Pekarangan rumah masih bisa ditanami [Foto: Dok Pri] |
Berkebun itu
salah satu bentuk olahraga juga. Seperti mencangkul, menggali, memotong,
memangkas, menyusun pot, menanam tanaman, pemberian pupuk, juga mengangkat air
untuk menyiram tanaman. Nah, hal-hal inilah yang dilakukan orang tua saya dan
anak-anaknya hingga sekarang.
Bapak-selepas
bekerja-sebagai PNS, pulang ke rumah hanya beberapa jam saja beristirahat. Beliau
termasuk orang yang tak bisa diam, ada saja yang dikerjakan. Entah itu menjahit
baju anak-anaknya yang robek, buat bangku, hingga tempat tidur sendiri. Bapak
juga termasuk orang yang kreatif.
Begitu pula ibu
(almarhumah). Semasa hidupnya Ibu pun tak bisa tinggal diam. Boleh dibilang,
hampir tak ada waktu untuk tidur siang. Usai mengerjakan pekerjaan rumah
sebagai ibu rumah tangga, tak lantas leyeh-leyeh. Akan tetapi, mengurus ternak
ayam dan bebek yang dipelihara tak jauh dari rumah.
Beragamn plastik bekas bisa didayakan [Foto: Dok Pri] |
Ibu juga rajin
menanam beragam jenis bunga yang diperoleh dari teman-temannya. Bahkan
mencangkul beberapa bidang tanah untuk ditanami singkong, ketela rambat, dan
talas. Kedua orang tua saya memang hobi bercocok tanam.
Hal ini pula yang
menurun kepada anak-anaknya. Rata-rata, anak-anak bapak-ibu saya senang
berkebun. Alhamdulillah, di rumah ada sebidang tanah yang dikelola oleh Mba
pertama saya. Tanah itu dibuat kolam ikan dan kebun jamur tiram.
Tanaman bunga dan sayuran ditanam di botol, polybag, dan ember bekas [Foto: Dok Pri] |
Ukuran kolam 4 x
4 m sebanyak dua kolam itu ditanami beberapa jenis ikan. Seperti Nila Merah dan
Hitam, Gurame, Bawal Air Tawar, dan Patin. Memang, mesti bersakit-sakit
terlebih dahulu untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.
Ada kenikmatan tersendiri ketika memancing ikan di kolam sendiri [Foto: Dok Pri] |
Semua perlu
proses hingga mendapat hasil seperti yang diinginkan. Tak jauh dari rumah, ada
tanah kosong yang tidak digarap oleh pemilikinya. Oleh Mba saya dipinjam untuk
ditanami singkong dan ketela rambat, juga beberapa bumbu dapur seperti serai,
kunyit, juga lengkuas.
Bersyukurnya,
tiap hari tak kekurangan yang namanya bahan makanan. Semua diambil dan diolah
dari kebun sendiri. Sementara, di sekitar rumah juga ditanami beberapa pohon
pisang yang sudah banyak beranak pinak. Bahkan,
beberapa batang pohon kelapa pun ada.
Tanaman cabe di polybag [Foto: Dok Pri] |
Jadi, di rumah
untuk keperluan bahan-bahan masakan, saya sangat bersyukur, semua ada. Tak perlu
beli. Di beberapa pojok
rumah ditebar bibit cabai dalam polybag. Alhamdulillah, cabai-cabai tersebut
sudah berbuah dan matang. Apapun yang dikerjakan dengan ketulusan dan
kecintaan, Insya Allah, tinggal menunggu hasil saja.
Meski rumah berada
di tengah-tengah kota di Jambi, tetapi tanah yang kosong masih relatif luas dan
bisa ditanami dengan beragam tanaman, hingga buat kolam ikan. Bersyukurlah
tinggal di daerah itu menurut saya. Pun di kota besar, seperti Jakarta ini juga
bisa menanam, asal sedikit kreatif.
Pohon iler untuk bumbu masak [Foto: Dok Pri] |
Intinya,
bagaimana kita sedikit memutar otak untuk menciptakan pekarangan hidup dengan
beragam tanaman yang bisa dikonsumsi langsung. Ditambah lagi tinggal di daerah metropolitan
yang notabenenya sulit tanah.
Kota metropolitan
dunia lainnya, contohnya Jepang, bisa kok memanfaatkan tempat tinggalnya jadi
kebun. Mereka-mereka yang tinggal di apartemen, menurut percakapan Prof.
Sakamoto ke saya, orang-orang Jepang diminta untuk menanam beragam sayuran di
atas tempat tinggal mereka. Termasuk juga memelihara lebah madu.
Hebatnya, hal itu
dilakukan dengan keterbatasan lahan yang ada dan berhasil. Kini di Jepang,
menurut Sakamoto, tempat tinggal mereka yang berada di apartemen, terlihat
hijau dan menyejukkan mata karena program menanam diwajibkan oleh pemerintahnya.
Nah, apakah
pemerintah kita (Indonesia mewajibkan bercocok tanam tanpa ada lahan) khususnya
di Jakarta? Saya kurang tahu, apakah
pernah ada program pemerintah seperti ini tau tidak. Jika pun ada, saya juga
belum menemukan di daerah mananya.
Berkebun itu
banyak banget manfaat yang orang tua dan
anak-anaknya rasakan. Keringat keluar seperti layaknya olahrga. Bayangkan saja,
misalnya mencangkul tanah. Cangkung yang relatif berat saja sudah butuh tenaga
berapa banyak. Belum lagi saat diayunkan.
Kalau di sekitar
rumah banyak tetumbuhan hijau, otomatis udara menjadi segar dan lingkungan
terasa sejuk dan dingin. Stress pun enggan melanda. Tetumbuhan dan jenis
sayur-sayuran yang ada di pekarangan, mampu menghilangkan stress seseorang.
Dengan melihat
banyaknya tetumbuhan hijau dan buah-buahan yang sudah matang, pikiran stress
jadi lenyap. Berkebun dapat dijadikan salah satu terapi kesehatan jiwa. Saya
mengalaminya sendiri, ketika capek pikiran mendera, mata saya tergerak untuk
mencari tetumbuhan hijau. Melihat pemandangan hijau sebentar, mata kembali
cerah dan segar.
Nah, ini juga
yang penting, berkebun dapat meningkatkan perekonomian keluarga. Dengan berkebun,
besar kemungkinan kita melakukan penanaman serius. Bersiap saja ketika ada yang
ingin membeli. Di situlah perekonomian kita bisa terbantu.
Jadi, tak ada
alasan untuk tidak berkebun, kan? Karena dapat dilakukan dengan cara-cara yang
kreatif dan tak butuh juga lahan atau pekarangan yang luas. Selamat berkebun!