Jelajah Gizi Semarang 2018: Prof. Ir. Ahmad Sulaeman, MS, PhD. Pakar Gizi & Keamanan Pangan Institut Pertanian Bogor [Foto: Dok Pri] |
Hmmh… banyak gelar untuk kota yang satu ini, mulai dari kota Lunpia atau
Lumpia hingga Venetia van Java-nya Indonesia. Ya, apalagi kalau bukan Semarang.
Semarang menjadi salah satu Provinsi di Indonesia juga kota metropolitan
terbesar kelima setelah Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan. Semarang,
menjadi salah satu kota paling berkembang yang ada di Pulau Jawa dengan
penduduk sekitar 2 juta orang. Jangan heran, karena pesatnya perkembangan kota
ini, banyak bermunculan gedung pencakar langit di beberapa bagian sudut kotanya.
Semarang pun dikenal sebagai salah satu Daerah Tujuan Wisata (DTW) di
Indonesia yang punya keragaman daya tarik wisata, baik yang bersifat budaya,
alam, dan kuliner. Salah satu daya tarik budaya wisata yang banyak dikenal di
Jawa Tengah adalah peninggalan situs-situs kepurbakalaan dalam bentuk bangunan
candi pada masa kerajaan Islam dan Jawa,
berupa bangunan Keraton atau Istana dan Masjid serta Makam Raja-Raja dan Wali
penyebar agama Islam di Jawa Tengah.
Selain itu, kuliner Semarang menjadi pilihan tersendiri untuk para
pelancong dalam dan luar negeri. Berkenaan dengan kulinernya, Nutricia
Sarihusada (Nutrisi untuk Bangsa) yang telah beberap kali menggelar helatan #JelajahGizi, kini kembali menggelar Jelajah Gizi Tahun 2018 ini untuk
yang keenam kalinya. Dan menetapkan Kota Semarang menjadi tujuan #JelajahGizi
tahun 2018 dengan tema, “ Eksplorasi Pangan Berkelanjutan di Kota Semarang,”
selama tiga hari dua malam bersama para Blogger yang terpilih dan beberapa awak
media, mulai tanggal 20—22 April 2018.
Eksplorasi pangan berkelanjutan di Kota ini mengulik dan mencicipi ragam
kuliner di Semarang, menikmati makanan-makanan khas Venetia van Java-nya
Indonesia yang tentunya tidak ada di tempat lain. Di Semarang ini pula saya dan
rekan-rekan jelajah gizi lainnya melihat proses mula pengolahan bahan mentah
pangan, seperti Bandeng Presto di Tambak Rejo. Peserta jelajah gizi juga
melihat kuliner-kuliner lokal Semarang yang
tidak hanya disajikan secara langsung, akan tetapi dapat diolah menjadi pangan
kemasan tanpa mengurangi nilai gizi yang terkandung di dalamnya.
Dalam #JelajahGiziSemarang ini tentunya sebagai manusia kita punya hak dan
kewajiban dalam membantu menyehatkan bumi dan manusianya sendiri melalui pangan
yang dimakan (konsumsi), cara mengolah, penyajian, dan pengolahan sisa.
Prediksi tahun 2050, dunia mesti memberi makan kepada 9,8 miliar jiwa.
Bagaimana bahan pangannya di peroleh? Proses pengadaan bahan pangan perlu
pengelolaan pelestarian bumi secara baik dan benar. Hal itu semata-mata agar
dapat menghasilkan pangan yang kaya nutrisi. Hubungan timbal balik ini terkait dengan
konsep pangan berkelanjutan tempat konsumen dapat memilih pangan yang baik untuk kesehatan, lingkungan, dan
pertumbuhan ekonomi lokal.
Tak bisa dipungkiri, bahan pangan lokal menjadi daya tarik tersendiri di
industri perdagangan dan ekonomi. Lebih kurang 870 juta orang di seluruh dunia
kekurangan gizi secara kronis karena bentuk pembangunan yang tidak mengutamakan
keberlanjutan. Apa contohnya? Pembangunan yang dilakukan justru merusak
lingkungan alam, mengancam ekosistem dan keragaman hayati yang sangat diperlukan untuk menyuplai
makanan masa depan manusia itu sendiri.
