Direktur Jenderal Perkebunan, Bapak Bambang [Foto: Dok Pri] |
Sawit, siapa yang tak mengenal sawit. Secara ekonomi, sawit
punya nilai ekonomi tinggi, salah satu contohnya minyak. Ya, minyak sawit di Indonesia khususnya telah dikenal
oleh masyarakat luas. Tak hanya minyak, sawit juga menjadi salah satu bahan pembuatan
kue, yaitu mentega.
Akan tetapi, produktivitas sawit perlu ditingkatkan. Melihat
usia sawit yang ada di Indonesia sudah tak lagi muda. Perlu peremajaan
(penanaman kembali/replanting). Sawit
yang ada sudah sejak tahun 1980-an di tanam yang dikelola oleh oleh perkebunan
dengan pola Perusahan Inti Rakyat (PIR).
Umur ekonomis yang kian menua dan telah memasuki usia 25 tahun lebih perlu diganti baru. Jika usia produktif
25 tahun ini lewat, otomatis, produksi sawit pun menurun. Peremajaan (replanting)
berguna untuk memperbaiki kualitas sawit yang dihasilkan.
Standar produktivitas yang dapat dijadikan patokan masa
peremajaan sekitar 10 ton TBS/hektar/tahun. Selain produktivitas, efektivitas
panen dan kerapatan tanaman sebagai pertimbangan lain untuk penentuan masa
peremajaan. Efektivitas panen akan rendah tatkala ketinggian pohon sawit telah
melebihi 12 meter. Selain itu, peremajaan perlu dilakukan ketika kerapatan tanaman <80 pohon/hektar.
Selain produktivitas menurun, mutu hasil, serta
pengembangan produk juga tidak optimal, kemampuan SDM pelaku usaha dalam
mengadopsi teknologi juga masih terbatas, hal ini disebabkan lemahnya
kelembagaan pekebun.
Oleh karena itu, pembangunan perkebunan ke depan perlu
diawali dengan membangun manusia dan masyarakat perkebunan khususnya
kelembagaan pekebun. Terkait ini pula perlu dilakukan kegiatan pemberdayaan
pekebun dengan memotivasi juga mendorong pekebun untuk mengorganisasikan diri
dan terhimpun dalam wadah kelembagaan usaha. Hal ini untuk mensinergikan
kekuatan yang dimiliki masyarakat pekebun.
Dengan begitu diharapkan ada peningkatan kemampuan
kelembagaan pekebun dalam melakukan fungsinya sehingga kelembagaan pekebun
menjadi organisasi yang kuat dan mandiri.
Berkaitan dengan peremajaan kelapa sawit atau replanting
ini, pada hari Rabu (21/02/2018), saya mendapat kesempatan untuk mengikuti
Seminar Nasional tentang Kiat Sukses Replanting dan Meningkatkan Produktivitas
Kelapa Sawit Secara Berkelanjutan. Bertempat di Menara 165 Convention Center
Room Andalucia, TB. Simatupang, Kav 1, Cilandak Timur Jakarta Selatan.
Seminar ini dihadiri dari perwakilan-perwakilan, baik eksportir
kelapa sawit maupun pekebun kelapa sawit dari berbagai daerah di Indonesia.
Acara yang digagas oleh Media Perkebunan ini mendapat apresiasi dari Direktur
Jenderal Perkebunan, Bapak Bambang. Sementara itu, acara ini diawali dengan kata
sambutan dari Pemimpin Umum Majalah Media Perkebunan, Bapak Ir. Gamal Nasir,
MS.
Pemimpin Umum Majalah Media Perkebunan, Ir. Gamal Nasir, MS. [Foto: Dok Pri] |
Dalam sambutannya Pak Gamal mengatakan, tema replanting
ini diangkat karena sudah saatnya para petani/pekebun mendapatkan replanting, sekitar 2 juta hektar
lebih yang harus di replanting dari 4,7 juta hektar. Media Perkebunan ini
adalah salah satu majalah yang berkoordinasi dan berkolaborasi dengan Dirjen
Perkebunan dan sebagai corong pembangunan subsektor perkebunan di tanah air.
Dalam pemberitaannya, Media Perkebunan independen.
