih cantik luar dalam.
Sebelum
seorang transeksual dibawa ke ruang operasi, ada tahapan penting yang harus
diutamakan. Melihat kesehatan mental pasien. Psikiater Russel Reid dan Konselor
Marie Keller dari LA-USA, bertanggung jawab untuk hal itu. Allexia sebagai
salah satu pasien baru Dr. Reid yang ternyata baru belakangan ini dia hidup
sebagai wanita. Begitu pula dengan Vanessa. Bahkan di kantornya, Vanessa masih
sebagai seorang pria. Keduanya sama-sama melakukan langkah pertama menjadi
seorang wanita.
Terapi
hormon wanita akan menghasilkan sesuatu yang fantastis dan dramatis. Selama ini,
testosteron selalu menggelora dalam tubuh Vanessa. Hal itu membuat dirinya
semakin bernafsu. Akan tetapi, dia tidak menghendakinya. Dia tak menghendaki
jenis kelamin itu. Hal itulah yang membuat dia sangat takut. Hormon wanita yang disuntikkan ke dalam dirinya, membuatnya
dapat meredam dan bisa mengendalikan diri. Sebenarnya, apa yang dialami Vanessa
bukan semacam dorongan, lebih kepada perasaan atau emosi.
Sementara
Allexia, buah dadanya semakin tumbuh dan dia merasa sangat emosional. Tetapi terkadang
dia berkata, tidak terlalu emosional, justru membuat dirinya lebih tenang. Dia
berpikir tak perlu lagi rasanya menyembunyikan sesuatu. Saat Allexia
melihat foto dirinya dia berujar, “Ya, Tuhan, itu foto diriku tiga tahun lalu.
Itu bukan saya, itu adalah saudara saya”. Allexia yang sudah menjadi wanita
bertutur dengan lugu kepada saudara perempuannya. Rambut Allexia yang tumbuh
tebal pun tak lepas dari komentarnya. Begitu pula jenggot yang memenuhi
dagunya. Allexia berkata untuk dirinya sendiri, “Sekarang dia saudari saya”.
Allexia sungguh beruntung, seluruh anggota keluarga mendukungnya. Bahkan,
hubungannya dengan saudarinya seperti terlahir kembali. Hal itu terjadi sejak
Allexia mulai hidup sebagai wanita.
Saat
Allexia masih menjadi seorang pria, dan namanya masih sebagai Simon, dia
seperti tak bersemangat. Dia seperti orang yang tidak bahagia dan jarang keluar
rumah. Allexia jarang bersenang-senang. Hal itu yang terkadang menyulut
kesedihannya. Dia merasa baik dan lega ketika dapat bercerita kepada seseorang.
Karena sebelumnya, hanya dia yang tahu siapa dia sebenarnya.
“Untuk
kebanyakan orang, saat mereka mulai merasakan hormon itu bekerja, mereka merasa
akhirnya telah berjalan di jalur yang
benar. Mereka seperti mengalami kekurangan vitamin. Akan tetapi, akhirnya mendapatkan vitamin yang mereka perlukan”,
demikian Marie Keller menjelaskan kondisi transeksual.
Sebenarnya,
efek hormon yang diberikan sangat dramatis, dalam arti dapat membuat impoten.
Membuat tubuh mereka feminin dan buah dada tumbuh. Awalnya, membuat mereka
sangat lembut dan menjengkelkan. Tetapi, setelah ada kemajuan pada perubahan
tersebut, mereka mengetahui apakah berada di jalur yang tepat. Karena, jika
mereka menyukai lelaki, maka mereka tak ingin impoten. Jika mereka manja,
tentunya juga tak ingin impoten. Apalagi jika kita pria biasa, tentunya tak
ingin buah dada membesar. Jadi, itulah yang dinamakan tes diagnostik.
Menurut
Anne, saat bercermin dan memerhatikan perubahan tubuh, misalnya hormon yang
bekerja, berkurangnya otot, dan lain-lainnya, di situ dia mulai merasa bebas.
Akhirnya merasa seperti orang normal.
Jennifer
menuturkan, dia mulai dengan estrogen dan akan mengalami beberapa suntikan. Semua
dia lakukan selama tiga kali masa perawatan. Untuk selanjutnya, dia diberi
penahan testosteron, dan bentuk tubuh mulai berubah. Itu sungguh luar biasa.