Zaman yang terus berubah dan berkembang, ragam pangan pun banyak diolah dan
diekspor ke berbagai negara di dunia. Pangan ini menjadi terkenal dengan
istilah pangan kemasan. Pangan kemasan ini sudah banyak difortifikasi sehingga
menjadi pangan yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi konsumen.
Fortifikasi memang harus dilakukan karena warga belum seutuhnya menerapkan
pola gizi yang seimbang dengan mengonsumsi beragam jenis makanan dalam jumlah
sesuai. Kita memang perlu sadar, tak ada satu makanan tunggal pun yang lengkap
komposisi gizinya dan bisa mencukupi kebutuhan gizi masyarakat. Fortifikasi
menjadi alternatif dalam membantu masyarakat mencukupi dan melengkapi kebutuhan
gizinya.
Adanya sistem pangan berkelanjutan dari #JelajahGiziSemarang menjadi
semacam cara masyarakat dalam upaya melindungi dan menyehatkan masyarakat serta
menjaga kelestarian planet bumi secara bersama-sama.
Penerapan sistem pangan berkelanjutan ini dapat dipastikan bahwa sumber
pangan yang diambil dari alam secara baik, tentunya melewati proses pengolahan
pangan dan pengemasan yang baik pula, sehingga dapat memberikan dampak baik
juga terhadap kesehatan orang yang mengonsumsinya.
Sistem pangan berkelanjutan tidak serta merta menjadi tugas pemerintah
semata sebagai alarm pengingat, akan tetapi menjadi satu usaha konsumen untuk
mengonsumsi pangan secara berkelanjutan
(sustainable food chain) secara cerdas, bijak, dan
tepat guna.
Sebagai konsumen, memang harus cerdas. Konsumen yang mengonsumsi bahan pangan, tentunya berasal
dari bumi dan konsumen memilih bumi yang bagaimana yang ingin ditempati melalu
makanan dan minuman. Di sini, ada komitmen Grup
Danone Alimentation Revolution dengan
Slogan: One planet one health-nya.
Kita tidak bisa menghindari makanan yang sudah diciptakan Sang Khalik untuk
dinikmati. Tetapi, bagaimana manusia bisa menerapkan prinsip konsumsi
berkelanjutan dan merawat ekosistem secara baik. Dengan merawat ekosistem
secara baik, sudah barang tentu, alam
akan bekerja secara seimbang.
Alam punya kekuatan dan kemampuan untuk menghasilkan sumber makanan yang
berkualitas dan diperlukan tubuh. Makanan sehat dengan zat gizi yang
dikandungnya diperlukan tubuh seseorang untuk dapat bertahan hidup secara sehat
dan tentunya produktif bagi siapapun.
Jelajah Gizi Semarang tahun 2018 dengan tema "Eksplorasi Pangan Berkelanjutan di Kota Semarang" [Foto: Dok Nutrisi Bangsa] |
Alam yang baik, sehat, dan bersih dapat membantu menciptakan keseimbangan
dalam pencapaian tujuan sosial, ekonomi, dan lingkungan seperti yang diinginkan
dalam Sustainable Development Goals
(SDGs).
Ada tiga tujuan pangan berkelanjutan yang perlu kita ketahui untuk
diterapkan, yaitu:
1. Tujuan Ekonomi
Ada jaminan ekonomi yang dapat dinikmati masyarakat, ekonomi pun semakin
bergairah, terjadi peningkatan nilai tambah dari bahan pangan berkelanjutan,
dan akan semakin menunjang pula untuk kondisi kerja yang semakin baik. Hal yang
tak bisa dikesampingkan adalah investasi
yang semakin baik dengan produksi baik dan konstan. Ditambah lagi input eksternal yang baik pula.
2. Tujuan Sosial
Terjadinya perdagangan yang adil dan penjaminan suplai pangan. Adanya
pemenuhan kebutuhan lokal masyarakat
setempat. Tentunya, melibatkan tak hanya kaum pria, tetapi juga kaum wanita
untuk bekerja (ada kesetaraan gender). Hal
yang paling penting adalah adanya penghargaan terhadap budaya lokal. Derajat
kehidupan sosial yang lebih terangkat melalui kualitas dan rasa yang baik pula.
