Ga tau ya, buat saya
masa-masa kecil itu masa paling indah dan penuh warna. Bayangin aja, saya bisa
main sepuas-puasnya tanpa teriakan bapak dan ibu. Pergi ke sungai berenang dan mancing ikan. Eh, dulu waktu SD saya sudah bisa
berenang lho. Ke padang rumput yang
lumayan luas cari belalang, terus
belalangnya diikat benang (menyiksa ini namanya), ya masih kecil ga ngerti
dosa. Belalangnya diikat benang terus disuruh terbang.
Selain itu, saya juga
biasa ikat kaki ayam pakai tali raffia. Tetapi yang jelas ikatannya tidak
terlalu kencang. Masih bisa dilonggarin dan dilepas juga ikatan di kaki ayam
itu. Ayamnya diikat, terus talinya ditambatin sama salah satu pohon yang ada di
sekitaran kandang ayam di rumah.
Sapu lidi ini penuh kenangan dan pelajaran berharga untuk saya Foto: Dok. https://www.inspirasi.co |
Kadang-kadang juga saya
pergi sama teman-teman jerat burung di antara pepohonan tak jauh dari rumah. Cara
jeratnya pakai sangkar burung yang dibuat dari bambu. Lantas, di dalam
sangkarnya diberi makanan dalam wadah bening, seperti biji-bijian. Pintu sangkar
burungnya diikat sama tali di dua sisi. Sisi yang untuk membuka pintu, dan sisi
yang untuk menutup pintu.
Selain umpan
biji-bijian, kadang dimasukin pula burung hidup untuk memancing burung lainnya
datang ke sangkar yang sudah diberi umpan burung dan biji-bijian. Dan, usaha
untuk menangkap burung ini selalu berhasil. Burung tangkapannya dipiara di
rumah sama salah satu teman saya.
Nah, di sekolah pun
saya termasuk orang yang paling banyak
teman. Soalnya dibilang sama teman-teman saya jarang berkelahi atau
ribut dan suka menolong (ciee ciee…). Guru-guru pun senang dengan saya. Kata
beberapa guru, saya anak yang ramah, sopan, dan suka menolong, itu kata guru
saya lho yaa…
Biasanya, sebulan
sekali di sekolah itu membuat sapu lidi. Nah, sapu lidi yang dibuat secara
berkelompok. Masing-masing kelompok
isinya ada lima anak. Di satu kelas ada
30 anak. Jadi dibuat sebanyak 6 kelompok. Dan ada enam gepok sapu lidi
yang lumayan gede-gede ikatannya.
Memang pas juga kali ya
disuruh buat sapu lidi, soalnya diminta sama guru pelajaran keterampilan. Di
masing-masing kelompok tadi setiap anak diwajibkan membawa daun kelapa yang
masih ada lidinya sekitar satu ikat penuh. Ya, kira-kira diameter 30 cm.
Lumayan banyak juga yah.
Kalau tinggal di
kampung, Alhamdulillah apa saja ada. Semua tidak pernah beli. Tinggal minta
sama tetangga. Kurang ini itu juga bisa metik di jalanan, hahaha… ini kenyataan
lho teman-teman yang saya hadapi sendiri.
Nah, selesailah sapu
lidi yang sudah disiangi dari daunnya itu dan jadi satu ikat penuh dari
kelompok saya. Kelompok yang lain pun demikian. Guru keterampilan minta ke
setiap kelompok untuk menyerahkan sapu
lidi yang sudah jadi ke kelompok saya. Saya diminta untuk mengantarkan sapu
lidi tersebut ke salah satu rumah seorang guru.
Jam pulang sekolah
sudah tiba saatnya, bergegas saya untuk siap-siap pulang dan mengantarkan sapu
lidi ke rumah salah seorang guru bersama dua orang teman saya. Biasalah ya
anak-anak SD, kalau mau pulang bawaannya bercanda melulu. Nah, teman-teman saya
yang tidak kebagian tugas mengantarkan itu sapu lidi, masih bercengkerama
dengan saya selama perjalanan pulang, termasuk dua teman saya yang mengiringi
dari belakang.
Saya juga memang suka
bercanda dengan sesama teman. Ya, jadinya semakin tambah seru aja candaannya.
Nah, selama bercanda ini terkadang saya menoleh ke belakang sembari
ngakak-ngakak dengerin cerita teman-teman saya. Susah ya kalau urat ketawa udah
putus, ada hal lucu sedikit ngakak.
Saya masih belum sadar
aja tuh, masih aja terus bercanda dan ketawa puas. Teman-teman saya juga ga
sadar. Genggaman enam gepok sapu lidi masih di tangan saya. Tanpa ba bi bu…
jebuuurrr… saya tak sadar, di depan jalan saya itu ada genangan air dalam
lubang setinggi setengah badan.
Teman-teman yang tahu
kalau ada genangan, mereka segera menyingkir. Nah ini saya, yang asyik ngakak
tapi ga lihat jalan, kejebur dengan badan penuh lumpur. Teman-teman justru
balik menertawakan saya. Di situ muka merah dan malu ga ketulungan. Soalnya,
genangan itu di jalan raya yang banyak dilalui kendaraan. Duh muka saya mau
ditaruh di mana saat itu.
Mau tidak mau saya kan
malu, sapu lidi yang enam gepok saya serahkan ke salah satu teman saya untuk
diantar ke rumah guru. Sementara, saya buru-buru pulang dan mandi.
Ngakak-ngakak juga saya sampai rumah cerita ke ibu. Ibu saya berpesan, “Di
jalan, apalagi di jalan raya, jangan pernah bercanda yang macam-macam. Waspada lihat
jalan, antisipasi bahaya dan jangan lengah”. Sapu lidi kejebur got atau apalah
namanya itu, masih mengiang sampai sekarang di benak saya. Jadi, kalau ada yang bawa sapu lidi atau yang jual sapu
lidi, saya langsung relate ke masa kecil dulu. Hahaha…
#ODOP6