2nd International Conference and Expo On Indonesian Sustainable Palm Oil [Foto: Dok Pri] |
Industri minyak sawit
merupakan industri strategis dalam perekonomian Indonesia, baik untuk sekarang
maupun untuk masa depan. Dikatakan industri strategis karena kontribusi industi
minyak sawit yang cukup besar, baik dalam ekspor nonmigas, kesempatan kerja,
pembangunan daerah pedesaan, dan pengurangan kemiskinan.
Selain itu, industri
minyak sawit ke depan juga akan menjadi bagian penting dari sistem kedaulatan
energi Indonesia. Tidak banyak sektor ekonomi apalagi pada level komoditas yang
dapat berkontribusi besar, inklusif, dan meluas seperti industri minyak kelapa
sawit.
Di beberapa dekade
terakhir ii, berbagai isu sosial, ekonomi, dan lingkungan dipakai oleh beberapa
LSM anti sawit sebagai kampanye negatif
atau hitam terhadap industri sawit Indonesia. Jika hal ini didiamkan, selain
menyesatkan banyak orang, juga dapat merugikan industri minyak sawit Indonesia
itu sendiri.
Oleh karena itu, kita
memerlukan edukasi publik untuk mengoreksi pandangan-pandangan yang telanjur
keliru di masyarakat mengenai industri minyak sawit. Kampanye negatif tentang
industri sawit sudah ada sejak lama. Sejak Indonesia mulai mengembangkan pola
Perkebunan Inti Rakyat (PIR) Kelapa Sawit di awal tahun 1980-an.
Kekhawatiran produsen
minyak kedelai kalah bersaing dengan minyak sawit sebagai pemicu intensifnya
kampanye negatif untuk minyak sawit.
Awalnya, tema kampanye
hanya terbatas isu gizi atau kesehatan yang mempengaruhi konsumen, tetapi 15
tahun terakhir kampanye negatif telah melebar pada aspek ekonomi sosial, dan
lingkungan khususnya yang terkait dengan perhatian masyarakat global.
Skenario baru dibuat
untuk mengentikan pertumbuhan bahkan menghancurkan industri sawit itu sendiri.
Strategi kampanye yang ditempuh juga makin terstruktur, sistematis, dan massif.
Melibatkan LSM anti sawit trans-nasional dan lokal. Secara intensif menggunakan
media massa baik nyata maupun maya.
Kampanye tidak lagi
sekadar mempengaruhi opini publik global, tetapi juga menggunakan semua jalur
mulai dari jalur konsumen, produsen, industri, dan kelembagaan pendukung,
hingga jalur pemerintah.
Baca Juga:
Lembaga pemerintah pun
mendapat pressure keras untuk mengeluuarkan kebijakan yang mengekang industri
minyak sawit. Pandangan keliru yang terhadap industri minyak sawit dapat
mengancam masa depan industri minyak sawit
nasional sebagai salah satu industri strategis dalam perekonomian
Indonesia.
Ekonomi minyak sawit
yang menjadi sumber pendapatan jutaan
penduduk, melibatkan jutaan unit
usaha keluarga, usaha kecil dan menengah setidaknya di 190 kabupaten dan
penyumbang terbesar devisa negara nonmigas, merupakan taruhan dampak kampanye hitam LSM anti sawit.
Sejalan dengan hal ini,
pada tanggal 11-12 April 2018, dilaksanakan 2nd International
Conference and Expo On Indonesian Sustainable Palm Oil 2018 yang di gagas oleh
Media Perkebunan.
Kita ketahui, bahwa
nilai ekspor minyak sawit Indonesia pada tahun 2017 mencapai titik puncaknya. Hal ini tidak lain karena hubungan
industrial yang sangat baik terjalin secara dinamis, harmonis, juga adil.
Sebagaimana yang
disampaikan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial
Tenaga Kerja (Dirjen PHI dan Jamsostek) Kemenaker Haiyani Rumondang, mewakili
Menaker Hanif Dhakiri yang menjadi pembicara di
2nd International Conference and Expo on Indonesian Sustainable Palm Oil
(ICE-ISPO) 2018 di Balai Kartini, pada Jumat (13/4/2018), di Jakarta.
Beberapa perusahaan peserta pameran Konferensi [Foto: Dok Pri & Yulia Rahmawati] |
"Dalam rangka
meningkatkan daya saing minyak sawit Indonesia di pasar dunia, Pemerintah telah
menetapkan standar nasional minyak sawit yaitu Indonesian Sustainable Palm Oil
System (ISPO) dengan menetapkan beberapa prinsip dan kriteria," ucapnya.
Prinsip ke-4 ISPO
tersebut, ucapnya, mengatur mengenai
tanggung jawab terhadap pekerja. Hal itu, meliputi keselamatan dan kesehatan
kerja, kesejahteraan dan peningkatan kemampuan pekerja, serta larangan
perusahaan perkebunan mempekerjakan anak di bawah umur, dan melakukan
diskriminasi sesuai peraturan perundang-undangan.
