“Lain lubuk lain ikan, lain padang lain belalang”.
Kiranya, peribahasa itu tepat menggambarkan keberagaman wilayah negeri tercinta
ini, salah satunya Tanah Pilih Pesako Betuah. Anda tentu penasaran kan, apa dan siapa Tanah Pilih Pesako Betuah tersebut?
Frasa
“Tanah Pilih Pesako Betuah” tertulis di lambang Kota Jambi sekarang. Menurut
orang tua pemangku adat Melayu Jambi, dulunya Tuanku Ahmad Salim dari Gujarat
berlabuh di selat Berhala dan mengislamkan orang Melayu di daerah itu. Lantas,
ia membangun pemerintahan baru berdasarkan Islam bergelar Datuk Paduko Berhalo
yang menikahi putri dari Minangkabau bernama Putri Selaras Pinang Masak.
Dikaruniai empat anak yang menjadi datuk
di wilayah itu.
Adapun
putra bungsunya yang bernama Orang Kayo Hitam ingin meluaskan wilayah hingga ke
pedalaman. Jika ada tuah, membangun kerajaan baru. Ia menikahi anak Temenggung
Merah Mato bernama Putri Mayang Mangurai. Temenggung Merah Mato lantas memberi
mereka sepasang Angsa dan Perahu Kajang Lako. Kepada anak dan menantunya,
Temenggung berpesan agar menghiliri Sungai Batanghari untuk mencari tempat
mendirikan kerajaan yang baru ketika sepasang angsa yang dibawa akan naik ke
tebing dan berhenti di tempat itu selama dua hari dua malam.
Setelah
beberapa hari menghiliri Sungai Batanghari, sepasang angsa itu naik ke darat di
sebelah hilir (kampung Jambi), Kampung Tenadang dahulu namanya. Sesuai amanah
mertuanya maka Orang Kayo Hitam dan istrinya mulai membangun kerajaan baru yang
disebut “Tanah Pilih”, dijadikan sebagai pusat pemerintahan kerajaan (Kota
Jambi) sekarang.
Ketahuilah, nama Jambi itu berasal dari kata ‘Jambe’ di bahasa Jawa artinya ‘pinang’.
Kemungkinan besar Tanah Pilih dijadikan tapak pembangunan kerajaan baru, pohon
pinang banyak tumbuh di sepanjang aliran Sungai Batanghari, karenanya nama itu
dipilih oleh Orang Kayo Hitam.
Liku-Liku Sejarah Jambi
Di
awal abad ke-7 di dekat muara Sungai Batanghari muncul kerajaan Melayu Tua. Kerajaan
tersebut punya kuasa terhadap pelabuhan tua yang ada di muara sungai. Berdasarkan
literatur China, kerajaan Melayu Tua terdapat sekitar 5.000 pasukan.
Perdagangan di sekitar wilayah itu berkembang pesat dan dapat menarik perhatian
kerajaan besar Sriwijaya yang berada di Palembang. Pada 686 Masehi, kerajaan
Sriwijaya berhasil menundukkan kerajaan Melayu Tua dan mengambil alih
pelabuhan. Ahli sejarah memperkirakan, Muara Jambi sebagai ibukota kerajaan
Melayu Tua yang berada di bawah pengawasan Kerajaan Sriwijaya.
Ketahuilah,
agama Islam masuk ke Jambi pada abad ke-16. Itu bersamaan dengan datangnya
orang-orang Belanda. Pada 1616, perusahaan perdagangan Belanda yang bernama The Dutch East India Company, membuka
kantor di Jambi yang lantas mengadakan kerjasama dengan penguasa Melayu, Sultan
Muhammad Nakhrudin. Belanda juga berhasil memperoleh hak monopoli dalam
perdagangan lada yang banyak dihasilkan di negeri tersebut. Pada 1901, Belanda
memindahkan kantor dagangnya ke Palembang, Sumsel dan melepaskan pengawasannya
dari Jambi.
Dari berbagai buku
sejarah dan literatur yang diperoleh dari situs Provinsi Jambi, cikal bakal
Provinsi ini dimulai dari Karesidenan.
Jambi ditetapkan sebagai Karesidenan pada tanggal 27 April 1904, setelah
gugurnya Sultan Thaha Saifuddin dan berakhirnya masa Kesultanan Jambi.
Ketika itu Belanda
berhasil menguasai wilayah wilayah Kesultanan Jambi. Awalnya, Karesidenan Jambi
masuk ke dalam wilayah Nederlandsch Indie. Residen Jambi yang pertama, O.L
Helfrich yang diangkat berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal Belanda No. 20
tanggal 4 Mei 1906 dan pelantikannya dilaksanakan tanggal 2 Juli 1906.
Kekuasaan Belanda atas Jambi berlangsung ± 36 tahun, karena pada tanggal 9
Maret 1942 terjadi peralihan kekuasaan kepada Pemerintahan
Jepang. Pada 14 Agustus 1945 Jepang menyerah pada Sekutu.
Jambi dalam Sketsa
Nah,
kini saatnya saya memperkenalkan objek-objek wisata yang bisa keluarga kunjungi saat berlibur ke kota ini.
Taman Rimba
Taman
ini memiliki luas 24 hektar sekitar 400 meter dari Bandara. Dapat ditempuh
dalam waktu 30 menit dengan kendaraan pribadi dan umum dari pusat kota Jambi.
Di taman ini kita akan mendapati
beragam satwa hutan dan bentuk beragam rumah adaat di setiap kabupaten di
Jambi.