Jennifer pun merasa bahagia. Dia merasa seperti Audrey Hepburn. Hidup berganti
kelamin tanpa diketahui menjadi perhatian untuk banyak pelaku transeksual.
Meski terapi hormon sangat penting, tetapi hormon tak menjamin setiap pelaku
transeksual akan tampak seperti wanita. Satu konsep yang sudah diketahui.
Kim
merasa senang seperti wanita. Teman-teman yang jujur kepadanya berkata, bahwa
dia seperti pria yang mengenakan pakaian wanita. Sebagai seorang wanita
transeksual, banyak yang harus dilakukan, selain sebagai wanita sungguhan.
Karena mereka masih harus melakukan kebiasaan pria, seperti bercukur.
“Saya
harus mencukur rambut tangan, lengan, dada, punggung, leher, dan kaki”, terang
Vannesa tanpa malu-malu. Penampilan, tindakan, maupun cara berjalan, semua
diubah menjadi feminin.
“Saya
ingin merasa seperti wanita normal. Perlakukan saya seperti wanita biasa. Saya
pun ingin orang-orang melihat saya seperti orang biasa. Satu-satunya cara untuk
hal itu adalah menjadi wanita sepenuhnya. Semuanya termasuk yang nyata, pakaian
dan gaya rambut hingga cara berjalan dan bicara. Misalnya, biarkan saya
melakukan secara perlahan-lahan”, urai Anne panjang lebar.
Anne
punya nada lebih dalam dan vokal yang kuat. Seperti saat sedang marah, mungkin
kita bisa mendengarnya. Anne akan mengeluarkan suku kata sehingga kita dapat
memahaminya. Anne belajar mengucapkan e-r-r-r-r-r dari bagian belakang
tenggorokannya. Dia harus mengurangi gelombangnya. Lantas memperbanyak vokal
dan mungkin sedikit menaikan titi nada.
Transeksual
yang terlahir sebagai pria, menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk menjadi
maskulin. Misalnya dengan masuk militer dan olahraga. Untuk mencari
kejantanannya, biasanya Anne berolahraga hoki. Dari semua kata sifat yang
dipakai untuk menggambarkan transeksual, kekerasan bukan hal pertama yang
dipikirkan. Tetapi terjadi diskriminasi, bahkan berlanjut ke kekerasan.
Kekerasan adalah pusat pertahanan hidup. Melalui proses itu terjadi keadaan
yang tidak menyenangkan untuk orang lain.
Mereka
proyeksikan gangguan itu terhadap orang yang
melakukan perubahan. Mereka berkata, “Jangan lakukan itu”. Maksud
sesungguhnya adalah, “Jangan buat saya merasa tak nyaman”. Di permainan hoki,
Anne dinilai kemampuannya bukan jenis kelaminnya. Dia pun berharap, begitu pula
di tempat kerjanya, dan dia masih dikenal sebagai Dave.
Suatu
hari Dave (Anne), mendatangi Joanne Massey-HRD kantornya. Lantas Dave bercerita
bahwa dia memiliki kesalahan identitas jenis kelamin dan berpikir untuk
mengubahnya. Untuk sebagian orang, ada masanya
mereka berubah dari Jack di hari Jumat, lalu Senin pagi menjadi Jill.
Tidak untuk Anne, dia selalu menjadi Jill karena selalu mengenakan pakaian
wanita. Tapi, ada saatnya memakai rok. Dave pergi di hari Jumat sore dan datang di Senin pagi.
Kelly
Hemphill sebagai wakil perusahaan untuk pekerja mengatakan, Dave memakai rok,
kemeja, kaus kaki, sepatu hak tinggi,
dan menjadi Anne. Saat itu Dave pertama kalinya bekerja memakai rok.
Tetapi, tak seorang pun yang merasa terganggu. Ketika Dave datang ke kantor,
HRD-nya sedang menunduk, ketika HRD-nya
melihat, Dave berdiri dengan berpakaian setelan. HRD-nya tak begitu
memerhatikan. Ketika Dave pergi, HRD-nya melihat Dave memakai setelah itu. Dave
memakai rok, stocking, dan lain dari biasanya. HRD-nya benar-benar tak menduga.
tetapi, lama-kelamaan orang-orang di kantor
dapat menerima sesuatu yang baru.
HRD-nya
begitu khawatir, karena Dave belum dioperasi dan belum berubah sepenuhnya. Wakil
pekerjanya melihat Dave juga was-was, karena masih melihatnya seperti pria.