Di seminar ini, ada sekitar 250-an orang yang menjadi
peserta, meliputi pengusaha kelapa sawit, petani sawit, perguruan tinggi, dan
asosiasi kelapa sawit maupun pemerhati
perkebunan kelapa sawit, serta awak media.
Sebelum acara seminar ini dilaksanakan, juga dilakukan
penyerahan alat panen sawit (PBS) oleh Dirjen Perkebunan kepada petani sawit. Seminar
yang dilaksanakan selama dua hari ini membahas isu-isu hangat terkait regulasi
kelapa sawit, kajian teknis budidaya kelapa sawit seperti benih, pupuk, dan
pengendalian hama penyakit.
Pemberian bantuan alat panen sawit (PBS) ke perwakilan pekebun [Foto: Dok Pri] |
Seminar yang dilakukan ini sangat bermakna penting,
karena kebun petani yang layak teknis untuk di replanting sebanyak 2 juta
hektar dari 4,7 juta hektar. Presiden RI pun di setiap event mengatakan bahwa
sudah saatnya replanting sawit dilakukan untuk kebun rakyat. Sebagaimana
diketahui, CPO kebun rakyat yang dihasilkan hanya 2 ton per hektar per tahun. Seharusnya dapat mencapai 6 ton per hektar per
tahun.
Hal itu disebabkan selain tanaman sudah tua, juga karena
serangan hama penyakit, pun benih yang digunakan juga benih ‘asal-asalan’
sehingga kualitasnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Di seminar ini
menampilkan para nasarusmber yang membahas teknis budidaya pembibitan, bioteknologi,
pemupukan dan pengendalian hama penyakit.
Sementara itu, Dirjen Perkebunan, Bapak Bambang dalam
sambutannya menyampaikan, bahwa acara
yang terkait dengan perkebunan terkhusus untuk keberlanjutan kelapa
sawit Indonesia dapat dilaksanakan dengan lebih baik dan melibatkan unsur
terkait untuk mendiskusikan berbagai persoalan yang dihadapi industri
perkelapasawitan Indonesia.
Kelapa Sawit Indonesia memberikan peranan yang luar biasa
terhadap perekonomian Indonesia juga perkebunan secara keseluruhan. Secara keseluruhan,
subsektor perkebunan memberikan peranan terhadap PDB tanah air. Tahun 2017
memberikan pendapatan sebesar 471 triliun, jauh mengungguli pendapatan dari
Migas.
Khusus untuk sawit, memberikan nilai lebih dari 21 miliar
US Dollar. Atau setara dengan lebih dari 300 triliun. Saat ini kelapa sawit
tanah air tercatat 14,03 juta hektar. Tahun 2017, luas kelapa sawit Indonesia
11,9 juta hektar setelah dirapikan beberapa perkebunan yang belum terdaftar,
saat ini sudah mencapai angka seperti yang sudah disebutkan.
“Tingkat produksinya, mencapai 37,8 juta ton dengan
tingkat produktivitas yang masih di bawah standar. Ini PR untuk kita semua.
Capaian kinerja kelapa sawit Indonesia, rata-rata baru 3,5 ton per hektar. ”
ucap Bambang.
Kelapa sawit Indonesia menghadapi berbagai macam
persoalan. Mulai dari isu internasional yang berkata TIDAK tentang sawit, mulai
isu lingkungan, sosial, HAM. Ada yang mengatakan petani kelapa sawit lebih miskin
dari petani lainnya, deforestasi, gambut, kebakaran, bahkan ada yang mengatakan
bahwa orang utan tidak bisa hidup di kebun sawit orang utan kurang tempat
hidupnya, dan permasalahan lainnya. Isu-isu yang dihembuskan itu sebenarnya
tidak lain “persaingan” komoditas.
Baca juga Kecam Sawit Eropa Bunuh Indonesia
Baca juga Kecam Sawit Eropa Bunuh Indonesia
Melalui seminar ini, Bapak Dirjen secara khusus memohon
dukungannya bahwa perkebunan Indonesia tengah menghadapi tantangan luar biasa
yang banyak para pesaing komoditi tidak menghendaki industri perkebunan
Indonesia itu maju. Bukan hanya kelapa sawit, begitu juga kakao, kopi, lada,
pala, cengkeh, dan lainnya.