Sungai Batanghari
Sungai
ini memiliki lebar lebih kurang 300 meter. Bisa menjadi pilihan wisata alam
bebas kita dan keluarga. Kita bisa menaiki perahu Pompong (orang Jambi biasa
menyebutnya) dari Tanggo Rajo kota Jambi sembari melihat rutinitas masyarakat
di pinggiran sungai. Juga bisa
melihat kesibukan pagi hari di Pasar Angso Duo yang bisa dilihat dari pinggiran
Sungai Batanghari. Hal yang lebih menarik lagi, kita dapat menikmati wisata malam makan jagung bakar di “Ancol” Jambi sambil
melihat kerlap-kerlip lampu
kapal dan rumah-rumah penduduk dari tepian sungai.
Perkebunan Nenas Tangkit
Dari
proses tanam, panen, hingga membuat dodol dan selai nenas ada di kebun dengan
luas 4.000 hektar di atas lahan gambut. Tepatnya berada di Desa Tangkit Baru
menjadi keasyikan baru. Sekitar 30 menit dari
pusat Kota Jambi, kita dapat menikmati indahnya kebun ini.
Selat Berhala
Menyusuri
lebih jauh lagi Sungai Batanghari menuju ke laut, kita akan menjumpai satu
selat, yaitu Selat Berhala. Di sana terdapat pulau kecil dengan pemandangan
yang sangat indah. Memiliki luas 200 hektar dengan hamparan pasir putih yang
tak tersentuh pencemaran di huni beragam batu karang. Selat Berhala dikelilingi
tiga pulau yang memiliki pantai sebagian berbatu dan berpasir putih. Sebagian
pulau tanpa penghuni dan sedikit pohon kelapa.
Candi Muaro Jambi
Mungkin
lebih tepat disebut kompleks percandian.
Karena di area ini terdapat beberapa
candi, mulai Candi Gumpung, Candi Tinggi, Candi Astano, juga beberapa makam
kerabat kerajaan. Saat saya datang ke tempat ini sedang berlangsung Festival
Muara Jambi. Festival itu mengetengahkan kebudayaan Jambi secara menyeluruh. Saya
ditemani dua anak penduduk setempat sebagai pemandu wisata menuju ke sana.
Perjalanan kami tempuh dengan mengendarai sepeda motor lebih kurang 1.5 jam
dari pusat kota Jambi. Mereka menunjukkan beberapa candi yang punya nilai
sejarah tinggi. Saya mengabadikan mereka dalam bingkai jepretan kamera saku
dengan kualitas gambar yang cukup bagus. Setiap candi jelas menggambarkan kisah-kisah
pada masa kejayaan kerajaan dahulu.
Taman Budaya-Sungai Kambang
Taman
ini berada di daerah Sungai Kambang Telanaipura di tengah kota Jambi. Di tempat
ini ada banyak pertunjukkan sering dilakukan. Termasuk pagelaran seni tradisional dan modern. Di tempat ini
terdapat galeri seni rupa dan perpustakaan yang punya koleksi dokumentasi
beragam kegiatan kesenian kota Jambi.
Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS)
Luas
arealnya mencapai 1,5 juta ha dengan gunung tertinggi di pulau Sumatera, gunung
Kerinci (3.805 meter). TNKS ada di empat wilayah perbatasan antara Jambi, Sumbar, Bengkulu, dan Sumsel.
Wilayah kerinci adalah daerah lembah yang subur berbatasan dengan bukit
barisan. Kawasan ini kaya dengan flora dan fauna termasuk bunga terbesar di
dunia, Rafllesia arnoldi.
Batu Gong
Batu ini memiliki ukiran yang dulunya tempat hidup
manusia purba. Berada di Desa Muak, sekitar 25 km dari Sungai Penuh.
Diperkirakan batu itu diukir oleh manusia purba yang hidup sekitar 2.000 tahun
lalu. Di sekitar Danau Kerinci itu juga ditemukan genderang yang diperkirakan
berasal dari zaman besi dan tembaga.
Gua Tiangko
Terletak
di Desa Sengering sekitar 9 km dari Sungai Manau yang berada di pinggir jalan
raya menuju ke bangko. Di dalamnya terdapat stalaktit dan stalagmite. Gua ini
paling terkenal karena ditengarai tempat hidup manusia purba sekitar 9.000
tahun lalu.
Danau Kerinci
Terletak
di kaki Gunung Raja (2.543 m sekitar 20 km sebelah selatan Sungai Penuh. Di
sekitar danau ini terdapat batu berukir
berasal dari manusia megalit yang hidup ribuan tahun lalu. Luar biasa!
Rasanya tidak pas ya wisata tidak bicara kuliner setempat.
Jambi, hampir mirip dengan provinsi tetangganya seperti Sumsel dan Bengkulu.
Makanan khas pempek dengan kuah ‘cuko’, burgo dari tepung beras yang diberi
kuah ikan bersantan gurih, lempok (dodol durian), rambutan
goreng, dodol nenas, juga tekwan.
Jambi
termasuk provinsi yang banyak menghasilkan durian, tak heran jika tempoyak
(asam durian) bertebaran di pasar tradisional dengan bau yang khas. Gulai asam
tempoyak bagi yang suka durian tentu menjadi kenikmatan tersendiri. Dimasak
bersama ikan patin, gabus, bujuk, atau nila semua terasa nikmatnya. Tergiur? (Jun Winanto).
Informasi
Tiket
Pesawat JKT-JBI: IDR 480.000 exclude airport tax (tergantung Maskapai)
Taksi
Bandara ke Penginapan: IDR 60.000
Menala Gentala Arasy Menara penanda waktu salat di Provinsi Jambi |
Hotel:
IDR 300.000 s.d. 500.000 tergantung kamar
Sewa
mobil/hari: IDR 350.000 exclude bensin dan makan driver
Sewa
Sepeda Motor/hari: IDR 100.000
exclude bensin
Cinderamata: Kisaran IDR 5.000
s.d. IDR 500.000,00