Juga cemas jika ada orang lain yang belum tahu latar belakangnya. Mungkin
orang-orang akan tertawa dan memberi komentar. Wakil pekerjanya begitu iba
melihat Dave.
Anne
(Dave) mulai hidup sepenuhnya sebagai wanita sekitar 15 tahun silam. Hormon
membuatnya lebih lembut, akan tetapi itu belum cukup. Dia tahu, untuk berubah
seutuhnya dia perlu sesuatu yang luar biasa. Apa yang dilakukan Anne? Dia
menuju San Fransisco untuk bertemu ahli bedah dengan keahlian khusus, perubahan
wajah menjadi feminin. Dalam beberapa hari, wajah Anne akan secara permanen
diubah tampak seperti
wanita.
Hingga
kini, Anne hanya berhubungan dengan Dr. Doug Ousterhout melalui telepon dan
email foto wajahnya. Selanjutnya dilakukan persiapan secara detail. Sinar X
dari wajahnya dibuat. Foto yang baru diambil, lantas Dr. Ousterhout
menganalisis wajah yang akan diubah. Sebagian adalah matematis, sudut proyeksi
dan bentuk rahang. Dengan kata lain, sebagian dari itu adalah bentuk artistik yang menjadikan
rahang dan dagu indah pada wanita. Begitu pula dengan hidung dan kening.
Otak Transeksual
Di Amsterdam,
penelitian otak
transeksual menemukan sesuatu yang luar biasa. Dokter Louis Gooren, ahli
endokrin yang tinggal di Amsterdam salah satu dokter peneliti. Hingga saat ini,
beliau telah merawat sekitar 2.400 transeksual. Hal itu membuatnya semakin ahli
di bidangnya. Transeksualisme
dapat menyerang siapa saja.
Menurutnya,
banyak orang hidup sebagai transeksual. Kita dapat menemukan transeksual di
seluruh dunia. Penelitian untuk otak transeksual hampir tak mungkin dilakukan.
Karena, banyak detail otak yang hanya dapat diketahui saat pembedahan. Dokter
Gooren dan koleganya di Institut Otak Netherland telah melakukan langkah besar
untuk penelitian itu. Pertama dan satu-satunya penelitian otak donor yang
terserang transeksual telah dipotong. Penelitian tersebut dikomandoi Dokter
Dick Swaab, seorang profesor neurobiologi. Dia
perlu waktu 12 tahun untuk mengumpulkan delapan otak transeksual.
Para dokter
mengetahui area otak yang menurut mereka dapat memberikan jawaban. Hipotalamus,
penghasil hormon yang tersembunyi di dasar otak. Sebuah area yang diketahui
oleh imuwan dapat membedakan perbedaan fisik antara pria dan wanita.
Hipotalamus diiris dan disiapkan untuk riset. Ketua peneliti, Dr. Frank
Krujiver menjelaskan, yang dilihat adalah hasil mikrotom, yaitu irisan tipis
otak. Jika sudah disiapkan dalam film, irisan hipotalamus itu diberi larutan
kimia, sehingga tampak serat neuron.
Sudah diketahui
bahwa otak biologis antara pria dan wanita normal memiliki pola neuron yang
berbeda di dalam otak. Kita dapat melihat perbedaan struktur otak yang terlahir
sebagai pria dan wanita yang menentukan sikap seksualnya. Kita juga dapat
melihat, struktur otak pria lebih besar dibanding wanita. Juga tampak jelas
titik-titik hitam. Itu adalah serat otak lain yang penting untuk sikap seksual.
Pertanyaannya adalah, bagaimana otak transeksual dibedakan dengan otak pria
normal dan wanita normal?
Jawabannya ada
pada satu-satunya bukti yang mengonfimasi otak transeksual. Otak mereka tidak
seperti yang lainnya. Ada gambaran otak yang terlahir sebagai pria, ketika usia
5 atau 8 tahun, dia merasa bahwa dirinya seorang wanita. Jadi, itu adalah transeksual
dari pria menjadi wanita. Kita juga
dapat melihat ukuran dan jenisnya, sejenis dengan wanita, bukan pria.
Semua otak transeksual yang pernah dipelajari mirip dengan lawan jenis saat
mereka lahir. Banyak pertanyaan mendasar yang belum terjawab. Misalnya, efek
apa yang dimiliki hormon wanita pada otak? Hal yang menarik, salah satu otak
transeksual yang terlahir sebagai pria dan pernah dipelajari tak pernah
dipersoalkan pada hormon wanita. Dan masih menunjukkan karakteristik feminin.
