Di dalam sebuah
hutan, hiduplah sepasang Rubah.
Rubah itu memiliki seorang anak laki-laki. Mereka hidup bahagia dan dalam
kedamaian. Rubah itu selalu mengajak anak laki-laki satu-satunya bercanda dan
bersenda gurau. Saat malam, mereka sering bernyanyi dengan suara lantang.
Akibatnya, penunggu hutan yang lainnya, merasa terusik.
Lion sebagai raja
hutan, tidak tahan mendengar suara berisik dari keluarga Rubah tersebut. Raja hutan ribut dan mengamuk.
Sepasang Rubah itu pun
diserangnya secara membabi buta. Bapak Rubah melawan dengan sekuat tenaga. Saat
masih berkelahi, Pak Rubah meminta kepada anaknya yang masih kecil untuk berlari menyelamatkan diri.
Begitu takutnya
Rubah kecil itu. Dengan perasaan takut yang masih menyelimut, Rubah kecil
berlari sekuat tenaga. Sementara, ayah dan ibunya masih berkelahi sekuat tenaga
melawan Raja Hutan yang bengis. Meskipun begitu, tetap saja kedua Rubah itu
tidak mampu menghadapi Raja Hutan, mereka akhirnya tewas mengenaskan di tangan
Raja Hutan. Sementara, Raja Hutan mengalami luka cukup parah.
Rubah kecil terus
berlari hingga tenaganya habis. Di tengah jalan sang Rubah kecil jatuh pingsan.
Kakinya luka-luka terkena duri dari dalam hutan. Ketika itu, lewatlah sepasang
kerbau hutan. Mereka begitu iba melihat anak Rubah kecil itu kelelahan dan kaki
luka terkena duri. Akhirnya, sepasang kerbau hutan itu menolong anak Rubah.
“Ibu, ayo kita
tolong dan bawa pulang anak Rubah kecil malang itu”, kata Bapak Kerbau.
“Iya Pak,
kelihatannya dia tidak jahat!” jawab Ibu Kerbau.
Anak Rubah kecil
itu dibawa pulang dan diasuh dengan penuh suka cita oleh sepasang Kerbau hutan
hingga sembuh. Memang, kebetulan sekali, keluarga Kerbau belum memiliki anak.
Akhirnya, keluarga Kerbau mengangkat anak Rubah itu menjadi anak mereka.
Hari berganti
hari, bulan berganti bulan, dan tahun berganti tahun. Rubah kecil yang malang
itu, sekarang tumbuh menjadi dewasa dan berbadan kekar. Dia juga sangat rajin
membantu kedua orang tuanya, meski itu orang tua angkat. Oleh karena itu,
keluarga Kerbau Hutan begitu
mencintai dan menyayanginya.
Hidup dalam
kedamaian dan ketenangan selama bertahun-tahun, tanpa disangka, induk kerbau
melahirkan anak kerbau kecil yang sehat dan cerdas. Begitu senangnya keluarga
kerbau hutan, termasuk juga Rubah. Mereka begitu bergembira akan kehadiran
seorang anak di tengah-tengah keluarga itu.
Beberap bulan
sudah berlalu, Ibu Kerbau harus membantu sang suami berladang. Mereka menanam
padi di sawah. Ketika itu, Ibu dan Bapak kerbau menitipkan anaknya yang masih
kecil kepada Rubah. Rubah pun dengan setia menunggui adik angkatnya itu dengan
riang gembira.
Begitu setianya
sang Rubah menunggui adik angkatnya. Jangankan hewan-hewan ganas yang akan
mengganggu, nyamuk dan hewan kecil lainnya dia halau. Oleh karenanya, bayi kerbau itu dapat
beristirahat dengan tenang dan tidur nyenyak.
“Paaaak, bapaaak!
Ibuuuuuu! Cepaat pulang!” teriak Rubah sekencang-kencangnya.
“Apa yang
terjadi” tanya Induk Kerbau dengan tatapan curiga saat melihat begitu banyak
darah di moncong dan hidung Rubah.
“Ada apa engkau
berlari-lari ke ladang? Bukankah kami memintamu menunggui adik di rumah?”.
Jangan-jangan… Oh! Apakah engkau melahap adikmu sendiri?”
“Kurang ajar!”
“Tid… tidak Pak,
bu…!”
“Pak, mulutnya
banyak darah, jangan-jangan anak kita sudah dimakannya. Hajar saja dia Pak.
Benar-benar anak Rubah tidak tahu balas budi!” kata Induk Kerbau.
Tanpa menungu dan
bertanya apa yang sebenarnya terjadi, Bapak Kerbau memukul dan menghajar anak
Rubah dengan kayu balok, sehingga anak Rubah itu jatuh pingsan dan terkapar di
tanah. Begitu amarahnya Bapak Kerbau, anak Rubah itu dilempar ke dalam sungai
yang mengalir deras.
“Pak, cepat lihat
bayi kita!” Induk Kerbau meminta suaminya untuk segera melihat anak mereka.
Mereka
tergesa-gesa berlari menuju rumah.
Apa yang
ditemukan Induk dan Bapak Kerbau itu? Ternyata bayi mereka masih tidur dengan
nyenyaknya. Anak mereka selamat dan tidak kurang apapun juga. Di dekat anak
Kerbau itu terlihat bangkai Ular Piton yang sangat besar dengan kepala hampir
remuk dan badan tercabik-cabik.
“Oh Tuhan,…jadi,
Rubah itu telah menyelamatkan anak kita dari lilitan Ular Piton yang besar
ini”, kata Induk Kerbau.
“Oooh Bu… bu…
kita telah bertindak tanpa berpikir dan bertanya terlebih dahulu kepada Rubah”,
ucap Bapak Kerbau kepada istrinya dengan raut wajah menyesal. Mereka berdua
segera berlari menyusuri aliran sungai ketika anak Rubah itu mereka lemparkan. Akan
tetapi, usaha mereka sia-sia. Rubah yang malang itu tidak dapat ditemukan lagi.
Apakah sudah mati tenggelam atau hanyut dibawa aliran sungai yang deras itu. Tidak ada yang tahu. –Jun Joe—
0 comments:
Post a Comment