"Selain itu prinsip
ke-4 ISPO juga mengatur perusahaan perkebunan harus memfasilitasi terbentuknya
Serikat Pekerja. Dalam rangka memperjuangkan hak-hak pekerja dan perusahaan
perkebunan juga harus mendorong dan memfasilitasi pembentukan koperasi pekerja
dan karyawan," terangnya.
Kultur Jaringan Kelapa Sawit [Foto: Dok Pri] |
Budidaya kelapa sawit berkelanjutan menurut “cara” Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO)
hanya perlu percepatan dan bukan
penguatan. Oleh karenanya CPO yang dihasilkan dapat mencapai 100% bersertifikat
ISPO.
Seperti yang disampaikan Sekretaris
Jenderal Asosiasi Petani Perkebunan
Indonesia (GAPPERINDO), Bapak Gamal Nasir dalam pembukaan International Conference and Expo –
Indonesia Sustainable Palm Oil (ICE-ISPO), di Balai Kartini beberapa waktu
lalu.
Pak Gamal mengatakan, bahwa yang diperlukan
bukan Peraturan Presiden (Perpres) mengenai hal-hal teknis ISPO serta perubahan
struktur organisasinya, tetapi yang diperlukan Instruksi Presiden (Inpres)
untuk Menteri Pertanian, Menteri
Lingkungan Hidup, dan Kehutanan, Menteri Agraria dan Tata Ruang, juga Menteri
Keuangan untuk mempercepat pelaksanaan ISPO.
Fakta tentang sawit [Foto: Dok Pri] |
“Hal yang diperlukan itu bagaimana seluruh
produk kelapa sawit dapat tersertifikasi ISPO melalui Inpres,” jelas Pak Gamal.
Di laih hal Pak Gamal mengingatkan, sertifikat ISPO berbeda
dengan sertifikat SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas Kayu), karena SVLK sebagai sertifikasi produk akhir.
Pohonnya ditebang, kayunya diambil dan disertifikasi. Sementara itu, tempat
pohon ditanam sudah tidak dipedulikan lagi.
Sertifikat ISPO itu setelah crude palm oil (CPO)-nya
diambil, pohonnya harus dipelihara sesuai peraturan dan prinsip-prinsip dalam
ISPO. Peran pemerintah, dalam hal ini, Direktorat Jenderal Perkebunan
(Ditjetbun) menjaga dan mengawal bagaimana tata kelola perkebunan kelapa sawit bisa
dilakukan.
“Oleh karena itu, kalau Komisi ISPO menjadi
lembaga independen (tak memihak) di luar Ditjebun, Kementerian Pertanian, tidak
tepat. Apalagi nantinya lembaga sertifikasi dikasih mandat penuh mengeluarkan
sertifikat tanpa melalui sidang Komisi ISPO. Prinsip dan kriteria ISPO semuanya
ada dalam UU. Bahkan, cara kerja dan metode lembaga independen juga harus
mengacu pada UU,” urai Pak Gamal.
Hal yang sama juga disampaikan Aziz Hidayat selaku Ketua Sekretariat ISPO.
Bahwa tujuan ISPO itu telah melingkupi seluruh hal yang diinginkan oleh dunia
internasional, yaitu, mendorong usaha perkebunan untuk mematuhi semua
peratuaran pemerintah, meningkatkan kesadaran pengusaha kelapa sawit untuk
memperbaiki lingkungan dan melaksanakan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan
untuk meningkatkan daya saing.
“Sekarang yang perlu dilakukan upaya
meningkatkan keberterimaan ISPO di dunia internasional karena apa yang mereka
mau sama dengan tujuan kita,” jelas Azis.
Dengan adanya keberterimaan ISPO di
dunia, mau tidak mau Uni Eropa yang
ingin menjegal produk sawit Indonesia,
melek mata. Sawit Indonesia telah memiliki standar ISPO yang tidak main-main
dan dapat dipertanggungjwabkan. Uni Eropa seringkali menghembuskan angin-angin
kontradiktif terhadap sawit Indonesia di dunia internasional. Ini yang mesti
dihalau.
Dikatakan mereka, sawit merusak lingkungan dan adanya
pelanggaran HAM, karena mempekerjakan anak di bawah umur di perkebunan. Isu-isu
tak beralasan ini yang membuat sawit Indonesai dalam keadaan terancam. Jadi,
pemerintah sudah saatnya bertindak tegas demi kepentingan negara dan bangsa dan
meningkatkan daya saing sawit Indonesia di mata dunia.
Derivat (produk turunan) Kelapa Sawit [Foto: Dok Pri] |
0 comments:
Post a Comment