Hal itu yang menunjukkan, bahwa hormon bukan penyebab perbedaan otak.
Contoh dari
delapan otak belum seberapa. Tetapi konsistensi dari hasil temuannya tetap
menantang para ilmuwan. Mereka yang tak yakin dan skeptis lebih menyukai
informasi tentang penyebab kondisi itu. Tetapi, untuk orang seperti Kim,
penyebabnya tidaklah begitu penting dibanding efek yang menyerangnya. Dia ingin
menikah dan orang-orang sulit menerimanya. Seperti penyanyi Rock sekelas Billy
Idol yang ingin menjadi wanita. Hal itu dapat merusak hubungannya. Setelah
empat kali menikah dan memiliki empat anak. Kim menyadari tak mungkin hidup
dengan keadaan begitu. Dia mulai melakukan transisi itu. Sebuah proses yang
meresahkan istrinya, Nancy. Ken menjadi aneh dengan pakaian dan kebiasaan
anehnya. Nancy, istri Kim berkata, “Saya merasa, dia (Kim) sedang salah jalan”.
Nancy menemukan solusi berbeda setelah mempelajari kondisinya.
Seperti Hidup dalam Penyamaran
Seorang
transeksusal seperti Silvy, terkadang merasa kalau identitas dirinya seperti
terpinggirkan. Hingga harus menjalani hidup “dalam penyamaran”.
“Saya sering
merasa sedih jika orang memandang kami ini sebagai bentuk penyimpangan. Atau
ada juga yang berpendapat jika keberadaan kami melawan kodrat. Tetapi, saya tak
merasa menyimpang, kok. Sejak lahir kami memang begini dan kami memang ada.
Saya akhirnya berani menerima kondisi ini sambil berharap kelak bisa mengubah
diri menjadi perempuan, seperti Mba Dorce”, kata Silvy yang merasa naluri
keibuannya sering kali timbul kalau melihat bayi mungil.
Selama ini,
gender dan identitas diri seseorang memang dikaitkan dengan jenis kelaminnya.
Meski menurut sosiolog dan pakar ilmu antropologi Kessler dan McKeena, dalam Gender: An Ethnomethodology Approach (1978), identitas jenis kelamin
sebenarnya lebih pantas kalau dikaitkan
dengan perasaan
mendalam batin seseorang, yang membuatnya merasa sebagai laki-laki atau
perempuan. Identitas seksual seharusnya merupakan varian yang mandiri terhadap
bentuk seksual secara fisik, karena jenis kelamin jiwa itu mulai tertanam di
usia dua tahun. Meski baru mulai disadari dengan kuat menjelang remaja.
Maccoby, E. dan
Jacklin, C. dalam The
Psychology of Sex Differences (Stanford University Press, 1974, hlm 136)
menyebutkan, bahwa mayoritas warga di dunia memiliki jenis seksual yang sesuai
dengan jenis kelamin fisiknya. Namun, memang ada insan transgender atau transeksual dengan sex identity atau jenis kelamin jiwa, yang berbeda dari jenis
seksual tubuhnya. Mereka tergolong dalam male-to-female
transsexual (MFT), yaitu transeksual dari laki-laki ke perempuan. Pada
seorang yang bertubuh lelaki tetapi merasa dirinya perempuan, seperti Silvy.
Begitu juga sebaliknya, female-to-male transsexual (FMT), yaitu
transeksual dari perempuan ke lelaki.
Sebelum jenis
kelamin jiwa para insan transeksual dipahami secara lebih arif, banyak orang
menganggap, para transeksual sebagai orang yang abnormal sehingga perlu
disembuhkan dengan beragam terapi, termasuk kejutan listrik. Namun, setelah
disadari bahwa identitas seksual mereka lebih kuat daripada bentuk kelamin
fisiknya, timbul pandangan yang lebih toleran pada upaya mereka untuk menemukan
identitas seksual yang dianggap ideal, termasuk dengan melakukan perubahan
identitas secara fisik. Misalnya, melakukan operasi kelamin seperti yang banyak
dilakukan transeksual lainnya.
“Sebenarnya,
apakah yang menyebabkan semua ini terjadi, Silvy?”, begitu tanya saya sok
filosofis. Silvy mereguk habis kaleng minumannya. Bincang kami sore itu di
salah satu kafe yang cukup tenang, terletak di hotel antik kawasan atas kota
Semarang.