Akan tetapi, terpaan yang paling tinggi berada di kelapa
sawit, karena apa? Kelapa sawit sebagai tanaman yang paling produktif yang
menghasilkan pangan dan energi. Kalau berpikir rasional seharusnya seluruh umat
manusia di dunia ini berkewajiban untuk melindungi kelapa sawit Indonesia. Di
saat-saat energi dari fosil akan habis maka tanaman yang paling produktif
menghasilkan energi adalah kelapa sawit.
Kalau sawit hilang dari tanah air, di saat energi habis
kita akan kebingungan. Komoditas lainnya justru akan berisiko terhadap
kerusakan lingkungan. Kelapa sawit, satu kali menanam untuk 25-30 tahun. Kelapa
sawit sebagai sumber minyak nabati
energi baru terbarukan yang saat ini mencapai 30% dari kebutuhan dunia. Jadi,
harus kita lindungi dengan baik.
Dengan melindungi kelapa sawit, kita yakin, ini menjadi
bagian integral untuk mengamankan hutan tropis dunia. Di saat kondisi lahan
terbatas, hutan tropis harus kita lindungi, kalau energi habis, kebutuhan meningkat, cadangan energi fosil berkurang,
tuntutan terhadap pengembang-pengembang penghasil minyak yang bisa produktif,
kelapa sawit adalah pilihan dibanding komoditas lainnya, kelapa sawit jauh
lebih efisien.
Kelapa sawit menjadi pilihan paling tepat karena ramah
lingkungan dibanding tanaman penghasil minyak yang lainnya. Bandingka dengan
bunga matahari yang setiap tiga bulan
harus dibongkar, risiko erosi, tanah longsor. Sementara kelapa sawit dengan
kemampuannya menyerap air yang tinggi tidak membiarkan setiap tetes air hujan
mengalir ke laut menjadi rain off, erosi, dan sebagainya.
Dengan isu-isu yang tidak baik itu tadi, orang-orang
pintar pun ikut terbawa dengan permainan yang tidak suka dengan sawit. Sawit yang
dianggap boros air, justru tanaman yang baik untuk konservasi adalah tanaman
yang mamp menyerap air tinggi, diuapkan menjadi awan dan hujan. Inilah Allah
SWT memberikan anugerah yang harus kita pelihara dengan baik bukan disalahkan.
Banyak hal-hal yang tidak masuk akal disampaikan tatkala
Dirjen Perkebunan melakukan kunjungan ke daerah. Hal itu menjadi pelajaran
untuk semua untuk meningkatkan tata kelola sawit Indonesia, meningkatkan
produktivitas sawit Indonesia untuk setinggi-tingginya kesejahteraan
masyarakat, juga perbaikan untuk bangsa dan negara.
Kita juga mengakui bahwa hingga saat ini tata kelola
perkebunan sawit masih banyak yang harus dibenahi. Oleh karena itu melalui
kesempatan seminar tersebut Dirjen menyampaikan kepada perusahaan untuk
melaksanakan tata kelola perkebunan sawit tanah air dengan baik dan taat asas.
Membantu petani-petani di sekitar perusahaan sehingga tidak ada celah dan
kesempatan kepada oran lain untuk mengatakan TIDAK kepada kelapa sawit
Indonesia.
Untuk Pemda, izin usaha perkebunan, berikan kepercayaan
kepada bupati/gubernur untuk memberikan izin. Berbeda dengan izin tambang.Pemberian
kepercayaan kepada bupati/gubernur agar dapat membantu mengawal perkebunan
kelapa sawit dengan baik.
Replanting kelapa sawit ini sebagai upaya untuk
memperbaiki mutu produksi pekebun dengan menggunakan benih unggul yang
merupakan salah satu persyaratan pemenuhan sertifikasi ISPO. Ke depan pekebun
sebagai penghasil 39% Crude Palm Oil (CPO) nasional secara bertahap harus mulai
menerapkan dan mendapatkan sertifikat ISPO untuk dapat memenuhi tuntutan
global.
Sawit menjadi komoditi paling berharga di Indonesia [Foto: Dok Pri] |
Semoga, dengan replanting ini, kemampuan produktivitas kelapa sawit tanah air semakin meningkat serta emberikan kesejahteraan terhadap pekebun.
0 comments:
Post a Comment