Zaman sekolah dulu
namanya ada salah satu mata pelajaran PKK saat di SD, terus di SMP namanya Keterampilan Jasa.
Cerita-cerita zaman SD ini banyak banget yang sampai sekarang masih saya ingat.
Waktu itu dibentuk lima kelompok, masing-masing beranggotakan 7 orang. Nah,
yang guru PKK minta waktu itu buat masakan rumahan. Padahal masih SD lho ya.
Ya, tingkatan kelasnya sudah kelas enam sih, jadi sudah bisa berpikirlah sedikit banyak.
Gulai nangka Foto: Dok. http://www.tnp.sg/ |
Ribet banget ya pas
zaman SD itu kalau buat kelompok dan dijadiin satu kelompok. Apalagi kalau
teman sebelah ga ngomong-ngomong sama kita. Ditambah lagi teman yang satu
kelompok tak bertegur sapa. Kacau kan ya. Tapi beda sama kelompok saya. Justru
di kelompok ini anak-anaknya pada bawel, termasuk saya (ha ha ha… ngaku).
Jadi, saat guru PKK
minta kasih tugas buat masakan rumah
untuk dinilai, pada kebingungan lah kelompok saya. Kelompok saya itu kebagian
sayur gulai nangka sama ikan kembung sambal. Ha hah ha… jujur deh ya, pada
zaman SD harga-harga masih pada murah banget. Nangka tidak beli, melainkan
ambil di kebun teman, kelapa pun begitu tinggal metik. Nah, cabe, dan
teman-temannya tinggal kolekan dari rumah masing-masing.
Ha ha ha… masih lucu aja
ngebayanginnya hingga sekarang. Betapa tidak, masih SD disuruh masak.
Ya,
dulu ga pake blender, semua serba diulek. Yang tak biasa ngulek, panas-panas
deh tangan. Teman yang ngulek cabe berkali-kali basuh tangan pakai air. Namun,
saya ingat ucapan ibu saya, “Kalau nanti kamu ngulek cabe, ga usah takut panas
tangannya, olesin minyak goreng yang dikasih garam, diemin sebentar, nanti juga
hilang panasnya”.
Nah, itu saya praktikkan dan memang benar, tangan saya
tak berasa panas. Sama ketika teman saya ngupas bawang merah, matanya perih dan
seperti orang nangis yang ga ketulungan. Tetap saja, ketika basuh muka,
perihnya bawang merah maish nempel di matanya. Tak terbayangkan kan perihnya
bawang merah. Hahaha… makanya ada cerita bawang merah dan bawang putih.
Ternyata, memang ya bawang merah itu kejaaam…!
Ahaa… ibu saya juga kasih tips untuk menghindari perih
saat mengupas bawang merah. Jadi, ketika mengupas bawang merah biar tidak
perih, letakkan garam di samping kita saat mengupas. Sesekali lihat ke garam
jika habis mengupas. Daaaan… kejadian bener, mata saya tak perih tuh. Saya ga
tahu, logika dan berpikir ilmiahnya
seperti apa.
Mana sempetlah yah mikir ilmiahnya kala itu. Terpenting,
ulekan bumbu dapur kelar dan mata, tangan, bebas dari dera siksa bawang merah
dan ulekan cabe. Goreng ikan juga masalah. Maklumlah ya anak-anak SD, pokoknya
main lempar aja tuh ikan ke dalam wajan. Minyak belum panas ikan sudah
dimasukkan, alhasil itu ikan garing ga, bonyok iya.
Sambal ikan kembung Foto: Dok. http://kulinesia.web.id/ |
Terpenting, “siksaan” guru kelar hari itu untuk
disajikan pas jam makan siang pelajaran
PKK. Denger pelajarannya juga ngakak-ngakak sendiri. PKK? Halah! Itu
kepanjangannya Pendidikan Kesejahteraan Keluarga. Baru tahu kan kepanjangannnya
PKK waktu zaman saya sekolah itu sekarang? Hahah… Pelajaran tua banget menurut
saya.
Kelarlah masak pada hari itu. Ga tau dari soal rasa.
Terpenting ada rasa asin, santap saja. Masakan ala-ala anak SD zaman dulu ya
apa aja dimasukin. Nangka dipotong pun kadang ga ada seni-seninya motong
sayuran. Suka-suka. Ada yang besar, ada yang kecil, bentuk ga beraturan. Eeh… guru-guru
yang icip-icip ternyata pada nambah. Hahaha…
Masak udah selesai, selang dua minggu kemudian guru
PKK-nya minta murid-murid untuk buat apa saja yang berbau tanah liat. Secara
saya tinggal di kampung, ya cari tanah liat ga begitu sulit. Yang sulit ketika
tanah liat banyak campuran pasirnya. Pas
ngolahnya tangan berasa perih.
Kalau ini saya suka buat yang simpel tapi dipakai banyak
orang. Ya kepikiran asbak rokok. Padahal sebelumnya mau buat vas bunga, lah kok
jadi asbak. Asbak rokok dulu kan ada yang terbuat dari kaleng, bentuknya
segitiga dan dibuat beragam warna. Ada merah, biru, kuning, juga ungu.
Sudah saja, dianggap asbak dari kaleng aluminium itu
cetakan, maunya yang simpel dan mudah, tanah liat yang sudah diolah tadi
dimasukkan ke dalam asbak rokok itu. Tunggu sampai kering, baru dikeluarkan.
Tapiiiii… apa yang terjadi? Hahahaha… asbak rokok dari tanah litany tidak mau
lepas alias lengket. Sudah ngolah capek-capek, untuk dapetin tanah liatnya
memang tidak sulit, tapi gali ke dalam lapisan tanah yang lumayan dalam sekitar
dua meter itu butuh tenaga. Nyangkul lagi!
Asbak tanah liat Foto: Dok. https://lh4.googleusercontent.com |
Muter otak juga akhirnya untuk bagaimana mengeluarkan
itu asbak biar tidak pecah. Masa iya, asbak cetakannya digunting?! Kan ga lucu,
mana itu asbak boleh minjem sama tetangga. Alhasil, siram air. Agak silly juga sih pikiran saya saat itu. Sudah
ga mau mikir terserah saja apa yang terjadi saat disiram air. Yaaaah… itu tanah
liat retak-retak karena kering dan berasa panas, tiba-tiba disiram air.
Ya sudah, berantakin saja sekalian alias gagal total.
Yah, akhirnya minta Koran bekas sama tetangga. Kertas Koran yang sudah tidak
dipakai direndam semalaman, sebelumnya dirobek-robek dulu. Terus dikasih
sedikit garam biar cepat hancur. Nah, jadi deh bubur kertas. Diperas airnya,
lantas dimasak sama kanji.
Peta timbul bubur kertas Foto: Dok. https://lh4.googleusercontent.com |
Saya buat peta Sumatera yang sudah digambar di atas
tripleks. Bubur kertas yang sudah dimasak tadi ditempelin ke tripleks sesuai
bentuk peta yang digambar. Kemudian dijemur, setelah kering dicat. Catnya bisa
pakai cat air atau cat minyak untuk menyesuaikan gambar peta tersebut.
Yaaa… jadi deh hasil kerja kreatif muter otak sehari.
#ODOP 5
3 comments:
Ikan kembung baladonya bikin gagal fokus nih
bubur kertas pernah juga saat SD...dibuat patung :D
PKK.... ya ampun pelajaran yang kayanya gak ada ya sekarang ini
Post a Comment