“Apakah mungkin
kehidupan yang berjalan salah ya? Entahlah. Kami, sepertinya memang terlambat
menyadari, bahwa kami terlahir begini. Kemudian orang memandang kami aneh.
Tetapi, untuk sementara kami akhirnya menerima, sambil menunggu kesempatan
untuk mengubah diri. Kadang saya berpikir, bahwa saya ini seekor ulat jelek
yang menanti waktu untuk bermetamorfosis menjadi
kupu-kupu cantik”, ucapnya agak melankolis.
Secara ilmiah,
menurut Maccoby dan Jacklin, penyebab transeksual masih belum bisa ditentukan
secara pasti. Sebagian menduga, proses yang menjadi penyebab terciptanya
manusia transgender masih belum diketahui secara jelas. Selama ini diduga
disebabkan pengaruh hormon dalam kandungan. Seperti, kekurangan testosteron pada
janin dengan kelamin fisik laki-laki, dapat menyebabkan bayi memiliki “jiwa”
perempuan. Sebaliknya, kelebihan testosteron pada janin bayi kelamin perempuan
dapat menyebabkan memiliki “jiwa” lelaki. Tetapi, penyebab sebenarnya dari hal
itu hingga sekarang masih jadi misteri.
“Aku sendiri
sudah lama menabung. Nanti aku akan ke Singapura untuk menjadi wanita super
seksi, pasti kamu heboh melihatnya. Tunggu saja nanti”, kata Silvy memecah
keheningan. “Apa tidak bisa operasi kelamin di Indonesia?” ucap saya padanya. “Ngga aah… daripada hasilnya tidak
memuaskan. Di sana kan lebih mulus dan aman. Asal saya bisa menjadi perempuan,
biaya berapapun tidak masalah.
Ibaratnya, buat apa seseorang, katakanlah kaya dan ternama, jika tidak bisa
menjadi diri sendiri. Ya kan?”
Silvy sendiri
berasal dari kota Medan. Dia yang alumnus Fakultas di Universitas
Sumatera Utara itu
sebenarnya punya satu usaha garmen di sana. Dia ke Semarang untuk mengurus bisnis sambil menjenguk sang
kekasih, juga lelaki cantik yang pernah saya lihat tampil sebagai model pria
dalam satu peragaan busana. Obrolan kami ini terjadi tanpa sepengetahuan sang
kekasih.
Jadi Perempuan, Selanjutnya?
“Aku ingin
menikmati hidup sepenuhnya sebagai perempuan. Menikah, punya anak, meski bukan
anak kandung. Pokoknya, menjadi istri dan ibu yang baik. Di samping itu, aku
ingin berjuang membantu para transeksual lainnya, agar mereka dapat kehidupan
yang layak. Agar tidak dicibirkan masyarakat lainnya. Paling tidak, identitas
kami sebagai transeksual dapat diterima. Biar bagaimanapun juga kami ini kan
memang ada”, urai Silvy
panjang lebar.
Silvy benar,
karena sebagian besar para transeksual masih belum juga bisa diterima
lingkungannya, bahkan keluarganya sendiri. Mereka terpaksa memilih satu di
antara dua pilihan yang sama pahitnya, yaitu terbuang dari lingkungannya atau
berpura-pura menutupi jati dirinya. Jutaan para transeksual ibaratnya masih
hidup dalam lorong kegelapan, menunggu kapan sinar terang akan muncul. Padahal,
sebenarnya merela hanyalah orang yang berbeda pada identitas seksualnya saja.
Jika mereka
terbantu untuk menemukan identitas seksualnya, mungkin mereka bisa lebih
mengoptimalkan kiprah hidupnya. Tak saja demi kebahagiaan diri sendiri, tetapi
juga menebar amal membantu sesama. Seperti yang terjadi pada artis Dorce
Gamalama.
Tidak Lagi Terpinggirkan
Salah satu
cendekiawan muda sekaligus Doktor alumnus Filsafat Universitas Gajah Mada, Dr.
Saifur Rohman, S.S., M.Hum., berpendapat bahwa, keberadaan kaum transgender tak
bisa diabaikan begitu saja. Perkembangan zaman membuat kita semakin terbuka
terhadap realitas kehidupan baru, yang dapat membawa ke arah pemahaman yang
sebelumnya tidak terpikirkan. “kini, di era millennium baru, wacana terhadap
hak asasi dan keberagaman tak saja semakin terbuka, tetapi juga semakin
tersebar luas. Berkat era baru penyebaran informasi dari ranah sibernetika.