3. Tujuan Ekologi
Adanya penggunaan sumber daya lokal dengan mengutamakan keseimbangan
ekosistem. Polusi dari pangan berkelanjutan boleh dibilang bebas polusi kimia
dan kesuburan tanah pun semakin tinggi. Sungai-sungai berair bersih dengan
keragaman hayati yang banyak. Terjadi pula pengelolaan ternak yang baik dan
konservasi sumber daya alam yang dipertahankan berujung pada produksi pangan
lokal yang aman.
Kita juga harus melihat, pangan berkelanjutan ini sebagai bentuk
manifestasi kehidupan agar lebih baik. Di dalam praktiknya, pangan
berkelanjutan ini pun punya karakteristik yang tidak bisa kita hilangkan begitu
saja, yaitu:
a). Bebas dari limbah atau sisa
b). Makan lebih baik, mengurangi daging dan dairy produce.
c). Mestinya, konsumen membeli produk lokal, musiman, dan ramah lingkungan
seperti produk organik dari pertanian lokal.
d). Konsumen cerdas mestinya akan memilih produk yang telah memiliki
sertifikat fairtrade.
e). Memilih ikan contohnya, dari sumber yang berkelanjutan, seperti sungai
yang dipelihara, tambak-tambak buatan yang dijaga keseimbangannya.
f). Getting the balance right.
Hal ini tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Keseimbangan itu sangat penting
dalam menjaga kelestarian lingkungan demi keberlangsungan pangan berkelanjutan.
g). Menanam sendiri mungkin lebih baik, pun kalau mau lebih baik membeli
sisanya dari beragam outlet yang ada.
Oleh karena itu, konsumen mesti tahu
dan cerdas apa yang harus dilakukannya.
Di #JelajahGiziSemarang 2018 inilah saya mendapatkannya. Ada beberapa hal
penting yang mesti dilakukan ketika konsumen melakukan pangan berkelanjutan, di antaranya
yaitu:
1.Memilih dan mengonsumi pangan yang
baik dari sisi kesehatan diri sendiri (kandungan nutrisi pada makanan).
Sudah semestinya kita membiasakan diri mengonsumsi makanan yang memiliki
nutrisi lengkap dan cukup untuk kesehatann. Seperti karbohidrat, protein,
vitamin, mineral, dan lain-lainnya. Teredukasi mengenai pangan kemasan yang
sudah terfortifikasi serta membiasakan diri untuk membaca label pangan yang
ada.
2. Memilih pangan yang baik dari
segi lingkungan (produsen yang tidak merusak lingkungan dan pengelolaan limbah)
Konsumen mesti memperhatikan limbah yang disebabkan oleh pengolahan atau
konsumsi makanan. Hal ini juga meliputi kebiasaan konsumen dalam mengelola
sampah. Nah, terkadang kita lupa, ketika membeli minuman kemasan, botol
dibiarkan utuh begitu saja ketika sudah habis. Semestinya, botol kemasan habis
minum itu diremas untuk mengurangi tempat dan jangan pernah menyisakan makanan
kita di dalam piring makan.
3.Memilih makanan yang baik dari
sisi ekonomi (baik produsen atau komunitas di sekitar Anda)
Perlu memperhatikan bagaimana bisnis pangan dapat berkontribusi pada
komunitas sekitar dan mengutamakan bahan
lokal dengan petani lokal sangat diperlukan. Pemberdayaan bahan lokal untuk pangan berkelanjutan dengan
kerjasama petani lokal menjadi simbiosis mutualisme ekonomi Semarang ke depan.
Pangan berkelanjutan memberi ruang baru dalam kehidupan masyarakat setempat. Menjaga keberadaanya, tentu menjaga bumi dan sehat masyarakatnya.
2 comments:
Ikutan Jelajah Gizi Semarang ini berfaedah banget . Dapat banyak pengetahuan & ilmu. Dan enak banyak adegan malannma
Rezeki tambah dengan berbisnis kuliner sekaligus menjaga alam sekitar
Post a Comment