Kota Jakarta bermula dari satu
bandar kecil di muara Sungai Ciliwung lalu berabad-abad kemudian kota itu
berkembang jadi pusat perdagangan internasional yang ramai. Mulanya,
informasi tentang Jakarta terkumpul sedikit melalui beberapa prasasti yang ditemukan
di kawasan bandar itu.
Kota Tua-Taman Fatahillah Foto: Dok. Pribadi |
Mengawali sejarah kota Jakarta ini dimulai dari pelabuhan kecil bernama
Sunda Kelapa di bawah kekuasaan kerajaan Padjajaran, kerajaan Hindu terakhir di
Jawa Barat. Di zaman itu, bangsa portugis merupakan orang asing pertama yang
menginjakkan kaki di pelabuhan Sunda Kelapa.
Mereka datang dari Malaka sekitar 1522 sebagai utusan Gubernur Malaka.
Setelah berhasil mengadakan perjanjian dengan penguasa Sunda Kelapa maka mereka
diizinkan untuk mendirikan benteng di dekat muara Sungai Ciliwung. Tahun 1527
orang-orang Portugis kembali dengan membawa satu armada kecil tanpa tahu bahwa
Sunda Kelapa suda dikuasai Fatahillah.
Batavia Market, salah satu tempat makan di Kota Tua Foto: Dok. Pribadi |
Untuk merayakan kemenangan tersebut, Fatahillah memberi nama Batavia untuk
Sunda Kelapa menjadi Jayakarta, artinya “Kemenangan Sempurna”. Peristiwa itu
terjadi pada 22 Juni 1527 dan selanjutnya dijadikan sebagai hari jadi kota
Jakarta.
Perjalanan saya mengikuti Jakarta Night Journey dimulai dari cetusan
program Gubernur DKI Jakarta saat ini, Basuki Tjahaja Purnama, atau biasa disapa Ahok, yaitu kantor Jakarta Smart
City. Jakarta Smart City ini sebagai
aplikasi konsep kota pintar yang memanfaatkan Teknologi Informasi dan
Komunikasi untuk tahu, paham, dan sebagai kendali beragam sumber daya di Kota
Jakarta khususnya dan sekitarnya secara efektif dan efisien. Hal itu berguna
untuk memaksimalkan layanan publik, memberi solusi dari masalah yang dihadapi,
serta mendukung pembangunan Jakarta yang berkelanjutan.
Kantor Jakarta Smart City di Balaikota Jakarta Foto: Dok. Pribadi |
Saya dan rombongon dibawa ke dalam kantor JSC. Di situ terlihat
layar-layar per wilayah dengan masing-masing masalah yang dikontrol dari meja
kerja staf JSC. Pengaduan masyarakat langsung dapat dilayangkan di Jakarta
Smart City. Kelancaran JSC berfokus pada dua apps yang dibuat, yaitu Qlue dan CROP
(Cepat Respons Opini Publik. Qlue semacam aplikasi yang dibuat untuk warga,
sementara CROP aplikasi yang diunduk oleh karyawan Pemprov DKI Jakarta dan
Kepolisian.
Peserta Jakarta Night Journey saat dijelaskan mengenai Jakarta Smart City Foto: Dok. Pribadi |
Qlue seperti media sosial yang punya
fitur untuk menyampaikan aspirasi atau pengaduan dari masyarakat secara real
time. Jadi, sifatnya langsung dan dapat diunduh secara bebas melalui ponsel
pintar berbasis android. Melalui Qlue, semua warga Jakarta bisa melaporkan
setiap hal yang dianggpa mengganggu, seperti banjir, macet, kebakaran, jalan
rusak, sampah, atau layanan rumah sakit sekalipun.
Ternyata, laporan masyarakat tak terbatas pada laporan dalam bentuk kalimat
saja. Tetapi, lokasi yang bermasalah pun dapat difoto. Nah, laporan itu lantas
dikelompokkan dengan cara digital dan terintegrasi dengan interface smartcity.gi.id
dan CROP. Seluruh karyawan harus meng-install apps tersebut di ponsel pintar
mereka. Terutama untuk karyawan yang memang benar-benar fokus pada tugas yang
berhubungan atau bertanggung jawab langsung dengan daerah kejadian, seperti
camat dan lurah. Ini merupakan terobosan yang terbilang cukup canggih untuk
wilayah Jakarta.