Orang semakin memahami problematika yang dihadapi kaum transgender. Oleh
karenanya, mereka yang berada di lingkungan keagamaan pun mulai dapat menerima
mereka sebagai pribadi yang unik”, ucap Saifur yang juga dikenal sebagai
budayawan muda dan penulis novel.
Transgender
merupakan satu istilah, secara menyeluruh
digunakan untuk satu bentuk pribadi, perilaku, atau kelompok yang
cenderung menyimpang dari peran gender yang selama ini dianggap normal, yaitu
peran gender sebagai lelaki dan
perempuan. Secara garis besar, istilah transgender mengacu pada kondisi tempat
identitas gender seseorang yang secara
genetis, baik lelaki maupun perempuan
tidak lagi dianggap cocok dengan identitas kejiwaan yang dirasakan. Transgender
juga dipandang tidak menyiratkan bentuk seksualitas seseorang secara khusus.
Karena itu, transgender juga bisa terjadi pada mereka yang terlahir sebagai
heteroseksual (lelaki atau perempuan yang berminat pada lawan jenisnya),
homoseksual (lelaki atau perempuan yang tertarik pada sesama jenisnya),
biseksual (orang yang tertarik secara seksual baik terhadap lawan jenis maupun sesama
jenisnya), yang merasa tak lagi sepadan dengan orientasi seksual yang sedang
terjadi dengan dirinya saat ini. Menurut kamus Oxford English Dictionary (2004) disebutkan, transgender adalah
sesuatu hal, berhubungan atau mengacu pada seseorang yang tak sepakat dengan
identitas seksualnya secara fisik sebagai lelaki atau perempuan, dan berminat
untuk bergeser pada salah satu identitas yang didambakannya.
Vivi Sylviana
(63 tahun) yang tergolong trangender senior kota Semarang menuturkan,
transgender di Indonesia sudah ada sejak zaman dulu kala, seperti tampak pada
salah satu tokoh wayang kulit yang disebut Kenyawandu, yaitu sosok perempuan
yang bersikap seperti laki-laki. Namun, menurut Sylvi, fenomena transgender di
Indonesia mulai menyeruak di era 70-an, saat Gubernur Jakarta, ketika itu Ali
Sadikin, mencoba mengangkat harkat waria. Dia memberikan tempat untuk
berekspresi di arena Jakarta Fair
dengan menyelenggarakan pemilihan Ratu Waria. Hal itu berdampak positif untuk
kehidupan para waria. Karena untuk menunjukkan ekspresi mereka tak lagi mejeng di jalanan, yang justru
menimbulkan cemoohan dari masyarakat. Apalagi, lantas beragam kelab malam yang
ada mulai membuka pintu untuk para waria menunjukkan bakatnya sebagai penyanyi
dan penari.
“Di era inilah
mulai terbentuk berbagai komunitas waria di Indonesia. Komunitas yang tak saja
mewadahi para waria dalam satu paguyuban, tapi juga mencoba untuk menyalurkan
ekspresi mereka di bidang kecantikan dan kesenian. Sejak saat itu, kaum
transgender mulai tampil ke kancah masyarakat sebagai ahli kecantikan dan artis
di bidang tari atau nyanyi”, urai Sylvi yang kini terkenal sebagai perias
pengantin dan ahli kecantikan andal.
Sebenarnya, satu pribadi transgender bisa saja
menunjukkan sifat normal saat bergaul dengan orang lain. Tetap eksis pula dengan keberadaan identitas seksual yang
diinginkannya. Hal itu sebagaimana dijelaskan Lynne Layton dalam In
Defense of Gender Ambiguity yang termuat dalam jurnal Gender & Psychoanalysis. (I, 1996).
“Orang biasanya
menentukan jenis gender seseorang ketika dia dilahirkan, berdasarkan jenis
kelamin yang bersangkutan. Untuk kaum transgender, penjelasan seperti ini tak
berlaku bagi mereka, karena mereka
merasa tidak sepadan dengan identitas seksual
secara fisik, sehingga menolak identitas gender berdasarkan identitas
lahirnya (non-identification). Atau tidak
memperlihatkan identitas fisik sesuai bentuk kelahiran (non-presentation)”, begitu penjelasan Layton.
Istilah Transgender dan Perkembangannya
Istilah
transgender mulai tenar di dunia internasional sekitar tahun 1970-an. Dalam
Konferensi Internasional Gender Dysphoria yang ke-8 di Manchester, Inggris.
Pada 2007, lebih diperjelas, istilah ini menggambarkan operasi kelamin. Pada
1980-an, istilah transgender mengembang sebagai istilah keren yang menyatukan
semua jenis identitas gender dari semua orang yang tak merasa tepat dengan
identitas kelahiran mereka. Menginjak era 1990-an, istilah transgender, bahkan
mulai memasuki ranah politik sebagai aliansi yang mencakup semua hal berkaitan
penyatuan pendapat untuk mempertanyakan keabsahan norma gender laki-laki dan
perempuan, yang selama ini dirasa tidak tepat dan dipaksakan terhadap mereka.
Itu termasuk menuntut persamaan hak dan berlakunya norma kehidupan yang tidak
diskriminatif untuk mereka di depan hukum.
Pada 2003, NCTE
(National Center for Transgender Equality),
sebuah organisasi transgender internasional yang dibentuk di
Inggris, misalnya, mengeluarkan pernyataan bahwa mereka bersatu sebagai
kekompok yang memperjuangkan keadilan sosial untuk mengakhiri kekerasan dan
diskriminasi terhadap kaum transgender. Mereka menyelenggarakan pendidikan,
pemberdayaan, serta advokasi terhadap para insan transgender melalui berbagai
isu yang dianggap penting. Langkah-langkah seperti itu terus berkembang hingga
sekarang.
Meski terkadang
dianggap mencakup pengertian yang sama, ternyata istilah transgender punya
makna berbeda dengan istilah transeksual. Hal itu dijelaskan oleh Harry
Benjamin dalam bukunya, The Transexual
Phenomenon (New York: Julian Press, tth (?)). Istilah
transgender adalah penyebutan yang sopan bagi identitas kaum homoseksual, baik
mereka terlahir dalam jenis kelamin laki-laki, namun punya jiwa perempuan
(gay), atau mereka yang terlahir dengan kelamin perempuan tetapi punya jiwa
lelaki (lesbian), yang sebelumnya dianggap sebagai penyebutan melecehkan.
Sementara,
istilah transeksual lebih ditujukan pada kaum mereka yang dalam hidup
sehari-hari tampil dengan bentuk dan perilaku seksual seperti yang diinginkan. Misalnya,
seorang lelaki berpenampilan dengan busana perempuan atau sebaliknya, seorang
perempuan dengan penampilan yang tomboy dan bersikap layaknya lelaki.
Tentang sikap
dan perilaku transeksual ini, Benjamin membaginya dalam beberapa skala
tingkatan. Oleh para praktisi psikologi sering disebut “skala Benjamin” (Benjamin scale), antara lain ‘skala
transeksual ringan’ (Transsexual Nonsurgical), mereka hanya sesekali tampil dengan busana lawan
jenisnya. Level kedua, disebut sebagai transeksual murni (True Transsexual-Moderate Intensity), yaitu mereka yang sehari-harinya tampil dalam pakaian
lawan jenisnya dan bersikap sebagai pribadi lawan jenis yang diidamkan. Ketiga,
transeksual tingkat tinggi (Transsexual High Intensity). Dalam tahapan
ini insan yang bersangkutan memutuskan untuk meraih identitas seksual yang
diinginkan secara total. Misal dengan melakukan operasi kelamin seperti yang
terjadi pada artis Dorce Gamalama dan beberapa lainnya.
Memang, tak
semua insan transgender melakukan tindakan transeksual. Tetapi, penelitian yang
dilakukan Dr. Harry Benjamin di AS menyebutkan, bahwa sebagian besar kaum
transgender berhasrat untuk melakukan operasi kelamin. Meski pada praktiknya,
hal itu tak dapat dilakukan begitu saja. Itu dikarenakan menuntut adanya
beberapa persyaratan, seperti pemeriksaan kadar estrogen atau hormon testosteron
yang menentukan keberhasilan operasi kelamin sebagai proses peralihan identitas
seksual ideal. Salah satu artis beken kita yang memang berhasil menjalani
operasi kelamin adalah Dorce. Dia menuturkan, proses rumit yang harus dijalani saat memutuskan untuk
mengganti kelamin.