Peserta JNJ antusias mendengarkan dan menyimak penjelasan JSC dari Mas Daniel Foto: Dok. Pribadi |
Setelah selesai dikenalkan dengan Jakarta Smart City, JNJ beranjak ke
gedung yang biasa dipakai untuk berkantornya Bapak Gubernur dan Wakil Gubernur
DKI Jakarta, yaitu Gedung Balaikota. Di tempat ini disajikan hal-hal yang
berkaitan dengan progress, uraian
singkat dari masing-masing tempat, profil Balaikota, foto besar Gubernur dan
Wakil Gubernur, tempat ruang kerja Gubernur, ruang rapat serba guna, dan profil
proyek yang sedang dibangun Pemprov DKI Jakarta.
Sebelum menempati gedung Balaikota Medan Merdeka Selatan, pemerintah
Provisi DKI Jakarta yang masih berbentuk Staad Batavia, menempati gedung
Stadhuis yang saat ini difungsikan sebagai Museum Sejarah Jakarta yang berlokasi
di Taman Fatahillah di Kota Tua. Ketika terjadi pemekaran Kota Batavia ke arah
Selatan, kantor-kantor pemerintahan juga ikut pindah. Kantor Balaikota
(Stadhuis) pindah dari Batavia lama ke
Jalan Tanah Abang Barat No. 35 (tahun 1913). Lantas pada 1919 pindah ke Jalan
Medan Merdeka Selatan No. 8-9 Jakarta Pusat.
Bagian dalam Gedung Balaikota Jakarta Foto: Dok. Pribadi |
Adapun bangunan No. 8 dipergunakan sebagai kantor dan tempat kediaman
Residen Jawa Barat, sementara bangunan No. 9 digunakan untuk kantor Gemeente
Batavia dan rumah kediaman Burgemeester (Walikota). Pada tanggal 1 Okotber
1926, kantor Gemeente Batavia diganti menjadi kantor Stads Gemeente Batavia
hingga masa pemerintahan Jepang.
Di tahun 1940 gedung utama Balaikota Provinsi DKI Jakarta yang saat ini
dipakai dibangun pada abad ke-19 dengan gaya Tuscan. Terletak di Jalan Medan
Merdeka Selatan, semula digunakan sebagai tempat kediaman Burgemeester
(walikota) selain untuk kantor penyelenggaraan pemerintahan Kota Jakarta Baru
lantas menjadi kantor Balaikota sepenuhnya, setelah rumah kediaman resmi walikota
dibuatkan di Jalan Suropati No. 7 Jakarta Pusat.
Tahun 1954 ketika masa pemerintahan Walikota Soediro, kantor Balaikota
diperluas dnegna penambahan gedung No. 8. Dengan begitu, kantor Balaikota DKI
Jakarta menempati dua gedung, yaitu di jalan Medan Merdeka Selatan No. 8 dan 9.
Pada 1961 dengan adanya keputusan Presiden mengenai penggantian sebutan
Kotapraja Jakarta Raya menjadi pemerintahan DCI (Daerah Chusus Ibukota)
Jakarta, maka kepala pemerintahannya tidak lagi seorang walikota, melainkan
seorang gubernur. Sejak saat itu gedung Balaikota lebih difungsikan sebagai
kantor Pemerintahan DKI Jakarta dan DPRD.
Asyik masyuk dalam Balaikota Foto: Dok. Pribadi |
Di dalam gedung Balaikota sendiri terdapat beberapa bagian yang
masing-masing bagian punya nama dan fungsi berbeda-beda. Balairung atau ruang
serba guna untuk memfasilitasi berbagai acara Pemprov DKI Jakarta dan tempat
memajang program-program pemerintah. Ruang TPUT (tim Pembebasan Urusan Tanah),
sebagai tempat atau ruang untuk koordinasi pimpinan daerah dalam merumuskan
kebijakan pertanahan di DKI Jakarta. Balai Agung sebagai tempat kepala daera
menyaksikan dan menghadiri beragam acara.
Selasar (bagian depan) Balaikota Jakarta Foto: Dok. Pribadi |
Jakarta, dari tahun ke tahun semakin berkembang dan memoles wajah menjadi
cantik rupawan. Pembangunan dilakukan di mana-mana, moda transportasi terus
bertambah, hingga berujung pada penambahan jalan laying dan moda
transportasi cepat, seperti pembangunan
MRT (Mass Rapid Transport).
Selepas dari Balaikota, saya dan rombongan bersama bus Wisata Balaikota
beranjak menuju Kota Tua. Sepanjang perjalanan, pemandu wisata dalam kota
menjelaskan beberapa tempat bersejarah yang menjadi cerita panjang di kota
Jakarta, antara lain Glodok, Kota Tua, Museum Bank Mandiri, juga Museum Bank
Indonesia.