Ketika
mendatangi ruang praktik dr. Djohansyah Marzuki, SpBP (dokter ahli bedah
kenamaan di Surabaya), Dorce sempat
mengira, bahwa proses operasi kelamin
tidak terlalu sulit. Ternyata, dia harus menjalani berbagai pemeriksaan medis dan psikis yang
panjang dan melelahkan. Di samping itu, ada surat rekomendasi dari Dinas
Kesehatan dan surat rujukan dari dokter yang bersangkutan. Karena, dalam proses
operasi kelamin itu terdiri atas berbagai bidang
disiplin ilmu yang melibatkan para ahli, seperti ahli bedah, andrologi,
urologi, dan tentu saja ahli psikologi. Dorce menuturkan, bahwa dia harus
menjalani serangkaian pemeriksaan medis selama empat bulan, sebelum layak
menjalani operasi kelamin yang mengubah dirinya menjadi seorang perempuan.
Keberagaman dan Berkah Kehidupan
Vivi Sylviana
mengakui, jika tadinya dia merasa minder dan kecil hati karena merasa
tersisihkan oleh masyarakat yang tak memberi peluang bagi kaum transgender. “Ah, waria,
apa sih yang bisa mereka lakukan, paling berdandan, dan sebagai perempuan, lalu ngamen di pinggir jalan. Cemoohan itu
saya dengar sendiri. Tetapi,
biarlah semua itu menjadi pemicu bagi kami untuk terus berjuang,
mengaktualisasikan diri agar bisa menegakkan harkat para insan sambil
menyebutkan sejumlah nama transgender yang sudah berganti kelamin dan sukses
dalam karier dan profesi mereka.
Pilihan hidup yang memang mereka pilih Foto: Dok. http://firsttoknow.com/wp-content/uploads/2015/10/transgender-wife.jpg |
Di antara sekian
banyak nama transgender Indonesia, baik yang belum maupun yang sudah melakukan
operasi transeksual, mencuat beberapa nama beken, seperti Chenny Han.
Reputasinya untuk kecantikan sudah go
international, Corrie Kawilarang, yang dikenal sebagai hair dresser ternama. Di bidang akademik, ada Dede Oetomo, di
bidang musik dan film ada Dorce
Gamalama. Sementara itu, kalau kita melihat di negara tetangga, Thailand,
menyeruak satu nama Thai That yang kini menjelma menjadi penyanyi pop cukup
beken dan membintangi beberapa judul film.
Bagi feminis
tenar, Janice Raymond contohnya, berpendapat bahwa, identitas transgender
sebaiknya dipandang sebagai keberagaman dalam kemanusiaan kita. Dalam bukunya
berjudul The Transexual Empire (Woman’s
Press, London, 1990) beliau menyebutkan, keberadaan kaum transgender menjadi
fakta, bahwa secara alami memang ada jenis seksualitas seperti itu. Meski mereka
berada dalam kondisi minoritas dalam dominasi gender heteroseksual lelaki dan
perempuan. Kemampuan yang ditunjukkan oleh insan transgender yang sudah sukses
menjalani kehidupan transeksual, baik dalam bidang ekonomi, kesenian, atau
berbagai bidang profesi lainnya, telah menunjukkan, bahwa pendapat kalangan
yang selama ini bersikap kolot dan tak menerima kehadiran kaum transgender,
untuk lebih memahami fenomena ini sebagai berkah kehidupan dari Tuhan Yang Maha Esa, sudah
menciptakan kaum transgender di muka bumi.
Sesungguhnya--sejak zaman dahulu--eksistensi kaum
transgender secara tradisional sudah diakui masyarakat di berbagai belahan
dunia. Di Thailand dan Laos contohnya, ada kaum transgender yang disebut Kathoey. Di India terdapat kaum Hijra. Bahkan diakui sebagai kaum dengan
identitas gender ketiga. Begitu pula di Iran, Jepang, Nepal, berbagai wilayah
lain, dan tentu saja Indonesia. Antropolog S. Graham, dalam bukunya berjudul Priest and Gender in South Sulawesi,
Indonesia (Transgender Asia Research Centre, 2007) menyebutkan, di antara
lima suku Bugis, Sulawesi Selatan, terdapat setidaknya lima identitas gender. Di
antara para lelaki (Oroane), dan
perempuan (Makunrai)…, ada juga yang
disebut sebagai Calalai (perempuan maskulin), Calabai
(Lelaki feminin), dan Bissu
(rohaniawan, representatif gender kelima). Keberagaman itu indah. Bagaimana menurut Anda?