Glodok-Klenteng Dharma Jaya, setelah pembantaian orang Cina di Batavia pada
1740, pemerintah Belanda punya tekad agar peristiwa itu tidak terulang lagi. Belanda melarang orang
Cina tinggal di dalam tembok kota Batavia dan karena alasan keamanan melarang
mereka masuk ke Batavia di malam hari. Orang Cina lalu pindah ke satu kawasan
yang terletak di sebelah Barat Daya Batavia, kemudian berkembang menjadi
kawasan Pecinan.
Kawasan itu dikenal sebagai Glodok dan merupakan “China Town” untuk
Jakarta. Glodok lantas menjadi pusat perdagangan yang berkembang dengan pesat.
Jalan Gadjah Mada merupakan salah satu jalan utama di Glodok yang menjadi
kawasan perdagangan modern serba sibuk. Akan tetapi, di kawasan Glodok Tua ada
rumah orang Cina zaman dulu dengan atap melengkung, memiliki balkon, dan dihias
beragam ornamen Cina. Rumah Cina itu sebagian masih berfungsi sebagai toko. Di
kawasan itu juga terdapat satu rumah ibadah Cina, yaitu Kelenteng Dharma Jaya
yang dibangun pada 1650.
Tak lama berselang, saya dan rombongan tiba di Kota Tua dalam suasana udara
yang hangat. Kota Tua atau “Jakarta Kota” punya sisa-sisa peninggalan kolonial
Belanda yang paling tua di Indonesia. Sebagian dari sisa-sisa bangunan peninggalan
Belanda dapat dilihat di situ. Bahkan sebagian bangunan masih digunakan untuk
kantor.
Pusat kota Batavia ada di Taman Fatahillah yang menjadi satu ruangan
terbuka dengan bentuk segi empat. Setiap sisinya berbatasan denga jalan raya. Di
sebelah Barat, satu blok dari Taman Fatahillah, terdapat Kali Besar yang
merupakan satu saluran air (kanal) yang memiliki kedudukan sejajar dengan Kali
Ciliwung di sebelah timur Taman Fatahillah. Singgah sebentar di Kota Tua untuk
ambil foto bersama-sama, untuk selanjutnya putar haluan menuju Monas.
Untuk memasuki Monas perlu antri. Karena lift masuk dan turun hanya satu.
Itupun dengan kapasitas yang dibatasi hanya bisa dimasuki 10 orang saja. Monas,
punya ketinggian 132 meter yang letaknya di tengah lapangan Merdeka, menjadi
simbol kota Jakarta. Di puncak monument itu terdapat simbol api berkobar yang
terbuat dari logam perunggu berlapis emas seberat 35 kg. Itu melambangkan
kekuatan dan kemandirian bangsa Indonesia.
Seluruh dinding Monas dilapisi marmer dari Italia. Monas menjadi salah
salah satu proyek mercusuar Presiden Soekarno yang dibangun dengan biaya sangat
mahal. Meski awalnya banya dikritik namun harus diakui manfaat dari proyek
mercusuar itu kepada masyarakat. Pembangunan Monas dimulai pada 1961, tetapi
baru dapat diselesaikan pada 1975 dan dibuka secara resmi oleh Presiden Soeharto.
Di lantai dasar Monas terdapat Museum Sejarah Nasional yang menggambarkan
perjuangan kemerdekaan Indonesia dalam bentuk diorama. Juga terdapat ruang
kemerdekaan tempat pengunjung dapat menyaksikan teks proklamasi yang asli serta
mendengarkan suara pembacaan teks proklamasi dari Bung Karno.
Monas di malam hari Foto: Dok. https://i.ytimg.com |
Melalui Tugu yang menjulang hingga ketinggian 137 meter itu pengunjung
dapat menyaksikan panorama kota Jakarta dan sekarang dikembangkan menjadi area
penting sebagai paru-paru kota Jakarta dan sebagai tempat kegiatan sosial
budaya sekaligus sebagai arena olahraga dan rekreasi yang dihuni oleh hewan
rusa, burung merpati, dan lapangan bola mini. Pengunjung juga dapat menggunakan
kendaraan tradisional Betawi yaitu Delman yang dilengkapi akssesoris khas
daerah itu.
Senja mulai menjelma menjadi malam. Beruntunglah saya dan rombongan bisa
hampir mencapai puncak Monas. Melihat Jakarta dari ketinggian di malam hari.
Gemerlap lampu ibukota menerangi setiap sudut jalanan. Tembakan temaram sinar
menyelimuti seluruh permukaan Jakarta. Gemuruh bayu menyibakkan rambut panjang
saya dan menghela suara yang keluar dari masing-masing mulut kami.
Perjalanan Night Journey saya berakhir bersama di Puncak Negara ini.
Selamat malam Puncak Negara, teruslah menjulang hingga akhir menjelang.
0 comments:
Post a Comment